Sponsor

Sunday 2 September 2012

Pengertian Analisis Prilaku Terapan


Analisis Perilaku terapan  adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting  dalam bidang pendidikan: meningkatkan perilaku yang diinginkan, menggunakan dorongan (prompt) dan pembentukan (shaping), dan mengurangi perilaku yang tidak diharapkan (Alberto & Troutman, 1999). Aplikasi analisis perilaku terapan sering kali menggunakan serangkaian langkah (Hayes, 2000). Langkah ini biasanya dimulai dengan beberapa observasi umum dan kemudian menentukan perilaku sasaran spesifik yang perlu diubah, dan mengamati kondisi antesedennya. Kemudian ditentukan tujuan behavioralnya, memperkuat dan menghukum perilaku yang dipilih, melakukan program mananjemen perilaku, dan mengevaluasi kesuksesan atau kegagalan program tersebut.
 
Meningkatkan Perilaku yang Diharapkan
Lima strategi pengkondisian operan dapat dipakai untuk meningkatkan perilaku anak yang di harapkan : memilih penguat yang efektif, membuat penguatan bersifat kontingen dan tepat waktu; memilih jadwal penguatan yang terbak; mempertimbangkan penggunaan perjanjian (contracting), dan menggunakan penguatan negative secara efektif.
Memilih Penguat yang Efektif. Tak semua penguat akan sama efeknya bagi anak. Analisis perilaku terapan menganjurkan agar guru mencari tahu penguat apa yang paling baik buat anak yaknimengindividualisasikan penggunaan penguat tertentu. Untuk satu murid mungkin bisa menggunakan pujian, untuk murid lain bisa memberi kesempatan padanya untuk melakukan kegiatan yang disukainya, untuk murid lain bisa dengan membiarkan murid bermain, dan untuk anak lainnya bisa dengan mengajaknya menjelajahi internet. Untuk mencari penguat yang paling efektif bagi seorang anak, Anda bisa meneliti apa yang memotivasi anak di masa lalu (sejarah penguatan), apa yang ingind ilakukan murdi tapi tidak mudah diperolehnya, dan persepsi anak terhadap manfaat atau nilai penguat. Beberapa analis perilaku terapan merekomendasikan agar guru bertanya kepada anak tentang penguat apa yang mereka sukai (Raschke, 1981). Rekomendasi lainya adalah menggunakan penguat baru untuk mengurangi kebosanan anak. Penguat alamiah seperti pujian dan privilese, biasanya lebih dianjurkan ketimbang penguat imblan materi, seperti permen, mainan dan uang (Hall & Hall, 1998).
Penguat yang paling sering dipakai guru adalah aktivitas. Prinsip Premack, yang ditemukan oleh David Premack menyatakan bahw aaktivitas berprobabilitas tinggi dapat berfungsi sebagai penguat aktivitas berpropabilitas rendah. Prinsip Premack akan bekerja ketika guru murid SD berkata kepada muridnya, “Jika kamu selesai mengerjakan tugas menulis, kamu bisa main game di komputer” atau seorang guru berkata kepada anak didiknya, “JIka kau mau mengambil bata itu, maka kamu bisa membantu Bu Manson untuk menyiapkan camilan.” Penggunaan prinsip Premack tidak dibatasi hanya pada sat anak saja. Prinsip ini juga bisa digunakan untuk seluruh kelas. Guru bisa mengatakan kepada semua muridnya di kelas, “Jika kelas ini bisamenyerahkan PR pada hari Jum’at, kita akan mengadakan wisata minggu depan.”
Menjadikan Penguat Kontingen dan Tepat Waktu.  Agar sebuah penguat dapat efektif, guru harus memberikan hanya stelah murid melakukan perilaku tertentu. Analisis perilaku terapan seringkali menganjurkan agar guru membuat pernyataan “Jika…maka” kepada anak. Misalnya, “Hadi, apabila kamu bisa menyelesaikan soal matematika, maka kamu boleh bermain.” Ini menjelaskan pada Hadi apa yang harus dilakukannya agar memperoleh penguat itu. Analis perilaku terapan mengatkan bahwa adalah penting untuk membuat penguat itu kontingen pada perilaku anak. Artinya, anak harus melakukan suatu perilaku agar mendapatkan imbalan. Apabila hadi tidak menyelesaikan sepuluh soal matematika tapi guru mengizinkannya bermain, maka berarti tidak ada kontingensi di sini.
Penguat akan lebih efektif, jika diberikan tepat pada waktunya, sesegera mungkin setelah murid menjalankan tindakan yang diharapkan. Ini membantu anak melihat hubungan kontingensi antar imbalandan perilaku mereka. Jika anak menyelesaikan perilaku sasaran (seperti mengerjakan sepuluh soal matematika) tapi guru tidak memberikan waktu bermain pada anak sampai sore hari, maka anak itu mungkin akankesulitan membuat hubungan kontingensi.
Memilih Jadwal Penguatan Terbaik. Kebanyakan contoh kita di atas adalah penguatan berkelanjutan (continuous); artinya, anak diperkuat setiap kali dia memberi respons. Dalam penguatan berkelanjutan, anak belajar dengan cepat, namun saat penguatan dihentikan (misalnya guru tidak lagi memuji), pelenyapan juga cepat terjadi. Di kelas, jarang digunakan penguatan berkelanjutan ini. Guru dengan 25 atau 30 murid tidak bisa memuji setiap muridnya setiap kali murid memberikan respons yang tepat.
Penguatan parsial adalah memperkuat suatu respons hanya pada waktu tertentu. Skinner (1953) menyusun konsep Jadwal penguatan, yang merupakan jadwal penguatan parsial yang menentukan kapan suatu respons akan diperkuat. Empat jadwal penguatan utama adalah rasio tetap, rasio variable, rasio tetap, dan interval variable.
Pada jadwal rasio tetap, suatu perilaku diperkuat setelah sejumlah respons. Misalnya, guru dapat memuji  murid  sejumlah respons. Pada jadwal rasio variable, suatu perilaku diperkuat setelah terjadi sebuah respons, akan tetapi tidak berdasarkan pada basis yang dapat diprediksi. Misalnya, pujian guru rata-rata diberikan setelah respons kelima, tetapi pujian itu diberikan setelah respons yang benar kedua, setelah delapan lagi respons yang benar, setelah tujuh lagi respons yang benar, dan setelah tiga lagi respons yang benar.
Jadwal interval ditentukan berdasarkan jumlah waktu yang berlalu sejak terakhir diperkuat. Pada jadwal interval tetap, respons tepat pertama setelah beberapa waktu akan diperkuat. Misalnya, seorang guru memberikan pujian dua menit kemudian setelah anak  mengajukan pertanyaan yang bagus, atau memberi soal latihan setiap minggu. Pada jadwal interval variable suatu respons diperkuat setelah sejumlah variable waktu berlalu. Pada jadwal ini, guru memuji murid yang mengajukan pertanyaan yang bagus setelah tiga menit berlalu, lalu memuji lagi setelah lima belas menit berlalu, kemudian setelah tujuh menit berlalu, dan seterusnya. Memberi soal latihan pada interval yang berbeda-beda juga merefleksikan jadwal interval variable.
Apa efek penggunaan jadwal penguatan ini bagi anak?
·         Pembelajaran awal biasanya lebih cepat dengan penguatan berkelanjutan ketimbang penguatan parsial, yang berarti bahwa ketika suatu perilaku dipelajari pertama kali, penguatan berkelanjutan akan bekerja lebih baik. Tetapi, penguatan parsial menghasilkan persistensi yang lebih besar dan resistansi yang lebih besar terhadap pelenyapan (Hackenberg, 2000). Jadi, setelah satu respons dikuasai, penguatan parsial akan lebih baik ketimbang penguatn berkelanjutan.
·         Anak pada jadwal tetap menunjukkan presistensi yang lebih sedikit dan pelenyapan respons yang lebih cepat ketimbang anak pada jadwal variable. Persistensi paling tinggi ditnjukan oleh anak pada jadwal interval variable. Jadwal ini menghasilkan respons lambat dan tetap karena anak tak tahu kapan waktu menunggu akan selesai. Seperti telah disebut di muka, latihan soal pada interval yang tidak tetap adalah contoh yang baik dari jadwal interval variable. Jika guru membuat latihan soal bisa diprediksi (misalnya, setiap minggu pada hari Jum’at), anak akan menunjukkan pola siap berhenti yang menjadi cirri jadwal interval tetap. Yakni, mereka tidak akan bekerja keras dalam seminggu itu, dan baru menjelang pemberian soal mereka akan belajar. Jadi, jika tujuan anda sebagai guru adalah meningkatkan persistensi murid setelah perilaku terbentuk, jadwal variable adalah yang paling baik, terutama jadwal interval variable (Lee & Belfiore, 1997). Gambar 7.5 menunjukkan pola respons berbeda yang diasosiasikan dengan jadwal penguatan yang berbeda.


