Analisis
Perilaku terapan adalah penerapan prinsip pengkondisian operan
untuk mengubah perilaku manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting dalam bidang pendidikan: meningkatkan
perilaku yang diinginkan, menggunakan dorongan (prompt) dan pembentukan (shaping),
dan mengurangi perilaku yang tidak diharapkan (Alberto & Troutman, 1999).
Aplikasi analisis perilaku terapan sering kali menggunakan serangkaian langkah
(Hayes, 2000). Langkah ini biasanya dimulai dengan beberapa observasi umum dan
kemudian menentukan perilaku sasaran spesifik yang perlu diubah, dan mengamati
kondisi antesedennya. Kemudian ditentukan tujuan behavioralnya, memperkuat dan
menghukum perilaku yang dipilih, melakukan program mananjemen perilaku, dan
mengevaluasi kesuksesan atau kegagalan program tersebut.
Meningkatkan
Perilaku yang Diharapkan
Lima strategi pengkondisian operan dapat
dipakai untuk meningkatkan perilaku anak yang di harapkan : memilih penguat
yang efektif, membuat penguatan bersifat kontingen dan tepat waktu; memilih
jadwal penguatan yang terbak; mempertimbangkan penggunaan perjanjian
(contracting), dan menggunakan penguatan negative secara efektif.
Memilih
Penguat yang Efektif. Tak semua penguat akan sama
efeknya bagi anak. Analisis perilaku terapan menganjurkan agar guru mencari
tahu penguat apa yang paling baik buat anak yaknimengindividualisasikan
penggunaan penguat tertentu. Untuk satu murid mungkin bisa menggunakan pujian,
untuk murid lain bisa memberi kesempatan padanya untuk melakukan kegiatan yang
disukainya, untuk murid lain bisa dengan membiarkan murid bermain, dan untuk
anak lainnya bisa dengan mengajaknya menjelajahi internet. Untuk mencari
penguat yang paling efektif bagi seorang anak, Anda bisa meneliti apa yang
memotivasi anak di masa lalu (sejarah penguatan), apa yang ingind ilakukan
murdi tapi tidak mudah diperolehnya, dan persepsi anak terhadap manfaat atau
nilai penguat. Beberapa analis perilaku terapan merekomendasikan agar guru
bertanya kepada anak tentang penguat apa yang mereka sukai (Raschke, 1981).
Rekomendasi lainya adalah menggunakan penguat baru untuk mengurangi kebosanan
anak. Penguat alamiah seperti pujian dan privilese, biasanya lebih dianjurkan
ketimbang penguat imblan materi, seperti permen, mainan dan uang (Hall &
Hall, 1998).
Penguat yang paling sering dipakai guru
adalah aktivitas. Prinsip Premack, yang
ditemukan oleh David Premack menyatakan bahw aaktivitas berprobabilitas tinggi
dapat berfungsi sebagai penguat aktivitas berpropabilitas rendah. Prinsip
Premack akan bekerja ketika guru murid SD berkata kepada muridnya, “Jika kamu
selesai mengerjakan tugas menulis, kamu bisa main game di komputer” atau seorang guru berkata kepada anak didiknya,
“JIka kau mau mengambil bata itu, maka kamu bisa membantu Bu Manson untuk
menyiapkan camilan.” Penggunaan prinsip Premack tidak dibatasi hanya pada sat
anak saja. Prinsip ini juga bisa digunakan untuk seluruh kelas. Guru bisa
mengatakan kepada semua muridnya di kelas, “Jika kelas ini bisamenyerahkan PR pada
hari Jum’at, kita akan mengadakan wisata minggu depan.”
