Sponsor

Thursday, 14 February 2013

KEBIJAKSANAAN MONETER dan PERBANKAN


silhkan klik link ini :
http://adf.ly/dtLXZ
untuk file pdf kebijaksanaan moneter dan perbankan

1.                  Otoritas Moneter

·         UU No.13 thn.1968 tentang Bank Sentral, Otoritas kebijakan moneter berada di tangan pemerintah.(melalui Presiden dan Men.Keu).
·         Berdasarkan UU diatas, terdapat 2 lembaga utama kebijakan moneter, yaitu Bank Indonesia dan Dewan Moneter, otoritasnya tetap berada di tangan Pemerintah.
·         Dewan Moneter (Menkeu.Men.Ko.Ekonomi,Gubernur BI) mengusulkan kepada Presiden untuk mengangkat pejabat gubernur dan Direktur Bank Indonesia.
·         UU No.13 thn.1968 diganti dengan UU No.23 thn. 1999 tentang Bank Indonesia. Bank Indonesia ditempatkan sebagai Otoritas Moneter di Indonesia, Dewan Moneter ditiadakan. Meskipun Otoritas Moneter tidak terletal lagi di tangan pemerintah, pemerintah tetap mempunyai akses tertentu dalam mempengaruhi kebijakan moneter.
·         Karena adanya beberapa kelemahan beberapa pasal diatas dalam UU No.23 thn. 1999, maka lahirlah UU.No.3 thn. 2004.

A.                Status dan Modal Bank Indonesia

·         BI adalah Bank Sentral Indonesia, merupakan lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
·         Berkedudukan di Jakarta dipimpin oleh Dewan Gubernur.
·         Modal berjumlah sekurang-kurangnya Rp. 2.000.000.000.000 (dua trilyun) dan harus ditambah menjadi paling banyak 10% ( sepuluh perseratus ) dari seluruh kewajiban moneter, yang dananya berasal dari cadangan umum atau dari hasil revaluasi aset. Cadangan umum adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia untuk menghadapi resiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
·         Tata cara penambahan modal dari cadangan umum atau dari hasil revaluasi aset ditetapkan dengan peraturan Dewan Gubernur. 

B.                 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia

·         Tujuan BI  : Mencapai dan memelihara kestabilan rupiah
·         Tugas BI   :
a.                                             Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter BI berwenang :
1.      Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi.
2.      Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada :
·         Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing
·         Penetapan tingkat diskonto
·         Penetapan cadangan wajib minimum
·         Pengaturan kredit atau pembiayaan
3.      Memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu   paling lama 90 hari  kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan.
4.      BI memberikan pembiayaan darurat bila perbankan mengalami kesulitan keuangan
5.      Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar  yang telah ditetapkan.
6.      Mengelola cadangan devisa
7.      Menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu yang diperlukan yang bersifat makro atau mikro untuk pelaksanaan tugasnya.

b.      Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Dalam rangka  mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, BI berwenang :
1.                  Melaksanakan dan memberikan persetujuan serta izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
2.                  Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya
3.                  Menetapkan penggunaan alat pembayaran
4.                  Mengatur sistem kliring antar bank dalam rupiah dan valuta asing
5.                  Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dalam mata uang rupiah atau valuta asing.
6.                  Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah
7.                  Sebagai satu-satuny lembaga yang mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran.  

c.                                             Mengatur dan mengawasi bank
            Dalam rangka  mengatur dan mengawasi bank, BI berwenang :
1.                  Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian
2.                  Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan tertentu dari bank
3.                  Melaksanakan pengawasan bank secara langsung dan tidak langsung
4.                  Mengatur dan mengembangkan sistem informasi antarbank
5.                  Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan perundang-undangan 