Gambar 7.5 Jadwal Penguatan dan Pola Respons yang Berbeda-beda.
Dalam gambar ini, masing-masing garis mengindikasikan penyampaikan penguatan. Perhatikan bahwa jadwal  rasio (penguatan yang dihubungkan dengan sejumlah respons) menghasilkan tingkat respons yang lebihtinggi ketimbang jadwal interval (penguatan yang dihubungkan dengan jumlah waktu yang berlalu). Prediktabilitas dari sebuah imbalan juga penting karena jadwal yang dapat diprediksi (tetap) menghasilkan tingkat respons yang lebih tinggi ketimbang jadwal yang tak dapat diprediksi (variable).

Through the Eyes of Students
“Awasi Dia, Ma”
Seorang guru grade tiga di Salem Church Elentary School di Chesterfield Country, Virginia, punya sekelompok murid yang sangat aktif dan berisik. Guru itu, Kristn Blankenship, menggunakan kombinasi penguat positif individual dan kelompok sebagai strategi manajeman.
\karena tidak punya kantin, murid makan siang di dalam kelas. Seorang ibu yang ikut makan bersama putranya, Daniel menggamit tangan Kristen untuk diajak  bicara. Sambil tersenyum ibu itu berkata bahwa Daniel baru saja berbisik kepadanya, “Awasi dia Ma. Dia itu tidak pernah berteriak tetapi dia tahu cara membuat mereka berlaku sopan.”

Menggunakan Perjanjian. Perjanjian (contracting) adalah menempatkan kontingensi penguatan dalam tulisan. Jika muncul problem dan anak tidak bertindak sesuai harapan, guru dapat merujuk anak pada perjanjian yang mereka sepakati. Analis perilaku terapan mengatakan bahwa perjanjian keals harus berisi masukan dari guru dan murid. Kontrak kelas mengandung pernyataan “Jika …maka” dan ditandatangani oleh guru dan murid, dan kemudian diberi tanggal. Guru dan murid bisa sepakat pada kontrak yang menyatakan anda setuju untuk menjadi warga yang baik dengan melakukan dan sebagai bagian dari kontrak, guru setuju untuk apabila murid berperilaku demikian. Dalam beberapa kasus, guru meminta murid lain untuk menandatangani perjanjian itu sebagai saksi.