Menjadikan
Penguat Kontingen dan Tepat Waktu. Agar sebuah penguat dapat efektif, guru harus memberikan hanya
stelah murid melakukan perilaku tertentu. Analisis perilaku terapan seringkali
menganjurkan agar guru membuat pernyataan “Jika…maka” kepada anak. Misalnya,
“Hadi, apabila kamu bisa menyelesaikan soal matematika, maka kamu boleh
bermain.” Ini menjelaskan pada Hadi apa yang harus dilakukannya agar memperoleh
penguat itu. Analis perilaku terapan mengatkan bahwa adalah penting untuk
membuat penguat itu kontingen pada perilaku anak. Artinya, anak harus melakukan
suatu perilaku agar mendapatkan imbalan. Apabila hadi tidak menyelesaikan
sepuluh soal matematika tapi guru mengizinkannya bermain, maka berarti tidak
ada kontingensi di sini.
Penguat akan lebih efektif, jika diberikan
tepat pada waktunya, sesegera mungkin setelah murid menjalankan tindakan yang
diharapkan. Ini membantu anak melihat hubungan kontingensi antar imbalandan
perilaku mereka. Jika anak menyelesaikan perilaku sasaran (seperti mengerjakan
sepuluh soal matematika) tapi guru tidak memberikan waktu bermain pada anak
sampai sore hari, maka anak itu mungkin akankesulitan membuat hubungan
kontingensi.
Memilih
Jadwal Penguatan Terbaik. Kebanyakan contoh kita di
atas adalah penguatan berkelanjutan (continuous); artinya, anak diperkuat
setiap kali dia memberi respons. Dalam penguatan berkelanjutan, anak belajar
dengan cepat, namun saat penguatan dihentikan (misalnya guru tidak lagi
memuji), pelenyapan juga cepat terjadi. Di kelas, jarang digunakan penguatan
berkelanjutan ini. Guru dengan 25 atau 30 murid tidak bisa memuji setiap
muridnya setiap kali murid memberikan respons yang tepat.
Penguatan parsial adalah memperkuat suatu
respons hanya pada waktu tertentu. Skinner (1953) menyusun konsep Jadwal penguatan, yang merupakan jadwal
penguatan parsial yang menentukan kapan suatu respons akan diperkuat. Empat
jadwal penguatan utama adalah rasio tetap, rasio variable, rasio tetap, dan
interval variable.
Pada jadwal
rasio tetap, suatu perilaku diperkuat setelah sejumlah respons. Misalnya,
guru dapat memuji murid sejumlah respons. Pada jadwal rasio variable,
suatu perilaku diperkuat setelah terjadi sebuah respons, akan tetapi tidak
berdasarkan pada basis yang dapat diprediksi. Misalnya, pujian guru rata-rata
diberikan setelah respons kelima, tetapi pujian itu diberikan setelah respons
yang benar kedua, setelah delapan lagi respons yang benar, setelah tujuh lagi
respons yang benar, dan setelah tiga lagi respons yang benar.
Jadwal interval ditentukan berdasarkan
jumlah waktu yang berlalu sejak terakhir diperkuat. Pada jadwal interval tetap,
respons tepat pertama setelah beberapa waktu akan diperkuat. Misalnya, seorang
guru memberikan pujian dua menit kemudian setelah anak mengajukan pertanyaan yang bagus, atau
memberi soal latihan setiap minggu. Pada jadwal
interval variable suatu respons diperkuat setelah sejumlah variable waktu
berlalu. Pada jadwal ini, guru memuji murid yang mengajukan pertanyaan yang
bagus setelah tiga menit berlalu, lalu memuji lagi setelah lima belas menit
berlalu, kemudian setelah tujuh menit berlalu, dan seterusnya. Memberi soal
latihan pada interval yang berbeda-beda juga merefleksikan jadwal interval
variable.
Apa efek penggunaan jadwal penguatan ini
bagi anak?
·
Pembelajaran awal biasanya
lebih cepat dengan penguatan berkelanjutan ketimbang penguatan parsial, yang
berarti bahwa ketika suatu perilaku dipelajari pertama kali, penguatan
berkelanjutan akan bekerja lebih baik. Tetapi, penguatan parsial menghasilkan
persistensi yang lebih besar dan resistansi yang lebih besar terhadap
pelenyapan (Hackenberg, 2000). Jadi, setelah satu respons dikuasai, penguatan
parsial akan lebih baik ketimbang penguatn berkelanjutan.