2.                   Arah Kebijakan Perbankan Tahun 2009 (Pertemuan Perbankan 30 Januari 2009)

Krisis keuangan global yang sedang terjadi telah berpengaruh terhadap perekonomian seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Dari sisi industri perbankan, fenomena ini berpotensi menurunkan kemampuan dan keinginan bank untuk memberikan kredit, mempersulit perbankan dalam mempertahankan kualitas aset, menurunkan profitabilitas dan pada gilirannya dapat mengurangi kecukupan modal bank untuk menjamin sustainabilitas operasional bank. Sehubungan dengan itu pada awal tahun 2009 ini, Bank Indonesia menyiapkan serangkaian langkah-langkah kebijakan di bidang perbankan. Langkah kebijakan tersebut diharapkan dapat memperkuat ketahanan Bank dalam mendukung kestabilan sistem keuangan, sekaligus menjadi stimulus pertumbuhan perekonomian di tengah kondisi perekonomian dunia yang masih belum kondusif dewasa ini.




1.      Dalam rangka memberikan keleluasaan penyaluran kredit perbankan, beberapa hal yang akan ditempuh oleh Bank Indonesia meliputi :

a.       Meningkatkan peran serta perbankan dalam penyaluran kredit kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (KUMKM);
Dalam meningkatkan peran serta perbankan dalam penyaluran KUMKM, Bank Indonesia mengatur antara lain:
·         penurunan bobot risiko dalam perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) untuk KUMKM yang dijamin lembaga penjaminan/asuransi kredit berstatus BUMN yang memenuhi persyaratan tertentu dari 50% menjadi 20%; dan
·         penurunan bobot risiko dalam perhitungan ATMR untuk KUMKM yang dijamin lembaga penjaminan/asuransi yang bukan berstatus BUMN yang memenuhi persyaratan tertentu dari 85% menjadi sesuai rating lembaga penjaminan/ asuransi kredit yaitu:
(a) AAA s.d AA- : 20%;
(b) A+ s.d BBB- : 50%;
(c) BB+ s.d B- : 75%

b.      Meningkatkan efisiensi Bank dalam melakukan pembiayaan dalam rangka mendorong pergerakan sektor riil;
Kebijakan ini merupakan penyesuaian atas ketentuan Bank Indonesia mengenai kualitas aktiva. Penyesuaian ketentuan tersebut meliputi antara lain:
·         Penilaian Kualitas Aktiva Produktif dengan hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga (1 Pilar) terhadap kredit dan penyediaan dana lain ditingkatkan batas maksimumnya dari semula sampai dengan Rp.500 juta menjadi sampai dengan Rp.1 milyar. Sedangkan khusus untuk UMKM masih tetap menggunakan ketentuan sebelumnya yaitu:
o   Sampai dengan Rp 20 M sepanjang Risk Control System (RCS) tergolong strong, CAR sesuai ketentuan dan hasil penilaian CAMELS dengan Peringkat Keseluruhan (Komposit) 3
o   Sampai dengan Rp 10 M sepanjang RCS tergolong acceptable, CAR sesuai ketentuan dan hasil penilaian CAMELS dengan Peringkat Keseluruhan (Komposit) 3.
·         Properti yang telah dimanfaatkan secara efektif untuk aktivitas bisnis Bank dengan prosentase lebih dari 50% tidak dikategorikan sebagai properti terbengkalai, sehingga tidak diperlukan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA);
·         Jangka waktu terhadap pelaksanaan appraisal agunan sebagai pengurang Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) yang dilakukan oleh independent appraisal untuk kredit lebih dari Rp5 milyar diperpanjang dari 12 bulan terakhir menjadi 18 bulan terakhir.