Menggunakan Penguatan Negatif secara Efektif. Ingat  bahwa dalam penguatan negative, frekuensi respons meningkat karea respon tersebut menghilangkan stimulus yang dihindari (tidak menyenangkan) (Alberto & Troutman, 1999). Seorang guru mengatakan, “Pepeng, kamu harus duduk dan menyelesaikan tugas mengarang sebelum kamu boleh bergabung dengan murid lain untuk membuat poster.” Ini berarti dia menggunakan penguatan negative. Kondisi negative disuruh duduk saat murid lain melakukan sesuatu yang menyenangkan akan dihilangkan jika Pepeng sudah menyelesaikan tugas mengarangnya. Dalam conroh penguatan negative lain, Gustiara menghentikan perilakunya yang galak agar tidak diejek oleh teman-temannya.
Menggunakan penguatan negative memiliki sejumlah kekurangan. Kadang-kadang ketika guru  menggunakan strategi behavioral ini, anak marah, lari keluar ruang, atau mengubrak abrik barang. Hasil negative ini biasanya terjadi jika murid tidak memiliki kemampuan atau keahlian untuk melakukan apa-apa yang disuruh oleh gurunya. Kita akan mendiskusikan ini nanti.
Menggunakan Prompt dan Shaping. Dalam diskusi kit tentang pengkondisian operan di atas, kita menunjukkan bahwa diskriminasi adalah membedakan stimuli-stimuli atau kejadian-kejadian lingkungan. Murid dapat belajar memilah stimuli atau kejadian melalui penguatan diferensial. Dua strategi penguatan diferensial yang tersedia bagi guru adalah prompt dan shaping (Alberto & Troutman, 1999).
Prompt. Sebuah prompt (dorongan) adalah stimulus tambahan atau isyarat tambahan yang diberikan sebelum respons dan meningkatkan kemungkinan respon itu akan terjadi. Guru yan berdiri memegang kartu bertuliskan huruf a-d-e dan berkata “Bukan dea, tetapi …” berarti menggunakan dorongan verbal. Seorang guru seni yang menempatkan label “cat air” pada satu kumpulan lukis dan “minyak” pada alat lukis lainnya juga berarti menggunakan dorongan. Prompt membantu perilaku terus berlanjut. Setelah murid secara konsisten menunjukkan respons yang benar, maka prompt itu tidak dibutuhkan lagi.
Instruksi dapat dipakai sebagai prompt. Misalnya, saat pelajaran menggambar akanselesai, guru berkata, “Mari bersiap untuk pelajaran membaca”. Jika murid masih saja menggambar, guru bisa menambahkan, “Baiklah, letakkan gambar kalian dan ikut saya ke ruang membaca”. Beberapa prompt berbentuk petunjuk, seperti ketika guru menyuruh murid untuk berbaris “dengan tenang”. Papan bulletin biasanya menjadi lokasi untuk prompt, sering  kali menampilkan aturan kelas, tenggat waktu tugas, lokasi pertemuan, dan sebagainya. Beberapa prompt disajikan secara visual, seperti ketika guru meletakkan tangan di telinganya saat murid kurang keras bicaranya.
Shaping. Ketika guru menggunakan prompt, mereka berasumsi bahwa murid dapat melakukan perilaku yang diinginkan. Tetapi, kadang-kadang murid tidak punya kemampuan untuk melakukannya. Dalam kasus ini diperlukan shaping (pembentukan). Shaping adalah mengajari perilaku baru yang memperkuat perilaku yang mirip dengan perilaku sasaran. Pada awalnya, Anda memperkuat setiap respons yang mirip dengan  perilaku yang diharapkan. Kemudian, Anda memperkuat respons yang lebih mirip dengan perilaku sasaran, dan seterusnya sampai murid itu melakukan perilaku sasaran, dan kemudian Anda memperkuat perilaku sasaran tersebut (Chance, 2003).
Misalkan Anda punya murid yang tak pernah menyelesaikan 50 persen atau lebih dari tugas matematikanya. Anda menentukan prilaku sasarannya adalah 100 persen, tetapi anda memperkuatnya untuk perilaku yang mendekati perilaku sasaran. Anda pertama-tama memberi penguat (privilese, misalnya) jika dia menyelesaikan 60 persen, kemudian penguat akan diberikan apabila dia menyelesaikan 70 persen lalu 80 persen, lalu 90 persen, dan akhirnya 100 persen.
Misalkan anak lelaki yang pemalu. Perilaku sasarannya adalah membuatnya mau berkelompok dan berbicara dengan teman sebayanya. Pada awalnya anda perlu memperkuatnya dengan memberinya senyum di kelas. Kemudian, Anda memperkuatnya hanya jika melakukan percakapan yang lama dengan teman sebayanya. Dan terakhir, anda harus memberinya imbalan hanya jika dia melakukan perilaku sasaran,yakni bergabung dengan teman-temannya dan berbicara dengan mereka.
Shaping atau pembentukan ini bisa menjadi alat penting untuk guru di kelas karena kebanyakan murid perlu penguatan untuk mencapai tujuan belajar. Shaping bisa sangat membantu tugas belajar yang membutuhkan waktu dan persistensi untuk penyelesaiannya. Tetap, saat menggunakan shaping, perlu diingat bahwa shaping diimplementasikan hanya jika tipe penguatan positif dan prompt tidak berhasil. Selain itu, Anda juga harus bersebar. Shaping membutuhkan penguatan sejumlah langkah kecil menuju ke perilaku sasaran, dan ini mungkin memerlukan waktu yang lama.

Mengurangi Perilaku yang Tidak Diharapkan
Ketika guru ingin mengurangi perilaku yang tidak diharapkan (seperti mengejek, menganggu diskusi kelas, atau sok pintar), apa yang harus dilakukan? Analisa perilaku terapan Paul Alberto dan Anne Troutman (1999)  merekomendasikan bahwa jika guru ingin mengurangi perilaku yang tidak diharapkan, mereka harus menggunakan empat langkah berikut ini secara berurutan:
1.      Menggunakan penguatan dan diferensial
2.      Menghentikan penguatan (pelenyapan).
3.      Menghilangkan stimuli yang diinginkan.
4.      Memberikan stimuli yang tidak disukai (hukuman).
Jadi, opsi pertama adalah penguatan diferensial. Hukuman harus dipakai hanya sebagai pilihan terakhir, dan selalu harus diiringi dengan informasi perilaku yang tepat bagi anak.
Menggunakan penguatan Diferensial. Dalam penguatan diferensial, guru memperkuat perilaku yang lebih tepat atau yang tidak sesuai dengan apa yang dilakukan anak. Misalnya, guru mungkin lebih memperkuat aktivitas belajar anak di komputer ketimbang bermain game, atau memperkuat perilaku sopan, atau anak yang duduk tenang ketimbang berlarian di kelas, atau anak yang mengerjakan pekerjaan rumah tepat pada waktunya.
Menghentikan Penguatan (Pelenyapan). strategi menghentikan penguatan ini adalah menarik penguatan positif terhadap perilaku tidak tepat atau tidak pantas. Banyak perilaku tidak tepat yang secara tak sengaja dipertahankan karena ada penguatan positif terhadapnya, terutama oleh perhatian guru. Analisis perilaku terapan menunjukan bahwa ini bisa terjadi bahkan saat guru memberi perhatian pad aperilaku tidak tepat dengan menegurnya, mengancamnya, atau membentak murid. Banyak guru kesulitan untukmengetahui apakah mreka telah memberi perhatian terlalu banyak pada perilaku tidak tepat. Salah satu stragei yang bagus adalah meminta seseorang mengobservasi kelas Anda beberapa kali dan menggambarkan pol apenguatan yang Anda berikan pada murid Anda. Jika anda kemudian menyadari bahwa Anda terlalu banyak memberi perhatian pada perilaku murid yang tidak tepat, abaikan perilaku itu dan beri perhatian pada perilaku murid yang tepat. Selalu kombinasikan penghilangan perhatian pada perilaku tidak tepat dengan memberi perhatian pada perilaku yang tepat. Misalnya, ketika murid berhenti memonopoli percakapan dalam diskusi kelompok setelah Anda tidak memedulikannya, berimurid perhatian pada perilaku tepat yang dilakukan murid itu.
Menghilangkan Stimuli yang Diinginkan. Misalkan Anda mencoba dua opsi pertama, dan tenryata tidak berhasil. Opsi ketiga adalah menghilangkan stimuli yangd iinginkan murid. Dua strategi dalam opsi ini adalah time out—dan response cost.
Time out. Strategi yang paling sering dipakai guru untuk menghilangkanstimuli yang diinginkan adalah time out (atau “disetrap”). Dengan kata lain, jauhkan penglihatan positif darimurid.
Response cost. Strategi kedua ini untuk menjauhkan stimuli yang diinginkan adalah response cost, yakni menjauhkan penguat positif dari murid, seperti mencabut privilese murid. Misalnya, setelah seorang murid berperilaku salah, guru bis menyuruh anak tidak boleh istirahat saat jam istirahat tiba. Response cost biasanya menggunakan beberapa bentuk hukuman atau denda. Seperti halnya dengan time out, response cost harus diiringi dengan strategi untuk meningkatkan perilaku positif si murid.




Teaching Strategies
Menggunakan Time Out
Dalam menggunakan time out Anda punya beberapa opsi:
1.      Suruh anak tetap di kelas,tetapi  halangi anak itu mendapatkan penguatan positif. Strategiini paling sering dipakai ketika murid melakukan kesalahan kecil. Guru bisa meminta murid itu menundukkan kepala di meja selama beberapa menit atau memindahkan murid ke bangku pojok belakang sehingga murid msaih bisa melihat murid lain mendapatkan penguatan positif.
2.      Agar time out ini efektif, setting dimanamurid dijauhkan haruslah mengandung penguatan positif dan setting dimana murid ditempatkan harus tidak mengandung penguatan positif. Misalnya, jika Anda menempatkan murid di luar kelas danmurid dari kelas lain melihatnya dan berbicara dengannya, maka strategii time out ini jelas tidak berguna.
3.      Jika anda menggunakan time out, pastikan mengidentifikasi perilaku murid yang menyebabkannya dihukum. Misalnya, katakan kepada murid itu, “Pergi kamu sudah menyobek kertanya Mia, jadi sekarang kamu keluar selama lima menit.” Jangan berbantahan dngan murid atau menerima alasan darimurid agar tidak “Disetrap”. Jika perlu, ajak murid ke lokasi time out. Jika perilaku salah itu berulang, identifikasi lagi dan tempatkan murid dalam time out lagi. Jika murid mulai berteriak-teriak, menggebrak meja, dan sebagainya saat anda menilai time out, tambahkan waktu time outnya. Pastikan  keluarkan murid dari timeout setelah waktunya habis. Jangan berkomentar tentang seberapa baik murid berperilaku selama time out, cukup suruh murid kembali beraktivitas seperti biasa.
4.      Catat sesi waktu time out,terutama jika menggunakan ruangan, ini akan membantu Anda memonitor penggunaan time out secara efektif dan etis.

Menyajikan Stimuli yang Tidak Disukai (Hukuman). Kebanyakan orang mengasosiasikan presentasi stimuli yang tidak disukai (tidak menyenangkan) dengan hukuman, seperti saat guru membentak murid atau orang tua menampar anaknya. Namun, menurut definisi hukuman yang disinggung di awal bab ini, konsekuensinya haruslah mengurangi perilaku yang tidak diharapkan (Branch, 2000; Mazur, 2002). Tetapi, seringkali stimuli tidak menyenangkan in bukan hukuman efektif karena stimuli itu tidak mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dan bahkan kadang-kadang menambah perilaku yang diinginkan. Satu studi baru-baru ini menemukan bahwa ketika orangtua menggunakan tamparan untuk mendisiplinkan anak saat mereka masih berumur 4 atau 5 tahun, tamparan itu malah meningkatkan perilaku bermasalah (McLoyd & Smith, 2002).
Tipe paling umum dari stimuli yang tidak menyenangkan ini adalah guru menggunakan teguran verbal. Ini lebih efektif apabila guru dekat dengan murid, tidak dipisahkan oleh ruang, dan apabila diiringi dengan teguran nonverbal seperti muka merengut atau kontak mata (Van Houten, dkk., 1982). Teguran lebih efektif  jika dilakukan segera setelah perilaku buruk terjadi ketimbang dilakukan belakangan, dan jika dilakukan dngan langsung dan cepat. Teguran ini tidak selalu berupa bentakan dan omelan, yang justru malah menambah kebisingan kelas dan membuat guru menjadi contoh buruk bagi murid. Cukup katakan    dengan tegas “jangan lakukan itu” dan diiringi dengan kontak mata. Ini biasanya sudah cukup untuk menghentikan  perilaku yang tidak diharapkan itu. Strategi lainnya adalah memanggil murid lalu ditegur dalam ruang tersendiri, bukan di depan kelas.
Banyak Negara , seperti Swedia, telah melarang penggunaan hukuman fisik pada anak sekolah (yang biasanya dengan memukul) oleh guru atau kepala sekolah. Akan tetapi, di Amerika, 24 negara bagian masih mengizinkannya (Hyman, 1994). Satu study terbaru terhadap murid di 11 negara menemukan bahwa AS dan Kanada lebih mendukung hukuman badan ketimbang Negara lain (Curran, dkk., 2001; Hyman, Einstein, Amidon, Kay, 2001) (lihat gambar 7.6).


Negara
Nilai Mean
Kanada
Amerika Serikat
Korea Selatan
Malaysia
Inggris Raya
Finlandia
Yunani
Jerman
Spanyol
Argentina
Swedia
3,14
3,13
3,00
2,90
2,68
2,34
2,26
2,13
2,05
1,96
1,35

Gambar 7.6 Sikap Terhadap hukuman Badan di Beberapa Negara
Skala poin 5 dipakai untuk mengukur sikap terhadap hukuman badan. Skor mendekati 1 menunjukkan sikap menentang dan skor mendekati 5 menunjukkan sikap mendukung

Di AS, murid minoritas pria dari latar belakang miskin lebih sering mendapatkan hukuman fisik di sekolah. Menurut kami, hukuman fisik atas murid tidak boleh dianjurkan dalam situasi apa pun. Hukuman ini bisa bersifat abusive dan memperbesar semua problem yang diasosiasikan dengan hukuman.
Ada sejumlah problem yang berhubungan dengan penggunaan stimuli yang tidak menyenangkan (Hyman, 1997; Hyman & Snook, 1999);
·         Jika anda menggunakan hukuman berat seperti membentak atau mengomeli dengan keras, maka anda akan menjadi contoh yang pemarah dan galak saat menghadapi situasi yang menekan.
·         Hukuman bisa menimbulkan rasa takut, kemarahan, dan penghindaran. Keprihatinan Skinner terbesar adalah sebagai berikut: Hukuman mengajarkan kita cara untuk menghindari sesuatu. Misalnya, murid yang berurusan dengan guru yang suka menghukum mungkin akan menunjukkan rasa tidak suka kepada si guru dant idak mau sekolah lagi.
·         Ketika murid dihukum, mereka mungkin akan marah dan cemas sehingga tidak bisa berkonsentrasi pada tugas mereka selama beberapa waktu setelah hukuman diberikan.
·         Hukuman akan mengajari murid apa yang tidak boleh dilakukan, bukan apa yang seharusnya dilakukan. Jika Anda membuat pernyataan hukuman seperti “Jangan, itu salah”, jangan lupa beri juga dengan umpan balik positif seperti “Sebaiknya lakukan ini saja”.
·         Apa yang dimaksudkan sebagai hukuman dapat berubah menjadi penguat. Seorang murid mungkin belajar bahwa berperilaku buruk bukan hanya akan mendapat perhatian guru, tetapi juga membuatnya disegani di antara teman-teman sekelas.
Pesan terakhir adalah meluangkan waktu lebih banyak untuk memantau apa yang dilakukan murid dengan benar ketimbang apa yang mereka lakukan secara keliru (Maag, 2001). Seringkali perilaku menganggu, perilaku tidak kompeten, adalah perilaku yang mendapat perhatian guru. Sebaiknya anda mulai memantau perilaku murid yang positif yang jarang anda perhatikan dan beri perhatian pada murid yang bertindak positif.

Mengevaluasi Pengkondisian Operan dan Analisis Perilaku Terapan.
Pengkondisian operan dan analisis perilaku terapan memberi banyak kontribusi untuk praktik pengajaran (Kazdin, 2001; Martin & Pear, 2002; Purdy, dkk., 2001). Konsekuensi penguatan dan hukuman adalah bagian dari kehidupan guru dan murid. Guru memberi nilai, pujian dan teguran, senyum dan kemarahan. Mempelajari bagaimana konsekuensi ini memengaruhi murid akan bisa menambah kemampuan Anda sebagai guru. Jika dipakai secara efektif, teknik behavioral daapt membntu Anda mengelola kelas. Memperkuat perilaku tertentu dapat  memperbaiki perilaku murid dan, jika digunakan bersama dengan  time out, dapat menambah perilaku yang diinginkan dalam diri beberapa murid bandel (Charles, 2002; Kaiuffman, dkk., 2002).
Kritik terhadap pengkondisian operan dan analisis perilaku terapan mengatakan bahwa seluruh pendekatan itu terlalu banyak menekankan pada control eksternal atas perilaku murid. Mereka mengatakan bahwa strategi yang lebih baik adalah membantu murid belajar mengontrol perilaku mereka mereka sendiri dan menjadi termotivasi secara internal. Beberapa kritikus mengatakan bahwa bukan ganjaran dan hukuman yang akan mengubah perilaku, namun keyakinan atau ekspektasi bahwa perbuatan tertentu akan diberi ganjaran atau hukuman (Schunk, 2000). Dengan kata lain, teori-teori behavioral tidak memberi cukup perhatian pada proses kognitif dalam proses belajar. Para pengkritik juga menunjukkan problem etika potensial saat pengkondisian operan dipakai secara tidak tepat, seperti ketika guru langsung menghukum murid tanpa mempertimbangkan strategi penguatan lebih dahulu, atau menghukum murid tanpa memberi informasi tentang perilaku waktu menggunakan analisis perilaku terapan, mereka mungkin akan terlau focus pada perilaku murid yang bukan pada pembelajaran akademik mereka. Perilaku murid akan dibahas lebih lanjut di Bab 14, “Mengelola Kelas”.

Review & Reflect
·         Aplikasikan analisis perilaku untuk pendidikan.
Review
·         Apa analisis perilaku terapan itu?
·         Sebutkan lima cara untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan !
·         Sebutkan empat cara untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan !
·         Dalam area pembelajaran apa pengkondisian dan analisis perilaku terapan akan sangat berguna? Apa keterbatasannya?
Reflect
·         Ambil contoh Anda sendiri dalam setting pendidikan untuk masing-masing cara guna meningkatkan perilaku yang diinginkan.

No comments: