Sponsor

Friday 27 December 2013

makalah Otomasi industri


TEKNOLOGI MANUFAKTUR SEBAGAI FAKTOR DASAR
PENGEMBANGAN KEUNGGULAN KOMPETITIF
BAGI INDUSTRI


 silahkan klik link ini :
 untuk mendownload file makalah otomasi industri tersebut

CATATAN : 
pada makalah terdapat gambar dan hasil lebih baik dri pada di tampilan blog

1. PENDAHULUAN

Dengan adanya perubahan iklim yang sangat dinamik di dunia usaha/bisnis, menyebabkan semakin sulitbagi industri agar tetap dapat kompetitif. Permintaan customer selalu berubah, teknologi terus berkembang, dan faktor-faktor pendorong keunggulan kompetitif juga berubah. Secara umum yang dimaksud dengan keunggulan kompetitif pada industri manufaktur adalah keunggulan yang tidak tergantung pada faktor-faktor komparatif seperti jumlah karyawan, jumlah mesin yang dimiliki, luas area
pabrik dan sebagainya. Usaha peningkatan keunggulan kompetitif dapat dilakukan dengan peningkatan produktifitas, dan peningkatan penguasaan teknologi manufaktur termasuk peningkatan penguasaan teknologi sistem informasi produksi. Produktivitas adalah suatu nilai perbandingan antara keluaran terhadap masukan, atau perbandingan nilai yang dihasilkan terhadap nilai investasi. Menurut yang terakhir ini produktivitas dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara performans dalam hal kualitas, biaya, deliveri, keselamatan, dan moral kerja terhadap nilai investasi manusia, mesin, material, metoda, dan pengukuran[1]. Makalah ini tidak membahas lebih mendalam tentang peningkatan produktivitas karena hal ini akan lebih banyak menekankan pada masalah manajemen produksi. Gambar 2.1 Perkembangan konstruksi mesin bubut Makalah ini lebih memfokus pada peningkatan penguasaan teknologi manufaktur terutama membahas tentang penerapan strategi bottom up dalam otomasi sistem manufaktur.













2. PENINGKATAN PENGUASAAN TEKNOLOGI MANUFAKTUR

Untuk membatasi masalah, perkembangan teknologi dalam bidang manufaktur akan ditinjau sesuai dengan perkembangan yang terjadi pada konstruksi mesin bubut, seperti diperlihatkan pada gambar 2.1[2]. Pada awal perkembangannnya mesin bubut tidak dilengkapi dengan motor penggerak. Pada saat itu satu sistem penggerak digunakan untuk banyak mesin. Pengaturan kecepatan spindel dilakukan dengan mengubah-ubah pasangan puli yang ada di spindel dan puli di poros penggerak. Baru pada tahun 1925, mesin bubut dilengkapi dengan penggerak berupa motor listrik. Perubahan kecepatan putaran spindel juga dapat dilakukan dengan lebih mudah dengan mengubah pasangan roda gigi yang ada di kotak roda gigi (gear box). Sampai dengan saat itu, ketrampilan operator sangat diperlukan terutama untuk membuat produk-produk kompleks yang memerlukan gerak pemakanan dalam dua arah (longitudinal dan transversal) secara bersamaan.

 Pada tahun 1960 mulai diperkenalkan sistem copy hidrolik pada mesin bubut. Dengan adanya sistem ini pemegang pahat mampu melakukan gerak makan secara mekanik dalam arah longitudinal, sedangkan gerak makan dalam arah transversal digerakkan oleh penggerak sistem copy hidrolik, mengikuti template yang ada. Perkembangan selanjutnya mesin bubut dilengkapi dengan pengendali CNC sehingga memungkinkan untuk pengendalian secara otomatis keseluruhan gerak spindel maupun pemegang pahat. Terlihat bahwa dengan semakin berkembangnya konstruksi mesin bubut atau semakin meningkatnya otomasi pada mesin bubut, tuntutan pada ketrampilan operator pada proses bubut menurun, tetapi 3 Gambar 3.1 Perkembangan sistem produksi[3] tuntutan pada penguasaan tentang pemosisian/set up, sistem pemerkakasan, perawatan dan pengetahuan lain yang mendukung pada umumnya semakin meningkat.


3. ARAH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MANUFAKTUR

Perkembangan teknologi manufaktur saat ini lebih tertuju pada pengembangan tingkat otomasinya. Pengembangan otomasi dalam teknologi manufaktur tersebut apabila diamati, pada umumnya menuju ke salah satu dari dua arah berikut: menuju ke arah peningkatan ketelitian proses (geometi produk yang dihasilkan), atau menuju ke arah peningkatan fleksibilitas proses untuk menghadapi gangguan maupun untuk pengintegrasian sistem. Gambar 3.1 memperlihatkan secara ringkas proses perkembangan sistem produksi. Sejarah pengintegrasian sistem produksi modern dimulai oleh Ford System yang ditujukan untuk massa produksi produk mobil. Sedangkan otomasi produksi untuk jumlah produk sedang dan jumlah variasi sedang telah dimulai dengan diperkenalkannya mesin perkakas NC. Perkembangan pada teknologi mesin perkakas NC dan teknologi komputer telah memungkinkan dibuatnya sistem produksi baru yang disebut system direct NC (DNC).




Oval: NC








Flowchart: Alternate Process: COMPUTER





Rounded Rectangle: DNC



Group control of machines by central computer
Oval: AGV
Oval: ROBOTTTTTT                                                                                           








Rounded Rectangle: FMS
 


Intergration of process information and material flow


FMC
Development to industri


Global information ntergration including management, CAD / CAM
Antonomous distributet manufacturing sistem
Rounded Rectangle: CIM



Pada sistem ini beberapa mesin perkakas NC dikendalikan oleh komputer sentral. Perkembangan dari sistem DNC ke FMS adalah untuk menghadapi tuntutan akan umur product (productlife cycle) yang semakin singkat, ukuran lot dalam produksi yang semakin kecil, dan semakin banyaknyavariasi produk yang harus dibuat. FMStelah menjanjikan kompromi antara fleksibilitas dengan produktivitas danotomasi. Pengintegrasian secara terpadu aliraninformasi dan aliran material di dalamsistem produksi telah diterapkan dalamFlexible Manufacturing System (FMS). Benda kerja dan perkakas potong dipindahkan dari tempat penyimpan kemesin perkakas menggunakan AGV danpenanganannya dibantu dengan robot.Pada FMS, mesin perkakas canggihseperti machining center dan turningcenter memegang peranan yang penting. Walaupun tujuan utama pengembangan FMS adalah untuk mendapatkan keluwesan (flexibility) dalam sistemproduksi otomatis yang sesuai untuk Jumlah produk sedang dan jumlah variasi sedang, ternyata diyakini bahwa FMS tidak mempunyai keluwesan seperti yang diharapkan, dan sangat beresiko untuk menginvestasikan modal yang besar bagi FMS. Karena alas an tersebut, FMC menjadi lebih populer dan telah banyak diinstal di seluruh dunia. FMC serupa dengan FMS, tetapi ukurannya lebih kecil dan dilengkapi dengan fungsi secukupnya bagi sistem produksi, termasuk komputer pengendali, mesin perkakas CNC, sistem penanganan material otomatis untuk penyimpanan, transportasi, loading-unloading, dan kadang-kadang juga mesin pengecekan kualitas otomatis (automatic inspection machine) untuk benda kerja. FMC lebih murah dibandingkan dengan FMS, lebih mudah dioperasikan dan lebih luwes dalam menghadapi perubahan permintaan pemesan. Contoh pengendalian FMC ini diperlihatkan secara skematik pada gambar 3.2.



Perkembangan yang cepat dalam teknologi perangkat lunak dan teknologi pemrosesan informasi, disertai dengan perkembangan perangkat keras produksi seperti yang telah dijelaskan, memungkinkan pengintegrasian secara total aktivitas industri mulai dari pemasaran dan aktivitas R & D sampai ke bagian ujung proses pembuatan dan pengiriman produk. Pengintegrasian ini dikenal dengan istilah CIM (Computer Integrated Manufacturing). Pengendalian informasi secara hirarki dalam FMS atau CIM melalui 4 Gambar 3.2 Pengendalian sistem produksi secara bertingkat Gambar 3.3 Arsitektur pengambilan keputusan pada SPTM jaringan informasi cukup effektif apabila
digunakan untuk mengendalikan aktivitas produksi yang tidak berubah dan berjalan sesuai dengan produksi yang telah dijadwalkan. Pengendalian secara hirarki bagi system produksi terintegrasi akan menjadi tidak luwes apabila harus menghadapi kondisi dinamik seperti adanya perubahan permintaan pemesan yang cukup drastis, perubahan dalam produksi yang tidak terjadwal, permintaan yang harus didahulukan (high priority), kerusakan peralatan produksi dan sebagainya. Pengendalian secara terdistribusi sebagai pengganti bagi pengendalian secara hirarki, diharapkan dapat lebih luwes dalam menghadapi keadaan perubahan dalam produksi tersebut. Sebagai salah satu alternatif sistem manufaktur di masa mendatang diperkenalkan Sistem Produksi Terdistribusi Mandiri (SPTM) yang diharapkan dapat meningkatkan fleksibilitas dalam produksi dan mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi produksi yang tidak terramal sebelumnya. Konsep SPTM telah dikembangkan di Laboratorium Teknik Produksi, Jurusan Teknik mesin, FTI-ITB. Arsitektur SPTM diperlihatkan pada gambar 3.3[3].



Pada arsitektur SPTM tersebut, semua elemen produksi dapat berkomunikasi dengan elemen produksi lainnya, untuk bertukar informasi yang diperlukan bagi pengambilan keputusan. Agar dapat diperoleh hasil yang optimum dalam pengambilan keputusan setiap elemen produksi harus mempunyai informasi yang terbaru dan mempunyai algoritma bagi penyelesaian persoalan yang terbaik menurut criteria tertentu. Keadaan dimana setiap elemen produksi dapat saling berkomunikasi ini sebenarnya mirip dengan keadaan social di masyarakat. Dalam hal ini setiap elemen produksi mempunyai tingkatan yang setaraf dengan masing-masing individu di masyarakat. Pada bagian berikut akan dibahas usaha yang merupakan aktivitas penelitian yang telah maupun sedang dilakukan dalam kerangka global untuk merealisasikan konsep SPTM, terutama disesuaikan dengan kondisi industri di Indonesia.

4. OTOMASI SISTEM MANUFAKTUR
Pada bagian ini akan dijelaskan strategi penelitian di bidang otomasi sistem manufaktur yang dilakukan di Laboratorium Teknik Produksi. Contoh-contoh yang diperlihatkan adalah hasil penelitian yang sudah maupun sedang dilaksanakan. Strategi penelitian otomasi sistem manufaktur secara garis besar dapat dikatakan pelaksanaannya dilakukan secara bottom-up, seperti diperlihatkan pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Tingkatan dalam pengambilan keputusan










4.1 Otomasi Peralatan Produksi
Level paling bawah adalah otomasi peralatan produksi. Penelitian otomasi peralatan produksi, dilakukan pada peralatan produksi yang pengendaliannya dilakukan berbasis pada PLC (Programmable Logic Controller), CNC (Computerized Numerical Controller), PC (Personal Computer), maupun pengendali lainnya. Jenis-jenis peralatan produksi yang menjadi obyek penelitian meliputi mesin perkakas, robot industri, penanganan material, peralatan transportasi dan sebagainya. Salah satu contoh penelitian yang dilakukan pada peralatan transportasi adalah pembuatan proto tipe Sistem Transfer Fleksibel (STF) seperti diperlihatkan pada gambar 4.2. Pengendalian STF dilakukan secara terdistribusi menggunakan PLC. STF merupakan alternatif solusi bagi perpindahan material pada lingkungan sistem produksi maju yang mengutamakan fleksibilitas bagi elemen-elemen penyusunnya. Fleksibilitas yang diharapkan dapat