c.       Meningkatkan peran Bank dalam memperluas jangkauan pelayanan kepada nasabah;
Mengingat semakin beragamnya jaringan kantor Bank yang dapat meningkatkan peran Bank dalam memperluas jangkauan pelayanan kepada nasabah, Bank Indonesia menyesuaikan ketentuan mengenai Bank Umum, termasuk Bank Umum Syariah antara lain:
·         Mempertegas aturan mengenai jaringan kantor bank yang belum diatur dalam ketentuan sebelumnya, yaitu :
o   Kantor Wilayah yaitu kantor yang membantu kantor pusat Bank melakukan fungsi administrasi dan koordinasi terhadap beberapa kantor cabang diwilayah tertentu; dan
o   Kantor Fungsional yaitu kantor Bank yang melakukan kegiatan operasional dan non operasional secara terbatas dalam satu kegiatan fungsional, antara lain loan centre.
·         menyederhanakan mekanisme pelaporan pembukaan Kantor Kas dan Kegiatan Pelayanan Kas (Kas Keliling, Payment Point, ATM, dan lainnya yang sejenis), yakni cukup dilakukan melalui Laporan Rencana Bisnis Bank (RBB). Dalam ketentuan sebelumnya, pelaporan dilakukan setiap kali bank akan membuka kantor-kantor tersebut;
·         prosedur peningkatan/penurunan status kantor disederhanakan tanpa melalui proses tutup/buka kantor;
·         kepemilikan saham Bank oleh Pemegang Saham Pengendali dilarang digadaikan atau dijaminkan kepada pihak lain.


2.      Untuk lebih memperkuat sistem perbankan nasional di tengah-tengah kondisi krisis global yang masih berlangsung, maka beberapa hal yang akan ditempuh:

a.       Memperpanjang masa transisi penerapan risiko operasional dalam perhitungan kecukupan modal dalam rangka Basel II. Bank Indonesia mengambil kebijakan untuk memperpanjang masa transisi penerapan risiko operasional dalam perhitungan kecukupan modal dalam rangka Basel II dari semula direncanakan dilakukan pada tahun 2009 secara keseluruhan menjadi diterapkan secara bertahap, dengan perhitungan beban modal berdasarkan prosentase terhadap rata-rata pendapatan bruto positif tahunan selama tiga tahun terakhir, sebagai berikut:
·         5% sejak tanggal 1 Januari 2010 sampai dengan 30 Juni 2010;
·         10% sejak tanggal 1 Juli 2010 sampai dengan 31 Desember 2010;
·         15% sejak tanggal 1 Januari 2011.

b.       Meningkatkan transparansi kondisi keuangan Bank dan laporan keuangan Bank.
Sebagai tindak lanjut keputusan DSAK yang menunda pemberlakukan PSAK No. 50 (Revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan, dan PSAK No. 55 (Revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, dari sejak 1 Januari 2009 menjadi sejak 1 Januari 2010, Bank Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran mengenai pemberlakuan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) 2008. PAPI merupakan acuan bagi Bank dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan sesuai PSAK dan ketentuan lain yang berlaku. Penerbitan PAPI dilakukan lebih awal untuk memberi waktu bagi Bank dalam memahami dan mempersiapkan secara matang berbagai hal yang diperlukan, antara lain proses bisnis, sistem teknologi dan informasi akuntansi, serta persiapan sumber daya manusia terkait.

c.       Memperkuat manajemen risiko Bank.
Penyempurnaan manajemen risiko pada Bank diantaranya akan dilakukan melalui :
·         Ketentuan manajemen risiko terkait resiko likuiditas
Beberapa pendekatan dalam ketentuan ini diantaranya adalah :
o   Keterlibatan Direksi Bank dalam perumusan kebijakan dan pengawasan pelaksanaannya (Awereness and Oversight)
o   Kebijakan-kebijakan terkait dengan penentuan limit dalam kerangka pengelolaan likuiditas.
o   Pelaksanaan proses manajemen risiko (identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian).
o   Dukungan sistem infomasi manajemen likuiditas.
o   Kewajiban untuk melakukan stress test, menyusun early warning system, dan contigency plan

·          Ketentuan Manajemen Risiko, khususnya terkait dengan Produk dan Aktivitas Baru Bank.
Dalam ketentuan yang berlaku selama ini, Bank wajib :
o   Melaporkan produk dan aktivitas baru 7 (tujuh) hari setelah efektif. Hal tersebut berlaku pula untuk penambahan fitur pada produk lama yang meningkatkan potensi risiko pada Bank.
o   Melampirkan bukti-bukti yang menunjukkan kesiapan Bank (misalnya Analisis Risiko, kesiapan SOP, SDM, dan Sistem Pendukung). Perubahan-perubahan yang akan dilakukan mencakup antara lain:
o   Bank wajib mengajukan permohonan persetujuan kepada Bank Indonesia sebelum berlaku efektif untuk setiap produk dan aktivitas baru Bank (termasuk kegiatan keagenan offshore product).
o   Untuk produk bank yang merupakan structured product dan produk derivatif, diperlukan kualifikasi dan persyaratan bagi bank yang diperkenankan melaksanakan kegiatan bisnis tersebut, serta hanya diperkenankan bagi nasabah yang memahami produk tersebut (sophisticated costumers). Selain itu bank juga wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.10/37/PBI/2008 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah .
o   Bank wajib melaporkan aktivitas Offshore Product dan Structured Product secara berkala.

d.       Menyempurnakan aturan yang terkait dengan merger, konsolidasi dan akuisisi
Dalam rangka mendukung konsolidasi perbankan nasional, maka bagi Bank yang melakukan merger melalui 2 (dua) tahap, yaitu melalui akuisisi dilanjutkan dengan proses merger, proses perizinannya dipersingkat, berupa:
·         pengumuman akuisisi dan merger bisa digabung (1 kali proses);
·         persyaratan administrasi yang dilakukan hanya satu kali;
·         Fit & Proper hanya dilakukan terhadap pihak – pihak yang belum melalui F&P (jika di tahap akuisisi telah dilakukan F&P, maka pada tahap merger tidak perlu lagi F&P).

e.       Menyediakan fasilitas transaksi USD repurchase agreement bank kepada Bank Indonesia
Dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dalam situasi krisis global saat ini, salah satu upaya Bank Indonesia adalah mendorong tersedianya pasokan valuta asing di pasar domestik, dimana bank yang memiliki Government of Indonesia Bonds dalam valuta asing dapat me-repo-kannya kepada Bank Indonesia dengan jangka waktu 1 bulan.


3.      Untuk mendukung arah kebijakan Bank Indonesia tersebut diatas, maka secara internal Bank Indonesia juga melakukan langkah-langkah yang terkait dengan penguatan penerapan Risk Based Supervision melalui :
·         penyempurnaan Prinsip Memahami Bank (PMB)
·         peningkatan kualitas rekomendasi pengawasan bank melalui pembentukan Panel Expert.
·         penyempurnaan sistem deteksi dini dan peningkatan kemampuan pengawas dalam pemantauan likuiditas bank.
Selain itu peningkatan peran Kantor Bank Indonesia Koordinator dalam pengawasan bank di wilayah kerjanya


ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA

Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk,  dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan.   Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan.  Peluncuran API tersebut tidak terlepas pula dari upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan Inpres No. 5 Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut.

Bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan API selama dua tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan program-program kegiatan yang tercantum dalam API.  Penyempurnaan program-program kegiatan API tersebut tidak terlepas pula dari perkembangan-perkembangan yang terjadi pada perekonomian nasional maupun internasional.  Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut antara lain mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh terkait Bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta  pengembangan UMKM.

 


PROGRAM PENGUATAN STRUKTUR PERBANKAN NASIONAL (PILAR 1)

"Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan" (pilar 1)

Program ini bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan syariah) dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha maupun risiko, mengembangkan teknologi informasi, maupun meningkatkan skala usahanya guna mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan. Implementasi program penguatan permodalan bank dilaksanakan secara bertahap.  Upaya peningkatan modal bank-bank tersebut dapat dilakukan dengan membuat business plan yang memuat target waktu, cara dan tahap pencapaian.
Cara pencapaiannya melalui:
1.         Penambahan modal baru baik dari shareholder lama maupun investor baru;
2.         Merger dengan bank (atau beberapa bank) lain untuk mencapai persyaratan modal minimum baru;
3.         Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal;
4.         Penerbitan subordinated loan
Dalam waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan program peningkatan permodalan tersebut diharapkan akan mengarah pada terciptanya struktur perbankan yang lebih optimal, yaitu terdapatnya:
·         2 sampai 3 bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan untuk beroperasi di wilayah internasional serta memiliki modal di atas Rp50 triliun;
·         3 sampai 5 bank nasional yang memiliki cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp10 triliun sampai dengan Rp50 triliun;
·         30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank-bank tersebut memiliki modal antara Rp100 miliar sampai dengan Rp10 triliun;
·         Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang memiliki modal di bawah Rp100 miliar.



Secara keseluruhan, struktur perbankan Indonesia dalam kurun waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan diharapkan akan terbentuk sebagaimana digambarkan sebagai berikut:


Tahapan Program Penguatan Struktur Perbankan Nasional

No
 Kegiatan (Pilar I)
 Periode Pelaksanaan
1.




Memperkuat permodalan Bank


a.Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum konvensional maupun syariah (termasuk BPD) menjadi Rp80 miliar

b.Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum konvensional maupun syariah (termasuk BPD) menjadi Rp100 miliar

c.Mempertahankan persyaratan modal disetor minimum Rp3 triliun untuk pendirian bank umum konvensional sampai dengan 1 Januari 2011

d.Menetapkan persyaratan modal disetor minimum Rp1 triliun untuk pendirian bank umum syariah

e.Menetapkan persyaratan modal sebesar Rp500 miliar bagi bank umum syariah yang berasal dari spin off Unit Usaha Syariah.

f..Mempercepat batas waktu pemenuhan persyaratan minimum modal disetor BPR yang semula tahun 2010 menjadi tahun 2008


2007


2010

2004-2010


2005


2006


2008

2.
Memperkuat daya saing dan kelembagaan BPR dan BPRS.

a.Meningkatkan linkage program antara bank umum dengan BPR

b.Implementasi program aliansi strategis lembaga keuangan syariah dengan BPRS melalui kemitraan strategis dalam rangka pengembangan UMKM

c.Mendorong pendirian BPR dan BPRS di luar Pulau Jawa dan Bali

d.Mempermudah pembukaan kantor cabang BPR dan BPRS bagi yang telah memenuhi persyaratan

e.Memfasilitasi pembentukan fasilitas jasa bersama untuk BPR dan BPRS (termasuk Lembaga APEX )


2007

2007


2006-2007

2004-2006


2006-2007
3.
Meningkatkan akses kredit dan pembiayaan UMKM

a.Memfasilitasi pembentukan dan monitoring skim penjaminan kredit dan pembiayaan

b.Mendorong perbankan untuk meningkatkan pembiayaan kepada UMKM khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan di daerah perdesaan

c.Meningkatkan akses pembiayaan syariah bagi UMKM dengan pengembangan skema jaminan bagi pembiayaan syariah

d.Mendorong bank-bank syariah untuk meningkatkan porsi pembiayaan berbasis bagi hasil


2004-2007


2004-2009

2010

2010




PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PENGATURAN PERBANKAN (PILAR 2)

"Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional" (pilar 2)

Program ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengaturan serta memenuhi standar pengaturan yang mengacu pada international best practices. Program tersebut dapat dicapai dengan penyempurnaan proses penyusunan kebijakan perbankan serta penerapan 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision secara bertahap dan menyeluruh. Dalam jangka waktu lima tahun ke depan diharapkan Bank Indonesia telah sejajar dengan negara-negara lain dalam penerapan international best practices termasuk 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Dari sisi proses penyusunan kebijakan perbankan diharapkan dalam waktu dua tahun ke depan Bank Indonesia telah memiliki sistem penyusunan kebijakan perbankan yang efektif yang telah melibatkan pihak-pihak terkait dalam proses penyusunannya.

No
 Kegiatan (Pilar 2)
 Periode Pelaksanaan
1.




Memformalkan proses sindikasi dalam membuat kebijakan perbankan

a.Melibatkan pihak III dalam setiap pembuatan kebijakan perbankan
b.Membentuk panel ahli perbankan
c.Memfasilitasi pembentukan lembaga riset perbankan di daerah tertentu maupun pusat


2004
2004
2006
2.



Implementasi secara bertahap international best practices
a.25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision
b.Basel II
c.Islamic Financial Service Board (IFSB) bagi bank syariah


2004-2013
Mulai 2008
2005-2011



PROGRAM PENINGKATAN FUNGSI PENGAWASAN (PILAR 3)

"Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko"

Program ini bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektivitas pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal ini dicapai dengan peningkatkan kompetensi pemeriksa bank, peningkatan koordinasi antar lembaga pengawas, pengembangan pengawasan berbasis risiko, peningkatkan efektivitas enforcement, dan konsolidasi organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia. Dalam jangka waktu dua tahun ke depan diharapkan fungsi pengawasan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia akan lebih efektif dan sejajar dengan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas pengawas di negara lain.

Tahapan Program Peningkatan Fungsi Pengawasan

No
Kegiatan (Pilar 3)

Periode Pelaksanaan
1.

Meningkatkan koordinasi dengan lembaga pengawas lain


a. Membuat MoU dengan lembaga pengawas lembaga keuangan lain dalam rangka peningkatan efektifitas pelaksanaan pengawasan bank dan pemantauan SSK.


2004-2006
2.

Melakukan reorganisasi sector perbankan di Bank Indonesia


a.Menyempurnakan High Level Organization Structure (HLOS) Sektor Perbankan Bank Indonesia

b.Mengkonsolidasikan satker pengawasan dan pemeriksaan termasuk pembentukan Pooling Spesialist

c. Mengkonsolidasikan Direktorat Pengawasan BPR dan Biro Kredit di Bank
Indonesia termasuk mengalihkan fungsi:
· Penelitian dan pengembangan UMKM dari Biro Kredit ke Unit Khusus Pengelolaan Aset
· Pemeriksaan kredit dari Biro Kredit ke Direktorat Pengawasan Bank Umum

d. Menyempurnakan organisasi Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) untuk mengakomodasi pengalihan fungsi penjaminan BPR ke Lembaga Penjamin Simpanan serta pemindahan fungsi perizinan BPR baru dan fungsi penelitian dan pengaturan ke satuan kerja lain di Bank Indonesia

e.Menyempurnakan organisasi Direktorat Perbankan Syariah



2004-2006


2004-2006



2006-2007





2005-2006





2005-2006
3.

Menyempurnakan Infrastruktur Pendukung Pengawasan Bank


a. Meningkatkan kompetensi pengawas bank umum dan BPR baik konvensional maupun syariah antara lain melalui program sertifikasi dan attachment di lembaga pengawas internasional

b.Penyiapan SDM Pengawas Spesialis

c.Menyempurnakan IT pengawasan bank

d.Menyempurnakan sistem pelaporan BPR

e.Menyempurnakan manajemen dokumen pengawasan bank


2004-2005




2006-2007

2005-2006

2005-2007

2005-2006
4.



5.
Menyempurnakan implementasi sistem pengawasan berbasis risiko
Menyempurnakan pedoman dan alat bantu pengawasan dalam mendukung implementasi pengawasan berbasis risiko bank umum konvensional dan syariah

Meningkatkan efektivitas enforcement
a.Menyempurnakan proses investigasi kejahatan perbankan
2004-2005
b.Meningkatkan transparansi pengawasan dalam mendukung efektifitas enforcement
2006
c.Meningkatkan perlindungan hukum bagi pengawas bank
2006

2004-2005







PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS MANAJEMEN DAN OPERASIONAL PERBANKAN (PILAR 4)

"Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional"

Program ini bertujuan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG), kualitas manajemen resiko dan kemampuan operasional manajemen. Semakin tingginya standar GCG dengan didukung oleh kemampuan operasional (termasuk manajemen risiko) yang handal diharapkan dapat meningkatkan kinerja operasional perbankan. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan kondisi internal perbankan nasional menjadi semakin kuat

Tahapan Peningkatan Kualitas Manajemen dan Operasional Perbankan


No
Kegiatan (Pilar 4)

Periode Pelaksanaan
1.
Meningkatkan Good Corporate Governance
a. Menetapkan minimum standar GCG untuk bank umum konvensional dan syariah
b.Mewajibkan bank untuk melakukan self-assessment pelaksanaan GCG
c.Mendorong bank-bank untuk go public
.


2004-2007
2007

2004-2007
2.

Meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan

a.Mempersyaratkan sertifikasi manajer risiko bank umum konvensional dan syariah

b.Meningkatkan kualitas dan standar SDM BPR dan BPRS antara lain melalui program sertifikasi profesional bagi pengurus BPR dan BPRS

 


2004-2007



2005-2008

3.

Meningkatkan kemampuan operasional bank

a. Mendorong bank-bank untuk melakukan sharing penggunaan fasilitas operasional guna menekan biaya

b. Memfasilitasi kebutuhan pendidikan dalam rangka peningkatan operasional bank


2006-2008


2006-2008




               

PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PERBANKAN ( PILAR 5 )

"Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat"

Program ini bertujuan untuk mengembangkan sarana pendukung operasional perbankan yang efektif seperti credit bureau, lembaga pemeringkat kredit domestik, dan pengembangan skim penjaminan kredit. Pengembangan credit bureau akan membantu perbankan dalam meningkatkan kualitas keputusan kreditnya. Penggunaan lembaga pemeringkat kredit dalam publicly-traded debt yang dimiliki bank akan meningkatkan transparansi dan efektivitas manajemen keuangan perbankan. Sedangkan pengembangan skim penjaminan kredit akan meningkatkan akses kredit bagi masyarakat. Dalam waktu tiga tahun ke depan diharapkan telah tersedia infrastruktur pendukung perbankan yang mencukupi.
                Tahapan Program Pengembangan Infrastruktur Perbankan
               
No
Kegiatan (Pilar 5)

Periode Pelaksanaan
1.


Mengembangkan Credit Bureau

a.Melakukan inisiatif pembentukan credit bureau
a.       B. Mengembangkan Sistem Informasi Debitur untuk Lembaga Keuangan Non Bank


2004-2005
2006-2008
2.
Mendorong pengembangan pasar keuangan syariah (Islamic Financial Market)
a.                    Menyusun dan menyempurnakan peraturan pasar keuangan syariah
b.                   Menyusun peraturan yang berkaitan dengan instrument pasar keuangan syariah


2006-2010

3.
Peningkatan peran lembaga fatwa syariah dan lembaga arbitrase syariah sebagai bagian dari upaya peningkatan kepatuhan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah


2004-2010



PROGRAM PENINGKATAN PERLINDUNGAN NASABAH ( PILAR 6 )

"Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan"

Program ini bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen, peningkatan transparansi informasi produk perbankan dan edukasi bagi nasabah. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan program-program tersebut dapat meningkatkan kepercayaan nasabah pada sistem perbankan.

::             Tahapan Program Peningkatan Perlindungan Nasabah

No
Kegiatan (Pilar 6)

Periode Pelaksanaan
1.


Menyusun standar mekanisme pengaduan nasabah

a.Menetapkan persyaratan minimum mekanisme pengaduan nasabah

b.Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan ketentuan yang mengatur mekanisme pengaduan nasabah


2004-2005

2006-2010
2.
Membentuk lembaga mediasi independen
- Memfasilitasi pendirian lembaga mediasi perbankan


2004-2008

3.

Menyusun transparansi informasi produk


a.Memfasilitasi penyusunan standar minimum transparansi informasi produk bank
b.Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan ketentuan yang mengatur transparansi informasi produk



2004-2005
2006-2010

4.

Mempromosikan edukasi untuk nasabah


a.Mendorong bank-bank untuk melakukan edukasi kepada nasabah mengenai produk-produk finansial

b.Meningkatkan efektifitas kegiatan edukasi masyarakat mengenai perbankan syariah melalui Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES)



Mulai 2004


Mulai 2004


No comments: