Laba
yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan obyek pajak penghasilan.
- Jumlah Laba Kena Pajak (SPT) dihitung berdasar ketentuan dan Undang – undang yang berlaku dalam tahun fiskal yang bersangkutan
- Jumlah Laba Akuntansi (Lap. Rugi/Laba) ditentukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim.
Perbedaan
ini berakibat adanya perbedaan jumlah Pajak Penghasilan yang
diperhitungkan (menurut laba akuntansi) dengan jumlah Pajak
Penghasilan yang Terhutang (menurut SPT).
Sehingga
masalah yang timbul dalam akuntansi adalah :
# Bagaimana mengakui dan mencatat perbedaan
tersebut dalam rekening pembukuan serta menyajikan pengaruhnya dalam
Laporan Keuangan. #
Perlakuan Akuntansi Terhadap Pajak Penghasilan
Pajak
Penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan.Oleh karena
itu Pajak Penghasilan harus diasosiasikan dengan laba dimana pajak
penghasilan tersebut dikenakan atau diperhitungkan. Proses untuk
mengasosiasikan Pajak Penghasilan dengan laba dimana pajak itu
dikenakan disebut Alokasi
Pajak.
Karena
tarif Pajak Penghasilan berubah-ubah dari waktu ke waktu, maka
diperlukan suatu metode alokasi agar diperoleh kepastian dan
perlakuan yang konsisten terhadap pajak penghasilan tersebut beserta
penyajiannya dalam Laporan Keuangan.
Pada
dasarnya terdapat 3 alternatif metode alokasi pajak yang bisa
dipakai, yaitu :
- Deferred Method
Menurut
metode ini, selisih jumlah Pajak Penghasilan Terhutang (berdasar SPT)
dengan Biaya Pajak Penghasilan (berdasar laba akuntansi) dalam suatu
periode harus dicatat dan disajikan dalam Laporan Keuangan sebagai
Pajak yang
Ditangguhkan.
Jumlah Pajak yang Ditangguhkan
ditentukan berdasar tarif pajak yang berlaku pada saat terjadinya
transaksi atau item yang menyebabkan terjadinya perbedaan atau
selisih antara laba kena pajak dan laba akuntansinya.
Deffered Method berorientasi pada
Laporan Rugi – Laba dan menitik beratkan pada tercapainya proper
matching antara pendapatan dan biaya dalam periode di mana selisih
perhitungan pajak terjadi.
- Liability Method
Menurut metode ini jumlah Pajak
yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang diharapkan
akan berlaku dalam periode di mana selisih pajak akan
dikompensasikan. Perhitungan Pajak yang Ditangguhkan bersifat
tentatif yang selalu memerlukan penyesuaian pada setiap kali terjadi
perubahan tarif pajak penghasilan.
Menurut liability method, Pajak
yang Ditangguhkan harus dipandang sebagai kewajiban ekonomis untuk
Pajak yang Terhutang atau sebagai aktiva untuk Pajak yang Dibayar
Dimuka.
- Net of Tax Method
Menurut metode ini, melaporkan
Pajak yang Ditangguhkan dalam neraca tidak dibenarkan karena Biaya
Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba harus
sama dengan jumlah Pajak Penghasilan Terhutang atau pajak yang harus
dibayar untuk periode yang bersangkutan.
Selisih yang terjadi karena
adanya perbedaan laba kena pajak dan laba akuntansi tidak dibukukan
dalam suatu rekening tersendiri, tetapi ditambahkan atau dikurangkan
kepada aktiva atau hutang tertentu serta unsur pendapatan atau biaya
yang bersangkutan.
Prinsip – Prinsip Alokasi Pajak
Pada
dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib
pajak bisa mencakup dua hal :
- Interperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak
penghasilan antar periode tahun buku yang satu dengan periode-periode
tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar
periode tahun buku ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap
jumlah laba kena pajak dan laba akuntansi.
- Intraperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak
penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena adanya perbedaan
tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap-tiap komponen laba atau
pendapatan (Misal : tarif pajak untuk laba sebelum pos luar biasa
berbeda dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa.)
Karena Undang-Undang Perpajakan di Indonesia tidak
mengenal diskriminasi tarif yang diberlakukan terhadap tiap-tiap
komponen laba atau pendapatan, maka masalah Intraperiod Allocation
praktis tidak pernah dijumpai, sehingga pembahasan lebih
dititikberatkan pada masalah Interperiod Allocation.
Alokasi
Pajak Penghasilan Antar Periode Tahun Buku (Interperiod Allocation)
CONTOH KASUS
Pada
tanggal 1 Januari 1997
sebuah perusahaan membeli sebuah villa berikut tanahnya dengan harga
Rp 90.000.000,- Sebesar Rp 15.000.000,- diantaranya merupakan harga
tanahnya.
Menurut ketentuan perpajakan, bangunan villa harus
disusut berdasar metode garis lurus dengan taksiran umur 20 tahun.
Sementara kebijakan akuntansi pada perusahaan tersebut menetapkan
bahwa bangunan villa disusut berdasar metode garis lurus dengan
taksiran umur 10 tahun.
Apabila
perusahaan memperoleh pendapatan sebesar Rp 10.000.000,- dengan biaya
operasi (tidak termasuk biaya depresiasi) sebesar Rp 1.000.000,-
setiap tahun selama 20 tahun, sedang tarif pajak yang berlaku untuk
tingkat laba yang dihasilkan perusahaan pada saat itu sebesar 40 %,
maka perhitungan jumlah pajak penghasilan setiap tahun selama 20
tahun adl sbb :
Keterangan
|
Masa
10 tahun pertama
|
Masa
10 tahun berikutnya
|
||
SPT
|
Akuntansi
|
SPT
|
Akuntansi
|
|
Pendapatan
|
10.000.000
|
10.000.000
|
10.000.000
|
10.000.000
|
Biaya
Usaha
|
1.000.000
|
1.000.000
|
1.000.000
|
1.000.000
|
Biaya
Depresiasi
|
3.750.000
|
7.500.000
|
3.750.000
|
-
|
Laba
Kena Pajak
|
5.250.000
|
1.500.000
|
5.250.000
|
9.000.000
|
Pajak
Penghasilan
|
2.100.000
|
600.000
|
2.100.000
|
3.600.000
|
Tanpa
alokasi pajak penghasilan, maka besarnya pajak penghasilan yang harus
disajikan dalam laporan Rugi/Laba akan sama jumlahnya dengan Pajak
yang Terutang menurut kantor Pajak (dalam SPT), yaitu sebesar Rp
2.100.000,- per tahun, yang berlangsung selama 20 tahun.
Dengan
demikian, Laporan Rugi – Laba perusahaan akan tampak sebagai
berikut :
Laporan
Rugi – Laba Partial
(Tanpa
Alokasi Pajak Antar Periode)
|
|||
|
Masa
10 tahun
Pertama
|
|
Masa
10 Tahun
Berikutnya
|
Pendapatan
|
10.000.000
|
|
10.000.000
|
Biaya
Usaha
|
(
1.000.000)
|
|
(
1.000.000)
|
Depresiasi
Bangunan
|
(
7.500.000)
|
|
-
|
Laba
sebelum PPh
|
1.500.000
|
|
9.000.000
|
Pajak
Penghasilan
|
(
2.100.000)
|
|
(
2.100.000)
|
Laba
(Rugi) Bersih
|
600.000
|
|
6.900.000
|
|
|
|
|
Pada
tahun buku 1997
Pajak Penghasilan dicatat dengan jurnal :
Pajak
Penghasilan Rp 2.100.000,- -
Hutang
Pajak Penghasilan - Rp 2.100.000,-
Perbedaan
tarif depresiasi bangunan villa tersebut mengakibatkan Laporan
Rugi-Laba untuk masa 10 tahun pertama menunjukkan adanya kerugian
sebesar Rp 600.000,- per tahun, dan tarif pajak efektif sebesar 140 %
dari Laba sebelum Pajak.
Sedangkan
untuk 10 tahun berikutnya, di mana biaya depresiasi tidak lagi
diperhitungkan, tarif pajak efektifnya menjadi sebesar 23 % dari Laba
sebelum pajak.
Alasan Perlunya Alokasi Pajak
Tanpa
Alokasi Pajak, Laporan Perhitungan Rugi – Laba untuk Perusahaan
tersebut tidak menunjukkan jumlah yang realistis jika dibandingkan
dengan laba yang diperoleh perusahaan. Hal ini disebabkan Biaya
Depresiasi untuk tujuan akuntansi diperhitungkan atas dasar taksiran
umur bangunan selama 10 tahun, sedang untuk perhitungan pajak
penghasilan ditetapkan umur bangunan adalah 20 tahun. Sebagai
akibatnya, Pajak Penghasilan dilaporkan (dalam Laporan Rugi – Laba)
tidak sesuai dengan Laba Kena Pajaknya.
Oleh
karena itu perlu diadakan alokasi pajak antar periode agar Pajak
Penghasilan menunjukkan korelasinya dengan laba yang diperoleh
perusahaan, sehingga apliksi prosedur alokasi pajak Pada Laporan
Perhitungan Rugi – Laba perusahaan setiap tahunnya selama 20 tahun
sbb :
Laporan
Rugi – Laba Partial (Dengan Alokasi Pajak Antar Periode)
|
||||
|
Masa
10 tahun
pertama
|
|
Masa
10 tahun
Berikutnya
|
|
Pendapatan
|
10.000.000
|
|
10.000.000
|
|
Biaya
Usaha
|
(
1.000.000)
|
|
(
1.000.000)
|
|
Depresiasi
Bangunan
|
(
7.500.000)
|
|
-
|
|
Laba
sebelum Pajak
|
1.500.000
|
|
9.000.000
|
|
Pajak
Penghasilan – 40 %
|
(
600.000)
|
|
(
3.600.000)
|
|
Laba
Bersih
|
900.000
|
|
5.400.000
|
|
Dengan
alokasi pajak antar periode tidak berarti jumlah pajak yang harus
dibayar perusahaan tiap tahunnya menjadi berbeda. Pada dasarnya
perusahaan tetap diwajibkan membayar pajak Penghasilan sebesar Rp
2.100.000,- setiap tahun selama 20 tahun.
Perbandingan
kedua prosedur tersebut dilihat dari segi pengaruhnya terhadap pajak
penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba adalah sbb :
Keterangan
|
Jumlah
Pajak Penghasilan
|
||
Dibayarkan
|
Disajikan
dalam Laporan Rugi - Laba
|
||
Tanpa
Aloksi
|
Dengan
Alokasi
|
||
Masa
10 tahun Pertama :
|
|
|
|
1.
Jumlah per-tahun
|
2.100.000
|
2.100.000
|
600.000
|
2.
Jumlah selama 10 tahun
|
21.000.000
|
21.000.000
|
6.000.000
|
Masa
10 tahun Berikutnya :
|
|
|
|
1.
Jumlah per-tahun
|
2.100.000
|
2.100.000
|
3.600.000
|
2.
Jumlah selama 10 tahun
|
21.000.000
|
21.000.000
|
36.000.000
|
TOTAL
(20 tahun)
|
42.000.000
|
42.000.000
|
42.000.000
|
Prosedur Pembukuan Alokasi Pajak Antar Periode
MISAL
:
Perusahaan
melakukan setoran pajak penghasilan setiap bulan sebesar Rp 125.000,-
dimulai pada bulan Januari 1997.
Dengan demikian, sampai dengan akhir bulan Desember 1987 Pajak
Penghasilan yang sudah disetor sebesar Rp 1.375.000,- (Rp 125.000 x
11 bulan
Setoran pajak dalam bulan tertentu diperlakukan sebagai angsuran
pajak untuk bulan sebelumnya
Januari 1997
untuk Desember 1996,
Februari 1997
untuk Januari 1997,
dst)
Apabila
Pajak Penghasilan yang Terhutang untuk tahun 1997
sebesar Rp 2.100.000,- dan Pajak Penghasilan yang diperhitungkan dari
laba akuntansinya sebesar Rp 600.000,- maka jurnal yang dibuat untuk
tahun 1997
adalah sbb :
- Mencatat setoran Pajak Penghasilan bulanan (Februari – Desember 1997)
Uang muka Pajak Penghasilan Rp
125.000,- -
Kas - Rp 125.000,-
- Mencatat Pajak Penghasilan yang diperhitungkan untuk tahun 1987
Pajak Penghasilan Rp
600.000,- -
Hutang Pajak Penghasilan
- Rp 600.000,-
- Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka Pajak Penghasilan Terutang menurut SPT tahunan pada tahun 1997
Pajak Penghasilan yang
Ditangguhkan Rp 1.500.000,- -
Uang Muka Pajak Penghasilan
- Rp 1.375.000,-
Hutang Pajak Penghasilan
- Rp 125.000,-
Dalam
Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan
tampak sbb :
Pajak Penghasilan Ditangguhkan |
|||||
Tanggal
|
Uraian
|
No.
Bukti
|
Debet
|
Kredit
|
Saldo
|
31/12/1997
|
-
|
-
|
1.500.000
|
-
|
1.500.000
|
31/12/1998
|
-
|
-
|
1.500.000
|
-
|
3.000.000
|
d
s t
|
|||||
31/12/2006
|
-
|
-
|
1.500.000
|
-
|
15.000.000
|
Pada
akhir tahun 1997
rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan bersaldo debet sebesar Rp
1.500.000,- yang akan disajikan dalam neraca sebagai Aktiva
Lain-Lain. Situasi
yang demikian akan berlangsung untuk jangka waktu 10 tahun, yaitu
sampai 31 Desember 1996, sehingga pada akhir tahun 2006
tersebut rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan mempunyai saldo
Debet sebesar Rp 15.000.000,-
Untuk
masa 10 tahun berikutnya, jumlah Pajak Penghasilan yang harus
dibayarkan setiap tahunnya sama, yaitu sebesar Rp 2.100.000,-
sedangkan Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi –
Laba setiap tahunnya sebesar Rp 3.600.000,- Sehingga dengan demikian,
selama 10 tahun terakhir tersebut rekening Pajak Penghasilan yang
Ditangguhkan harus dikredit sebesar Rp 1.500.000,- setiap tahun.
Jurnal
yang dibuat perusahaan adalah sbb :
- Mencatat PPh yang diperhitungkan untuk tahun 2007
Pajak Penghasilan Rp
3.600.000,-
Hutang Pajak Penghasilan
- Rp 3.600.000,-
- Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka PPh dan PPh terutang menurut SPT tahunan dalam tahun 2007
Hutang Pajak Penghasilan Rp
2.875.000,-
Uang Muka Pajak Penghasilan
- Rp 1.375.000,-
Pajak Penghasilan yang
Ditangguhkan - Rp 1.500.000,-
Dalam
Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan
tampak sbb :
Pajak Penghasilan Ditangguhkan |
|||||
Tanggal
|
Uraian
|
No.
Bukti
|
Debet
|
Kredit
|
Saldo
|
31/12/2006
|
-
|
-
|
-
|
-
|
15.000.000
|
31/12/2007
|
-
|
-
|
|
1.500.000
|
13.500.000
|
31/12/2008
|
-
|
-
|
-
|
1.500.000
|
12.000.000
|
d
s t
|
|||||
31/12/2015
|
-
|
-
|
-
|
1.500.000
|
1.500.000
|
31/12/2016
|
-
|
-
|
-
|
1.500.000
|
-
|
Melalui
prosedur alokasi pajak yang demikian tersebut, maka pada akhir masa
kegunaan bangunan, yaitu pada akhir tahun 2016,
rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan bersaldo NIHIL
(0).
Berbagai Faktor yang Memerlukan Prosedur Alokasi Pajak Antar Periode
Ada
banyak faktor yang menyebabkan timbulnya perbedaan Pajak Penghasilan
menurut ketentuan perpajakan, dan Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasar laba akuntansi. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan
ke dalam dua kategori, yaitu :
- Perbedaan Waktu (Time Differences)
Selisih terjadi apabila terdapat
item-item dari pendapatan dan biaya yang diperhitungkan dalam
penentuan laba akuntansi untuk suatu periode, tetapi diperhitungkan
dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak untuk periode yang
berlainan.
Beberapa trransaksi yang
menyangkut perbedaan waktu tersebut antara lain :
- Pendapatan atau laba kene apajak diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak lebih awal dari pada pengakuannya dalam Laba Akuntansi.
Contoh : Pendapatan Sewa,
Royalti, Jasa, Bunga yang diterima dimuka
- Pendapatan atau laba yang diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak lebih akhir daripada pengakuannya dalam Laba Akuntansi.
Contoh :
- Laba Kotor untuk Penjualan Angsuran
- Laba Atas Kontrak Jangka Panjang (Akuntansi metode % penyelesaian, Pajak Metode Kontrak Selesai)
- Pendapatan atau hak atas laba dari investasi pada perusahaan afiliasi (Akuntansi metode equity, Pajak metode Harga Pokok)
- Biaya atau rugi yang diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak lebih awal dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi.
Contoh :
- Penggunaan metode depresiasi yang semakin berkurang jumlahnya untuk tujuan pajak, sedang untuk tujuan akuntansinya digunakan metode garis lurus,
- Penggunaan taksiran umur aktiva tetap yang lebih pendek sebagai dasar perhitungan depresiasi untuk tujuan pajak dibanding untuk tujuan akuntansinya.
- Biaya bunga selama masa konstruksi aktiva tetap yang dibebankan kepada pendapatan pada saat terjadinya transaksi untuk tujuan pajak, sedang untuk tujuan akuntansi dikapitalisasi sebagai bagian dari harga perolehan aktiva tetap ybs.
- Biaya atau rugi yang diperhitungkan lebih akhir dalam penentuan lba kena pajak dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi.
Contoh :
- Taksiran biaya garansi dan hadiah
- Taksiran rugi penurunan nilai persediaan, kontrak pembelian dengan penyerahan kemudian, kerugian piutang, dan penurunan nilai surat berharga.
- Taksiran kerugian dari klaim ganti kerugian atau kontingensi
- Perbedaan Permanen (Permanent Differences)
Selisih ini terjadi karena :
- Transaksi yang diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi tetapi tidak diakui untuk tujuan pajak
Contoh :
- Pendapatan bunga dari deposito berjangka
- Amortisasi Goodwill, amortisasi biaya pendirian
- Biaya Premi asuransi jiwa para karyawan
- Biaya kompensasi karyawan yang dikaitkan dengan program pemberian hak beli saham kepada karyawan ybs.
- Transaksi yang diakui untuk tujuan pajak, tetapi tidak diakui untuk tujuan akuntansi.
Contoh : Rugi Operasi
Selisih permanen
ini tidak pernah terkompensasikan, atau dengan kata lain, selisih
permanen tidak dibenarkan atau tidak memerlukan adanya alokasi antar
periode untuk tujuan akuntansinya. Sehingga apabila dalam suatu
periode terdapat selisih permanen, maka akan dibebankan seluruhnya
kepada periode ybs.
CONTOH :
PT GUNADARMA
melaporkan laba sebelum pajak
(Laba Akuntansi) untuk tahun 2008
s.d. 2010 sebesar Rp
5.000.000,- per tahun. Tarif pajak yang berlaku 30 %.
Informasi yang diperoleh sehubungan
dengan pajak penghasilan adalah sbb :
- Laba kotor dari penjualan angsuran pada tahun 2008 sebesar Rp 525.000,-
Laba tersebut
untuk keperluan perpajakan seharusnya diakui secara bulanan selama 18
bulan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009,
dengan jumlah yang sama setiap bulan. Sedangkan untuk keperluan
akuntansi, laba tersebut diakui seluruhnya dalam tahun buku 2008.
- Perusahaan telah mengamortisasi Biaya Pendirian sebesar masing-masing Rp 375.000,- untuk tahun 2009 dan 2010 yang ternyata tidak diperkenankan untuk tujuan perpajakan.
Rekonsiliasi yang dibuat
sehubungan dengan adanya perbedaan perhitungan antara perusahaan
dengan kantor Pajak adalah sbb :
-
Rekonsiliasi Laba Akuntansi dan Laba Kena Pajakserta Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang
200820092010Jumlah Laba Akuntansi5.000.0005.000.0005.000.000
Selisih Permanen :Amortisasi Biaya Pendirian
-
( 375.000)
( 375.000)
Selisih Temporer :Laba Kotor Penjualan Angsuran
- Jumlah mula-mula( 525.000)--- Jumlah reversing-350.000175.000
Jumlah Laba Kena Pajak
4.475.000
5.725.000
5.550.000Pajak Penghasilan Terhutang (30 %)1.342.5001.717.5001.665.000
Untuk mencatat ke dalam rekening
yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan, maka perlu dibuat suatu
perhitungan yang teliti, khususnya terhadap jumlah pajak yang
ditangguhkan.
-
Perhitungan Pajak Penghasilan dan Pajak Yang Ditangguhkan
200820092010Jumlah PPh Terhutang1.342.500 (K)1.717.500 (K)1.665.000 (K)Pengaruh selisih laba temporer thd PPh (Pajak yang ditangguhkan) ***
157.500 (K)
105.000 (D)
52.500 (D)
Pajak Penghasilan diperhitungkan1.500.000 (D)1.612.500 (D)1.612.500 (D)
*** Perhitungan :
Jumlah Selisih Laba Temporer x tarif PPh
2008
Rp 525.000 x 30 % = Rp 157.500,-
2009
Rp 350.000 x 30 % = Rp 105.000,-
2010
Rp 175.000 x 30 % = Rp 52.500,-
Atas dasar
perhitungan di atas, maka jurnal yang dibuat untuk mengakui biaya
Pajak Penghasilan adalah sbb :
Tanggal 31/12/2008
Pajak Penghasilan Rp
1.500.000,- -
Hutang Pajak Penghasilan
- Rp 1.342.500,-
Pajak Penghasilan Ditangguhkan
- RP 157.500,-
Tanggal 31/12/2009
Pajak Penghasilan Rp
1.612.500,- -
Pajak Penghasilan Ditangguhkan
Rp 105.000,- -
Hutang Pajak Penghasilan
- Rp 1.717.500,-
Tanggal 31/12/2010
Pajak Penghasilan Rp
1.612.500,- -
Pajak Penghasilan Ditangguhkan
Rp 52.500,- -
Hutang Pajak Penghasilan
- Rp 1.665.000,-
Pada
akhir tahun buku 2010,
yaitu pada saat berakhirnya masa kompensasi dari selisih temporer,
maka saldo rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan menjadi NIHIL
(0).
No comments:
Post a Comment