Gambar 4.2 konfigurasi fisik STF

dipenuhi oleh STF adalah: fleksibilitas rute transportasi serta kemampuan pengembangan system berkelanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dilakukan pengendalian SPTF secara terdistribusi, dengan memberikan otonomi pada setiap elemen pengendali untuk melakukan pengambilan keputusan berdasarkan status yang dimilikinya[4].
STF merupakan sarana penanganan material yang bertujuan menggabungkan karakteristik positif yang dimiliki AGV (Automated Guided Vehicle) dan konveyor. STF didesain secara modular dengan cara menyusun segmen-segmen konveyor, yang diletakkan dalam orientasi tertentu dalam ruang. Operasi transportasi yang dibutuhkan oleh sistem produksi dapat dipenuhi dengan mengatur peletakan segmensegmen tersebut. Pembuatan miniatur STF dilakukan dengan membuat miniatur suatu segmen yang meliputi modul system mekanik, pengendali tingkat bawah, dan pengendali tingkat atas. Sebuah segmen terdiri dari beberapa modul dasar yang secara garis besar diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu: modul longitudinal dan modul transversal, seperti diperlihatkan pada gambar 4.3. Modul longitudinal merupakan sebuah konveyor  yang memberikan arah gerakan sepanjang sumbu utama konveyor. Modul transversal berfungsi untuk 6 Gambar 4.2 Konfigurasi fisik STF Gambar 4.3 Skema segmen dan aktivitas perpindahan palet yang mungkin dilakukan mengha-silkan operasi transportasi dalam arah tegak lurus arah longitudinal.
            Miniatur yang dibuat pada penelitian ini dimaksudkan hanya sebagai sarana visualisasi modus kerja yang harus dipenuhi oleh STF, serta sebagai alat untuk memperm udah pengujian logika yang digunakan oleh system pengendali STF. Mekanisme miniatur diperlihatkan pada gambar 4.4. Miniatur STF yang telah dibuat terdiri atas dua komponen utama yaitu modul longitudinal (3) dan modul transversal (11). Kedua modul tersebut digunakan untuk mentransformasikan palet dalam arah longitudinal dan transversal.



Transportasi arah longitudinal dihasilkan oleh gerak translasi sabuk yang dihubungkan dengan sebuah DC motor (1), melalui sistem transmisi (2). Motor DC dapat digerakkan  dalam arah longitudinal.

Gambar 4.3 skema sekmen dan aktivitas perpindahan palet yang mungkin dilakukan

Untuk menggerakkan pallet dalam arah transversal, gerakan palet harus dihentikan terlebih dahulu agar dapat diposisikan dengan baik diatas roller pada modul transversal (11). Hal ini dilakukandengan menggunakan stopper. Pada miniatur segmen yang dibuat terdapat dua buah stopper. Stopper (7) akan menghentikan palet yang datang dari arah depan, sedangkan stopper (9) untuk menghentikan palet dari arah belakang. Sesaat setelah palet dihentikan, aktuator pneumatik akan menggerakkan modul transversal (11) dalam arah vertikal, dan mengangkat palet yang sudah diposisikan oleh stopper. Setelah modul transversal mencapai titik mati atas, sistem motor dan kotak roda gigi pada modul tersebut akan menggerakkan roller. Apabila palet sudah dipindahkan dari modul transversal, maka modul transversal kembali ke posisi semula dan siap untuk melakukan operasi berikutnya.
STF dilengkapi dengan sistem pengendali terdistribusi yang bertugas mengkoordinasikan aktifitas transportasi secara menyeluruh. Sistem pengendali tersebut menyediakan informasi tentang tata letak STF, status tiap modul, serta jadwal aktivitas transportasi yang harus dilakukan. Informasi tersebut kemudian digunakan sebagai dasar pendistribusian fungsi kontrol pada setiap modul, sehingga system secara keseluruhan dapat beradaptasi dengan perubahan aktivitas yang terjadi.



Gambar 4.4 mekanisme miniatur STF



Konfigurasi STF sewaktu-waktu dapat diubah. Fungsi kontrol modul-modul yang mengalami modifikasi tersebut dapat beradaptasi dengan cepat sehingga operasi transportasi yang harus dijalankan oleh STF tidak terganggu. Elemen-elemen yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas pengendalian transportasi material (palet), digambarkan secara skematis pada gambar 4.5. Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa aktivitas transportasi pada STF dilakukan melalui dua lapis sistem pengendali. Tugas pengendali sel (cell controller) adalah melakukan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan koordinasi rute transportasi. Pengendali peralatan (equipment controller level) bertugas menentukan sekuen operasi peralatan transportasi, sesuai dengan hasil koordinasi rute transportasi sehingga transportasi material(palet) dari satu tempat ke tempat yang lain dapat dilakukan dengan benar.

Gambar 4.5 struktur pengendali STF




Lapisan pengendali sel disusun oleh perangkat lunak Pengendali Operasi Produksi (Production Controller) dan Administrator Rute Transportasi (Route Administrator). Informasi yang dibutuhkan oleh kedua perangkat lunak tersebut untuk melakukan pengendalian rute transportasi meliputi: informasi urutan perpindahan produk antar sel produksi, informasi layout fasilitas transportasi, serta status terakhir fasilitas transportasi. Informasi tersebut disimpan dalam bentuk basis data yang dapat diakses oleh kedua perangkat lunak 8 Gambar 4.6 Koordinasi operasi transportasi antar segmen dan antar area yang digunakan, dan selalu merupakan informasi terbaru yang merepresentasikan kondisi sebenarnya lapisan peralatan (equipment level).

Gambar 4.6 kordinasi operasi transportasi antar segmen antar area

Sebagai pengendali peralatan (Equipment Controller Level), digunakan PLC (Programmable Logic Controller), yang sudah terbukti handal dan memang didesain secara modular untuk memenuhi kebutuhan kontrol di industri. PLC yang digunakan untuk mengendalikan STF, melaksanakan operasi transportasi berdasarkan permintaan dari pengontrol lain. Dalam hal ini PLC dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: PLC yang berperan sebagai koordinator (manager), dan PLC yang berperan sebagai pelaksana (executor). Posisi kedua PLC tersebut dalam sistem pengendalian diperlihatkan pada gambar 4.6. PLC koordinator bertugas mengelola operasi transportasi dalam satu area. Untuk melakukan tugas tersebut PLC koordinator diberi kemampuan untuk menerima dan mengolah informasi operasi transportasi dari pengendali lain (perangkat lunak pengendali rute transportasi, PLC manager yang lain, PLC pelaksana). Berdasarkan informasi yang diterima, PLC jenis ini akan melakukan koordinasi dengan PLC pelaksana yang berada pada area yang sama, atau PLC koordinator yang bertugas mengelola area yang lain. Berbeda dengan PLC koordinator, PLC pelaksana hanya dapat berkomunikasi dan melaksanakan tugas yang diberikan oleh PLC koordinator. Dalam penerapan nantinya, STF yang diintegrasikan dengan sistem pengendali produksi yang setara dengan FMS, diharapkan memungkinkan bagi penyusunan berbagai sekuen operasi pengerjaan. Selainitu sistem juga diharapkan dapat bersifat fleksibel baik bagi sekuen pengerjaan yang baru, perubahan jalur transportasi, maupun kondisi dinamik lain yang tidak teramal.

4.2 Otomasi Sistem Penjadwalan
Otomasi sistem penjadwalan merupakan level berikutnya dari strategi otomasi sistem manufaktur secarabottom-up. Tujuan pengembangan otomasi sistem penjadwalan adalah mempermudah pengelolaanelemen-elemen produksi baik resources produksi seperti mesin, peralatan transportasi, perkakas potongdan sebagainya, maupun produk baik berupa bahan baku, produk setengah jadi, maupun produk akhir.Pengelolaan produksi yang paling sulit adalah pada produksi job shop dan pada metoda produksi lainyang mengalami perubahan kondisi dinamik yang tidak sesuai dengan yang diramalkan (tidak teramal), misalnya kerusakan mesin, keterlambatan proses, keterlambatan material dan sebagainya.
Keluaran sistem penjadwalan berupa jadwal operasi yang berisi informasi antara lain, kapan suatu produk harus dilakukan proses tertentu, menggunakan mesin yang mana, operatornya siapa, perkakas potong maupun alat bantu yang digunakan apa, perintah pengendalian mesinnya (untuk mesin-mesin otomatis) yang mana, dan sebagainya. Dari keluaran ini diharapkan perencanaan produksi dapat terlihat transparan dan dapat diakses secara on line oleh elemen-elemen produksi yang memerlukan.
Pada penelitian yang dilakukan telah dikembangkan perangkat lunak otomasi sistem penjadwalan yang diberi nama ADiMS. Perangkat lunak ini dapat digunakan untuk penjadwalan maupun penjadwalan kembali operasi produksi di lingkungan produksi job shop. Dalam tahap pertama, elemen produksi yang dilibatkan dalam sistem penjadwalan baru mencakup mesin dan produk. Contoh tampilan system penjadwalan yang dibuat, yang merupakan hasil pengambilan keputusan secara mandiri oleh mesinmesin dan produk-produk yang terlibat, diperlihatkan pada gambar 4.7[5]. 9 Gambar 4.7 Obyek tampilan Gantt-chart bersifat aktif, informasi detail yang tersembunyi dapat ditampilkan. Sorting dapat dilakukan berdasarkan produk, peralatan, order, atau part Pada gambar 4.7.



Gambar 4.7
Obyek tampilan Gantt-chart bersifat aktif, informasi detail yang tersembunyi dapat ditampilkan. Sorting dapat dilakukan berdasarkan produk, peralatan, order, atau part.
diperlihatkan jadwal operasi produk dalam selang waktu (durasi) tiga bulan. Dengan mengklik radio button pada bagian kanan bawah, tampilan dapat diatur untuk memperlihatkan jadwal operasi produk, mesin, atau kedua-duanya. Pada Combo box di bagian bawah tengah dapat dipilih produk atau order yang ingin dilihat jadwal pengerjaannya. Satu order dapat berisi lebih dari satu produk dan dalam setiap produk dapat terdiri dari banyak komponen penyusunnya.



ADiMS mempunyai model sistem kalender yang mendekati keadaan sebenarnya, seperti diperlihatkan pada gambar 4.8. Pada sistem kalender dapat diisikan jam kerja kerja per shift, shift kerja perhari, dan hari kerja perminggu baik berupa default maupun pengesetan shift kerja khusus pada tanggal tertentu. Sistem kalender merupakan modul yang menyediakan informasi waktu bagi ADiMS. Jumlah mesin yang dapat diangani penjadwalannya teoritis tidak terbatas, kalaupun ada batasan dikarenakan keterbatasan kemampuan perangkat keras. Kekompleksan produk yang dapat ditangani juga tidak terbatas, baik produk sederhana yang berupa part tunggal dengan satu proses,ataupun produk kompleks dengan banyak komponen dan masing-masing komponen dengan banyak proses. Modul sistem yang untuk menangani manajemen produk diperlihatkan pada gambar 4.9.
Gambar 4.8 Kalender
Data input yang diperlukan agar ADiMS dapat bekerja adalah: kalender perusahaan; istilahis  proses standar yang d ikenal diperusahaan; informasi (ID) mesin-mesin yang ada beserta kemampuan proses dari setiap mesin; informasi produk terutama mengenai perencanaan prosesnya.



Gambar 4.10 Model produk 3D dengan tampilan wire frame
Gambar 4.9 Sistem manajemen produk






4.3 Otomasi Sistem Perencanaan Proses dan Perancangan Produk
Level otomasi berikutnya setelah otomasi sistem penjadwalan adalah otomasi perencanaan proses dan perancangan produk. Tujuan otomasi pada level ini adalah membuat model produk sehingga mampu memberikan informasi tentang perencanaan proses (jenis-jenis proses dan alternatif urutan pengerjaannya), informasi geometri, serta mampu memberikan tampilan 3D (tiga dimensi) di layar komputer.
Mengingat beragamnya jenis proses yang ada serta menyadari kerumitan pada proses pemesinan, maka dalam tahap awal, pemodelan produk yang dibuat hanya dibatasi untuk fungsi pembuatan perencanaan proses pada proses pemesinan dengan bentuk bendakerja awal silindris dan balok. Bendakerja silindris akan berhubungan dengan kelompok proses bubut, sedangkan proses pemesinan pada bendakerja balokmasih dibatasi untuk jenis proses end milling. Perangkat lunak otomasi perencanaan proses dan perancangan produk telah dikembang dan diberi nama CaSTPro.
Contoh tampilan perangkat lunak CaSTPro diperlihatkan pada gambar 4.10. Perangkat lunak ini baru bias untuk perancangan produk prismatik. Pemodelan produk dilakukan dengan pertama kali mendefinisikan terlebih dahulu ukuran balok awal bendakerja. Tahap berikutnya, dengan menggunakan perangkat lunak ini, menginputkan feature-feature pemesinan kedalam bendakerja tersebut. Saat ini feature pemesinan masih dibatasi berbentuk balok. Pada contoh tersebut dilakukan tiga kali pemasukan feature, atau dimasukkan tiga buah feature ke bendakerja. Oleh karena ada diantara feature-feature yang berinteraksi maka secara otomatis model produk akan mengolah interaksi tersebut, sehingga dihasilkan enam buah feature. Hal ini dapat dilihat dengan cara meng-klik menu Status dan melihatnya pada Status Window. Agoritma pengolah interaksi antar feature diberi nama DISC, sesuai dengan jenis interaksi yang ada antara dua feature, suatu feature mungkin di Dalam, Interseksi dengan, Sama dengan, atau menCakup feature yang lain. Dengan memilih feature yang ada pada Feature List, pada sub window PreFeatures akan ditampilkan feature-feature yang berdasarkan pertimbangan proses pembuatan harus dibuat terlebih dahulu sebelum feature tersebut. Dengan demikian algoritma pengurutan proses pemesinan berdasarkan alternatif urutan pembuatan feature telah dapat dibuat.
Pada CaSTPro, tampilan bendakerja berbentuk wire-frame dan dapat dirotasikan untuk memberikan sudut pandang yang diinginkan. Jumlah feature yang dapat dimasukkan ke bendakerja teoritis tidak 11 terbatas. Walaupun demikian tampilan wire-frame dirasa masih banyak kekurangannya karena dapat membingunkan pengguna untuk mengenali topologi produk, terutama apabila jumlah feature yang dimasukkan sudah semakin banyak dan orientasi bendakerja sering diubah-ubah. Informasi masukan pada otomasi perencanaan proses dan perancangan produk ini adalah dimensi awal bendakerja dan geometri feature. Apabila informasi keluaran sistem ini, yaitu perencanaan proses, digunakan sebagai masukan sistem penjadwalan, dengan mengintegrasi dua sistem pada dua level yang berbeda tersebut, diharapkan akan diperoleh sistem yang lebih besar, dengan informasi masukan yang lebih sederhana, dan informasi luaran yang lebih banyak.

4.4 Otomasi Sistem Perancangan Produk
Dalam tahap berikutnya di’impikan’ (karena belum dilaksanakan), otomasi sistem perancangan produk. Diharapkan dengan informasi masukan yang lebih sederhana dapat diperoleh informasi tentang geometri produk dan informasi tentang pembuatannya, baik berupa feature pemesinan atau yang lainnya. Informasi geometri yang dihasilkan oleh sistem tentunya sudah memperhitungkan kekuatan, dan/atau kekakuan, dan/atau sifat-sifat mekanik lainnya yang merupakan spesifikasi dalam perancangan produk. Oleh sebab itu dalam tahap ini diperkirakan informasi masukan ke sistem hanya berupa spesifikasi produk.

5. Penutup
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah membahas tentang perkembangan teknologimanufaktur terutama dalam hal otomasi sistem manufaktur.
1. Walaupun perkembangan teknologi manufaktur melibatkan bidang-bidang ilmu yang tidak mudah, tetapi agar tidak tertinggal semakin jauh, perkembangan ini harus diikuti dan apabila perlu menggunakan atau berdasarkan konsep yang asli (original) agar dapat dipahami betul apa yang dilakukan. Konsep asli ini secara periodik harus dites kebenarannya dengan jalan diterapkan untuk menyelesaikan persoalan yang sebenarnya.
2. Otomasi sistem manufaktur merupakan hal yang kompleks yang selain perlu penguasaan bidangbidang ilmu tertentu secara mendalam, juga diperlukan penguasaan pengintegrasian bidangbidang ilmu tersebut.
     3. Semua elemen produksi dapat memulai otomasi pada bidangnya masing-masing karena bidang tersebut yang paling dikuasai, tetapi harus memperhatikan sifat modularitas bagi setiap system yang dikembangkan karena sistem yang dikembangkan tersebut akan menjadi sub dari system lain yang lebih besar. Dengan modularitas sub sistem yang baik, kemungkinan pengembangan maupun pengintegrasian dengan sub sistem yang lain akan mungkin dan menjadi lebih mudah.
4. Industri (di Indonesia) harus mulai memikirkan standarisasi tidak hanya fisik produk tetapi juga standarisasi informasi tentang model produk. Dengan adanya standarisasi sistem informasi tentang produk, akan dimungkinkan kerjasama antar bagian atau dengan industri lain, tanpa ada batasan jarak atau lokasi.
















DAFTAR PUSTAKA
[1] Kiyoshi Suzaki, The New Shop Floor Management, The Free Press, New York, 1993.
[2] Manfred Weck, Handbook of Machine Tools Volume 1, John Wiley & Sons, 1984.
[3] Martawirya Yatna Yuwana, Modul: Sistem Produksi Terdistribusi Mandiri (SPTM),
Diktat Kuliah
Sistem Produksi, Lab. Teknik Produksi - Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITB, 1998.
[4] Akhmad Hery Kusuma, Sistem Transfer Fleksibel dengan Pengendalian Terdistribusi
Menggunakan PLC, Tugas Sarjana, Jurusan Teknik Mesin ITB, 2000.
[5] Martawirya Yatna Yuwana dan Rochmad Setyadi, Sistem Produksi Terdistribusi Mandiri:
Perangkat Lunak Inti Pengembangan Sistem Produksi, Jurnal Teknik Mesin, Vol. XV. No. 1, Maret 2000. 12

3 comments:

Anthony said...

link nya gak bisa dibuka nih, bisa diupload ulang nggak? thanks before

Unknown said...

Terima kasih telah mengunjungi blog kami, kami sangat antusias dengan comment anda saat ini,kami akan melakukan perbaikan secapatnya terhadap link tersebut,atas perhatiannya trims,kepercayaan anda adalah keberkahan buat kami,trims

Unknown said...

linknya gak bisa di buka, padahal bagus makalahnya cuma gambarnya gak kebukak, boleh di upload ulang gak?? terimakasih