·
Anak pada jadwal tetap
menunjukkan presistensi yang lebih sedikit dan pelenyapan respons yang lebih
cepat ketimbang anak pada jadwal variable. Persistensi paling tinggi ditnjukan
oleh anak pada jadwal interval variable. Jadwal ini menghasilkan respons lambat
dan tetap karena anak tak tahu kapan waktu menunggu akan selesai. Seperti telah
disebut di muka, latihan soal pada interval yang tidak tetap adalah contoh yang
baik dari jadwal interval variable. Jika guru membuat latihan soal bisa
diprediksi (misalnya, setiap minggu pada hari Jum’at), anak akan menunjukkan
pola siap berhenti yang menjadi cirri jadwal interval tetap. Yakni, mereka
tidak akan bekerja keras dalam seminggu itu, dan baru menjelang pemberian soal
mereka akan belajar. Jadi, jika tujuan anda sebagai guru adalah meningkatkan
persistensi murid setelah perilaku terbentuk, jadwal variable adalah yang
paling baik, terutama jadwal interval variable (Lee & Belfiore, 1997).
Gambar 7.5 menunjukkan pola respons berbeda yang diasosiasikan dengan jadwal
penguatan yang berbeda.
Gambar
7.5 Jadwal Penguatan dan Pola Respons yang Berbeda-beda.
Dalam gambar ini, masing-masing garis mengindikasikan
penyampaikan penguatan. Perhatikan bahwa jadwal
rasio (penguatan yang dihubungkan dengan sejumlah respons) menghasilkan
tingkat respons yang lebihtinggi ketimbang jadwal interval (penguatan yang
dihubungkan dengan jumlah waktu yang berlalu). Prediktabilitas dari sebuah
imbalan juga penting karena jadwal yang dapat diprediksi (tetap) menghasilkan
tingkat respons yang lebih tinggi ketimbang jadwal yang tak dapat diprediksi
(variable).
Through
the Eyes of Students
“Awasi
Dia, Ma”
Seorang guru grade tiga di Salem Church
Elentary School di Chesterfield Country, Virginia, punya sekelompok murid yang
sangat aktif dan berisik. Guru itu, Kristn Blankenship, menggunakan kombinasi
penguat positif individual dan kelompok sebagai strategi manajeman.
\karena tidak punya kantin, murid makan
siang di dalam kelas. Seorang ibu yang ikut makan bersama putranya, Daniel
menggamit tangan Kristen untuk diajak
bicara. Sambil tersenyum ibu itu berkata bahwa Daniel baru saja berbisik
kepadanya, “Awasi dia Ma. Dia itu tidak pernah berteriak tetapi dia tahu cara
membuat mereka berlaku sopan.”
Menggunakan
Perjanjian. Perjanjian (contracting) adalah
menempatkan kontingensi penguatan dalam tulisan. Jika muncul problem dan anak
tidak bertindak sesuai harapan, guru dapat merujuk anak pada perjanjian yang
mereka sepakati. Analis perilaku terapan mengatakan bahwa perjanjian keals
harus berisi masukan dari guru dan murid. Kontrak kelas mengandung pernyataan
“Jika …maka” dan ditandatangani oleh guru dan murid, dan kemudian diberi
tanggal. Guru dan murid bisa sepakat pada kontrak yang menyatakan anda setuju
untuk menjadi warga yang baik dengan melakukan dan sebagai bagian dari kontrak,
guru setuju untuk apabila murid berperilaku demikian. Dalam beberapa kasus,
guru meminta murid lain untuk menandatangani perjanjian itu sebagai saksi.
Menggunakan
Penguatan Negatif secara Efektif. Ingat bahwa dalam penguatan negative, frekuensi
respons meningkat karea respon tersebut menghilangkan stimulus yang dihindari
(tidak menyenangkan) (Alberto & Troutman, 1999). Seorang guru mengatakan,
“Pepeng, kamu harus duduk dan menyelesaikan tugas mengarang sebelum kamu boleh
bergabung dengan murid lain untuk membuat poster.” Ini berarti dia menggunakan
penguatan negative. Kondisi negative disuruh duduk saat murid lain melakukan
sesuatu yang menyenangkan akan dihilangkan jika Pepeng sudah menyelesaikan
tugas mengarangnya. Dalam conroh penguatan negative lain, Gustiara menghentikan
perilakunya yang galak agar tidak diejek oleh teman-temannya.
Menggunakan penguatan negative memiliki
sejumlah kekurangan. Kadang-kadang ketika guru
menggunakan strategi behavioral ini, anak marah, lari keluar ruang, atau
mengubrak abrik barang. Hasil negative ini biasanya terjadi jika murid tidak
memiliki kemampuan atau keahlian untuk melakukan apa-apa yang disuruh oleh
gurunya. Kita akan mendiskusikan ini nanti.
Menggunakan
Prompt dan Shaping. Dalam diskusi kit tentang pengkondisian
operan di atas, kita menunjukkan bahwa diskriminasi adalah membedakan
stimuli-stimuli atau kejadian-kejadian lingkungan. Murid dapat belajar memilah
stimuli atau kejadian melalui penguatan diferensial. Dua strategi penguatan
diferensial yang tersedia bagi guru adalah prompt
dan shaping (Alberto &
Troutman, 1999).
Prompt.
Sebuah prompt
(dorongan) adalah stimulus tambahan atau isyarat tambahan yang diberikan
sebelum respons dan meningkatkan kemungkinan respon itu akan terjadi. Guru yan
berdiri memegang kartu bertuliskan huruf a-d-e dan berkata “Bukan dea, tetapi
…” berarti menggunakan dorongan verbal. Seorang guru seni yang menempatkan
label “cat air” pada satu kumpulan lukis dan “minyak” pada alat lukis lainnya
juga berarti menggunakan dorongan. Prompt membantu perilaku terus berlanjut.
Setelah murid secara konsisten menunjukkan respons yang benar, maka prompt itu
tidak dibutuhkan lagi.
Instruksi dapat dipakai sebagai prompt.
Misalnya, saat pelajaran menggambar akanselesai, guru berkata, “Mari bersiap
untuk pelajaran membaca”. Jika murid masih saja menggambar, guru bisa
menambahkan, “Baiklah, letakkan gambar kalian dan ikut saya ke ruang membaca”.
Beberapa prompt berbentuk petunjuk, seperti ketika guru menyuruh murid untuk
berbaris “dengan tenang”. Papan bulletin biasanya menjadi lokasi untuk prompt,
sering kali menampilkan aturan kelas,
tenggat waktu tugas, lokasi pertemuan, dan sebagainya. Beberapa prompt
disajikan secara visual, seperti ketika guru meletakkan tangan di telinganya
saat murid kurang keras bicaranya.
Shaping.
Ketika guru menggunakan prompt, mereka berasumsi
bahwa murid dapat melakukan perilaku yang diinginkan. Tetapi, kadang-kadang
murid tidak punya kemampuan untuk melakukannya. Dalam kasus ini diperlukan
shaping (pembentukan). Shaping adalah
mengajari perilaku baru yang memperkuat perilaku yang mirip dengan perilaku
sasaran. Pada awalnya, Anda memperkuat setiap respons yang mirip dengan perilaku yang diharapkan. Kemudian, Anda
memperkuat respons yang lebih mirip dengan perilaku sasaran, dan seterusnya
sampai murid itu melakukan perilaku sasaran, dan kemudian Anda memperkuat
perilaku sasaran tersebut (Chance, 2003).
Misalkan Anda punya murid yang tak pernah
menyelesaikan 50 persen atau lebih dari tugas matematikanya. Anda menentukan prilaku
sasarannya adalah 100 persen, tetapi anda memperkuatnya untuk perilaku yang
mendekati perilaku sasaran. Anda pertama-tama memberi penguat (privilese,
misalnya) jika dia menyelesaikan 60 persen, kemudian penguat akan diberikan
apabila dia menyelesaikan 70 persen lalu 80 persen, lalu 90 persen, dan
akhirnya 100 persen.
Misalkan anak lelaki yang pemalu. Perilaku sasarannya
adalah membuatnya mau berkelompok dan berbicara dengan teman sebayanya. Pada
awalnya anda perlu memperkuatnya dengan memberinya senyum di kelas. Kemudian,
Anda memperkuatnya hanya jika melakukan percakapan yang lama dengan teman
sebayanya. Dan terakhir, anda harus memberinya imbalan hanya jika dia melakukan
perilaku sasaran,yakni bergabung dengan teman-temannya dan berbicara dengan mereka.
Shaping atau pembentukan ini bisa menjadi
alat penting untuk guru di kelas karena kebanyakan murid perlu penguatan untuk
mencapai tujuan belajar. Shaping bisa sangat membantu tugas belajar yang
membutuhkan waktu dan persistensi untuk penyelesaiannya. Tetap, saat
menggunakan shaping, perlu diingat bahwa shaping diimplementasikan hanya jika
tipe penguatan positif dan prompt tidak berhasil. Selain itu, Anda juga harus
bersebar. Shaping membutuhkan penguatan sejumlah langkah kecil menuju ke
perilaku sasaran, dan ini mungkin memerlukan waktu yang lama.
Mengurangi
Perilaku yang Tidak Diharapkan
Ketika guru ingin mengurangi perilaku yang
tidak diharapkan (seperti mengejek, menganggu diskusi kelas, atau sok pintar),
apa yang harus dilakukan? Analisa perilaku terapan Paul Alberto dan Anne
Troutman (1999) merekomendasikan bahwa
jika guru ingin mengurangi perilaku yang tidak diharapkan, mereka harus
menggunakan empat langkah berikut ini secara berurutan:
1.
Menggunakan penguatan dan
diferensial
2.
Menghentikan penguatan
(pelenyapan).
3.
Menghilangkan stimuli yang
diinginkan.
4.
Memberikan stimuli yang tidak
disukai (hukuman).
Jadi, opsi pertama adalah penguatan
diferensial. Hukuman harus dipakai hanya sebagai pilihan terakhir, dan selalu
harus diiringi dengan informasi perilaku yang tepat bagi anak.
Menggunakan
penguatan Diferensial. Dalam penguatan diferensial,
guru memperkuat perilaku yang lebih tepat atau yang tidak sesuai dengan apa
yang dilakukan anak. Misalnya, guru mungkin lebih memperkuat aktivitas belajar
anak di komputer ketimbang bermain game, atau memperkuat perilaku sopan, atau
anak yang duduk tenang ketimbang berlarian di kelas, atau anak yang mengerjakan
pekerjaan rumah tepat pada waktunya.
Menghentikan
Penguatan (Pelenyapan). strategi menghentikan
penguatan ini adalah menarik penguatan positif terhadap perilaku tidak tepat
atau tidak pantas. Banyak perilaku tidak tepat yang secara tak sengaja
dipertahankan karena ada penguatan positif terhadapnya, terutama oleh perhatian
guru. Analisis perilaku terapan menunjukan bahwa ini bisa terjadi bahkan saat
guru memberi perhatian pad aperilaku tidak tepat dengan menegurnya,
mengancamnya, atau membentak murid. Banyak guru kesulitan untukmengetahui
apakah mreka telah memberi perhatian terlalu banyak pada perilaku tidak tepat.
Salah satu stragei yang bagus adalah meminta seseorang mengobservasi kelas Anda
beberapa kali dan menggambarkan pol apenguatan yang Anda berikan pada murid
Anda. Jika anda kemudian menyadari bahwa Anda terlalu banyak memberi perhatian
pada perilaku murid yang tidak tepat, abaikan perilaku itu dan beri perhatian
pada perilaku murid yang tepat. Selalu kombinasikan penghilangan perhatian pada
perilaku tidak tepat dengan memberi perhatian pada perilaku yang tepat.
Misalnya, ketika murid berhenti memonopoli percakapan dalam diskusi kelompok
setelah Anda tidak memedulikannya, berimurid perhatian pada perilaku tepat yang
dilakukan murid itu.
Menghilangkan
Stimuli yang Diinginkan. Misalkan Anda mencoba dua
opsi pertama, dan tenryata tidak berhasil. Opsi ketiga adalah menghilangkan
stimuli yangd iinginkan murid. Dua strategi dalam opsi ini adalah time out—dan response cost.
Time
out. Strategi yang paling sering dipakai guru untuk
menghilangkanstimuli yang diinginkan adalah time out (atau “disetrap”). Dengan kata lain, jauhkan penglihatan
positif darimurid.
Response
cost. Strategi kedua ini untuk menjauhkan stimuli
yang diinginkan adalah response cost, yakni
menjauhkan penguat positif dari murid, seperti mencabut privilese murid.
Misalnya, setelah seorang murid berperilaku salah, guru bis menyuruh anak tidak
boleh istirahat saat jam istirahat tiba. Response
cost biasanya menggunakan beberapa bentuk hukuman atau denda. Seperti
halnya dengan time out, response cost harus diiringi dengan strategi untuk
meningkatkan perilaku positif si murid.
Teaching
Strategies
Menggunakan
Time Out
Dalam menggunakan time out Anda punya
beberapa opsi:
1.
Suruh anak tetap di kelas,tetapi
halangi anak itu mendapatkan penguatan positif. Strategiini paling
sering dipakai ketika murid melakukan kesalahan kecil. Guru bisa meminta murid itu menundukkan kepala di meja selama
beberapa menit atau memindahkan murid ke bangku pojok belakang sehingga murid
msaih bisa melihat murid lain mendapatkan penguatan positif.
2.
Agar time out ini efektif, setting dimanamurid dijauhkan haruslah
mengandung penguatan positif dan setting dimana murid ditempatkan harus tidak
mengandung penguatan positif. Misalnya, jika Anda
menempatkan murid di luar kelas danmurid dari kelas lain melihatnya dan
berbicara dengannya, maka strategii time out ini jelas tidak berguna.
3.
Jika anda menggunakan time out, pastikan mengidentifikasi perilaku
murid yang menyebabkannya dihukum. Misalnya, katakan
kepada murid itu, “Pergi kamu sudah menyobek kertanya Mia, jadi sekarang kamu
keluar selama lima menit.” Jangan berbantahan dngan murid atau menerima alasan
darimurid agar tidak “Disetrap”. Jika perlu, ajak murid ke lokasi time out.
Jika perilaku salah itu berulang, identifikasi lagi dan tempatkan murid dalam
time out lagi. Jika murid mulai berteriak-teriak, menggebrak meja, dan
sebagainya saat anda menilai time out, tambahkan waktu time outnya.
Pastikan keluarkan murid dari timeout
setelah waktunya habis. Jangan berkomentar tentang seberapa baik murid berperilaku
selama time out, cukup suruh murid kembali beraktivitas seperti biasa.
4.
Catat sesi waktu time out,terutama jika menggunakan ruangan, ini akan membantu Anda memonitor penggunaan time out secara efektif
dan etis.
Menyajikan
Stimuli yang Tidak Disukai (Hukuman). Kebanyakan
orang mengasosiasikan presentasi stimuli yang tidak disukai (tidak
menyenangkan) dengan hukuman, seperti saat guru membentak murid atau orang tua
menampar anaknya. Namun, menurut definisi hukuman yang disinggung di awal bab
ini, konsekuensinya haruslah mengurangi perilaku yang tidak diharapkan (Branch,
2000; Mazur, 2002). Tetapi, seringkali stimuli tidak menyenangkan in bukan
hukuman efektif karena stimuli itu tidak mengurangi perilaku yang tidak
diinginkan dan bahkan kadang-kadang menambah perilaku yang diinginkan. Satu studi
baru-baru ini menemukan bahwa ketika orangtua menggunakan tamparan untuk
mendisiplinkan anak saat mereka masih berumur 4 atau 5 tahun, tamparan itu
malah meningkatkan perilaku bermasalah (McLoyd & Smith, 2002).
Tipe paling umum dari stimuli yang tidak
menyenangkan ini adalah guru menggunakan teguran verbal. Ini lebih efektif
apabila guru dekat dengan murid, tidak dipisahkan oleh ruang, dan apabila
diiringi dengan teguran nonverbal seperti muka merengut atau kontak mata (Van
Houten, dkk., 1982). Teguran lebih efektif jika dilakukan segera setelah perilaku buruk
terjadi ketimbang dilakukan belakangan, dan jika dilakukan dngan langsung dan
cepat. Teguran ini tidak selalu berupa bentakan dan omelan, yang justru malah
menambah kebisingan kelas dan membuat guru menjadi contoh buruk bagi murid.
Cukup katakan dengan tegas “jangan lakukan itu” dan diiringi
dengan kontak mata. Ini biasanya sudah cukup untuk menghentikan perilaku yang tidak diharapkan itu. Strategi
lainnya adalah memanggil murid lalu ditegur dalam ruang tersendiri, bukan di
depan kelas.
Banyak Negara , seperti Swedia, telah
melarang penggunaan hukuman fisik pada anak sekolah (yang biasanya dengan memukul)
oleh guru atau kepala sekolah. Akan tetapi, di Amerika, 24 negara bagian masih
mengizinkannya (Hyman, 1994). Satu study terbaru terhadap murid di 11 negara
menemukan bahwa AS dan Kanada lebih mendukung hukuman badan ketimbang Negara
lain (Curran, dkk., 2001; Hyman, Einstein, Amidon, Kay, 2001) (lihat gambar
7.6).
Negara
|
Nilai
Mean
|
Kanada
Amerika
Serikat
Korea
Selatan
Malaysia
Inggris
Raya
Finlandia
Yunani
Jerman
Spanyol
Argentina
Swedia
|
3,14
3,13
3,00
2,90
2,68
2,34
2,26
2,13
2,05
1,96
1,35
|
Gambar
7.6 Sikap Terhadap hukuman Badan di Beberapa Negara
Skala
poin 5 dipakai untuk mengukur sikap terhadap hukuman badan. Skor mendekati 1
menunjukkan sikap menentang dan skor mendekati 5 menunjukkan sikap mendukung
Di AS, murid minoritas pria dari latar
belakang miskin lebih sering mendapatkan hukuman fisik di sekolah. Menurut
kami, hukuman fisik atas murid tidak boleh dianjurkan dalam situasi apa pun.
Hukuman ini bisa bersifat abusive dan memperbesar semua problem yang
diasosiasikan dengan hukuman.
Ada sejumlah problem yang berhubungan
dengan penggunaan stimuli yang tidak menyenangkan (Hyman, 1997; Hyman &
Snook, 1999);
·
Jika anda menggunakan hukuman
berat seperti membentak atau mengomeli dengan keras, maka anda akan menjadi
contoh yang pemarah dan galak saat menghadapi situasi yang menekan.
·
Hukuman bisa menimbulkan rasa
takut, kemarahan, dan penghindaran. Keprihatinan Skinner terbesar adalah
sebagai berikut: Hukuman mengajarkan kita cara untuk menghindari sesuatu.
Misalnya, murid yang berurusan dengan guru yang suka menghukum mungkin akan
menunjukkan rasa tidak suka kepada si guru dant idak mau sekolah lagi.
·
Ketika murid dihukum, mereka
mungkin akan marah dan cemas sehingga tidak bisa berkonsentrasi pada tugas
mereka selama beberapa waktu setelah hukuman diberikan.
·
Hukuman akan mengajari murid
apa yang tidak boleh dilakukan, bukan apa yang seharusnya dilakukan. Jika Anda
membuat pernyataan hukuman seperti “Jangan, itu salah”, jangan lupa beri juga
dengan umpan balik positif seperti “Sebaiknya lakukan ini saja”.
·
Apa yang dimaksudkan sebagai
hukuman dapat berubah menjadi penguat. Seorang murid mungkin belajar bahwa
berperilaku buruk bukan hanya akan mendapat perhatian guru, tetapi juga
membuatnya disegani di antara teman-teman sekelas.
Pesan terakhir adalah meluangkan waktu
lebih banyak untuk memantau apa yang dilakukan murid dengan benar ketimbang apa
yang mereka lakukan secara keliru (Maag, 2001). Seringkali perilaku menganggu,
perilaku tidak kompeten, adalah perilaku yang mendapat perhatian guru.
Sebaiknya anda mulai memantau perilaku murid yang positif yang jarang anda
perhatikan dan beri perhatian pada murid yang bertindak positif.
Mengevaluasi
Pengkondisian Operan dan Analisis Perilaku Terapan.
Pengkondisian operan dan analisis perilaku
terapan memberi banyak kontribusi untuk praktik pengajaran (Kazdin, 2001;
Martin & Pear, 2002; Purdy, dkk., 2001). Konsekuensi penguatan dan hukuman
adalah bagian dari kehidupan guru dan murid. Guru memberi nilai, pujian dan
teguran, senyum dan kemarahan. Mempelajari bagaimana konsekuensi ini
memengaruhi murid akan bisa menambah kemampuan Anda sebagai guru. Jika dipakai secara
efektif, teknik behavioral daapt membntu Anda mengelola kelas. Memperkuat
perilaku tertentu dapat memperbaiki
perilaku murid dan, jika digunakan bersama dengan time out, dapat menambah perilaku yang
diinginkan dalam diri beberapa murid bandel (Charles, 2002; Kaiuffman, dkk.,
2002).
Kritik terhadap pengkondisian operan dan
analisis perilaku terapan mengatakan bahwa seluruh pendekatan itu terlalu
banyak menekankan pada control eksternal atas perilaku murid. Mereka mengatakan
bahwa strategi yang lebih baik adalah membantu murid belajar mengontrol
perilaku mereka mereka sendiri dan menjadi termotivasi secara internal.
Beberapa kritikus mengatakan bahwa bukan ganjaran dan hukuman yang akan
mengubah perilaku, namun keyakinan atau ekspektasi bahwa perbuatan tertentu
akan diberi ganjaran atau hukuman (Schunk, 2000). Dengan kata lain, teori-teori
behavioral tidak memberi cukup perhatian pada proses kognitif dalam proses
belajar. Para pengkritik juga menunjukkan problem etika potensial saat
pengkondisian operan dipakai secara tidak tepat, seperti ketika guru langsung
menghukum murid tanpa mempertimbangkan strategi penguatan lebih dahulu, atau menghukum
murid tanpa memberi informasi tentang perilaku waktu menggunakan analisis
perilaku terapan, mereka mungkin akan terlau focus pada perilaku murid yang
bukan pada pembelajaran akademik mereka. Perilaku murid akan dibahas lebih
lanjut di Bab 14, “Mengelola Kelas”.
Review
& Reflect
·
Aplikasikan analisis perilaku
untuk pendidikan.
Review
·
Apa analisis perilaku terapan itu?
·
Sebutkan lima cara untuk
meningkatkan perilaku yang diinginkan !
·
Sebutkan empat cara untuk
mengurangi perilaku yang tidak diinginkan !
·
Dalam area pembelajaran apa
pengkondisian dan analisis perilaku terapan akan sangat berguna? Apa
keterbatasannya?
Reflect
·
Ambil contoh Anda sendiri dalam
setting pendidikan untuk masing-masing cara guna meningkatkan perilaku yang
diinginkan.
No comments:
Post a Comment