Apakah
Transfer itu ?
Transfer
terjadi ketika seseorang mengaplikasikan pengalaman
dan pengetahuan yang dimilikinya untuk mempelajari atau memecahkan problem
dalam situasi baru (Gentile, 2000; Mayer & Wittrock, 1996). Jadi, apabila
seorang murid belajar satu konsep matematika dan kemudian menggunakan konsep
ini untukmemecahkan problem sains, maka dia telah melakukan transfer. Transfer
juga terjadi apabila murid membaca dan mempelajari konsep keadilan di sekolah
dan kemudian memperlakukan orang lain di luar sekolah secara lebih adil.
Mengajarkan transfer akan membantu murid membuat hubungan antara apa yang
mereka pelajari di sekolah dengan cara mengaplikasikannya di luar sekolah.
Tipe-tipe
transfer
Transfer dapat dikarakteristikkan sebagai
transfer dekat atau jauh dan juga sebagai transfer jalu rendah dan jalur tinggi
(Schunk, 2000).
Transfer
dekat atau jauh. Transfer dekat terjadi ketika
situasinya sama. Jika situasi belajar di kelas sama dengan situasi di mana
pembelajaran sebelumnya terjadi, maka ini disebut transfer dekat. Misalnya,
jika guru geometri mengajar murid cara membuktikan suatu konsep secara logis,
dan kemudian menguji logika murid dalamsetting yang sma dengan setting saat
mereka mempelajari konsep itu, maka ini dinamakan transfer dekat. Contoh
lainnya adalah ketika murid belajar mengetik di mesin ketik kemudian
menggunakan kemampuannya untuk mengetik keyboard komputer.
Transfer
jauh berarti transfer pembelajaran ke situasi yang
sangat berbeda dari situasi pembelajaran sebelumnya. Misalnya, apabila murid
mendapat tugas paruh waktu diperusahaan arsitektur dan mengaplikasikan apa yang
dipelajarinya di pelajaran geometri di sekolah untuk membantu arsitek
menganalisis problem spasial yang sangat berbeda dengan apa yang murid temui di
pelajaran geometri di sekolah, maka di sini terjadi transfer jauh.
Transfer
jalur rendah dan jalur tinggi. Gabriel Salomon dan
David Perkins (1989) membedakan transfer jalur rendah dan jalur tinggi. Transfer jalur rendah (low road)
terjadi ketika pengetahuan sebelumnya secara otomatis, dan biasanya secara tak
sadar, ditransfer ke situasi yang lain. Ini sering terjadi dalam keahlian yang
sering dipaktikkan di mana tidak dibutuhkan pemikiran reflektif. Misalnya,
ketika seorang pembaca yang kompeten menemui kalimat baru dalam bahasa ibu
mereka, mereka bisa membacanya secara otomatis.
Sebaliknya, transfer jalur tinggi (high road) adalah transfer yang dilakukan
dengan banyak usaha dan secara sadar. Murid secara sadar membangun hubungan
antara apa yang kini mereka pelajari dalam situsi sebelumnya dengan situasi
baru yang kini mereka hadapi. Transfer jalur tinggi dilakukandengan penuh
kesadaran, yakni murid harus menyadari apa yang mereka lakukan dan memikirkan
hubungan antarkonteks. Transfer jalur tinggi mengimplikasikan abstraksi kaidah
atau prinsip umum dari pengalaman sebelumnya dan kemudian menerapkannya ke
problem baru dalam konteks baru. Misalnya, murid mungkin belajar tentang konsep
subgoaling (menentukan tujuan perantara) di kelas matematika. Beberapa bulan
kemudian seorang murid memikirkan bagiamana subgoaling bisa membantunya
menyelesaikan tugas pekerjaan rumah yang panjang dipelajaran sejarah. Ini
adalah transfer jalur tinggi.
Salomon dan Perkins (1989) membagi transfer
jalur tinggi menjadi transfer menjangkau ke depan (forward-reaching) dan
transfer menjangkau kebelakang (backward-reaching). Transfer menjangkau kedepan terjadi
ketika murid memikirkan tentang cara mereka mengaplikasikan apa yang telah
mereka pelajari pada situasi yang baru (dari situasi sekarang, mereka melihat
“ke depan” untuk mengaplikasikan informasi ke situasi baru di depan). Agar
transfer menjangkau ke depan terjadi, murid harus mengetahui sesuatu tentang
situasi dimana mereka akan mentransfer pembelajaran. Transfer menjangkau ke belakang terjadi ketika murid melihat ke
situasi sebelumnya (situasi “lama”) untukmencari informasi yang akan membantu
mereka memecahkan problem dalam konteks baru.
Untukmemahami dengan lebihbaik dua tipe
transfer jalur tinggi ini, bayangkan seorang murid di keals bahasa Inggris. Dia
baru saja mempelajari suatu strategi menulis untukmembuat kalimat dan paragraph
menjadi menarik dan “hidup”. Murid itu mulai memikirkan bagaimana dia dapat
menggunakan strategi itu untukmenarikpembaca tahun depan, dimana dia sudah
merencanakan akan menjadi penulis untuk Koran sekolah. Ini adalah transfer
menjangkau ke depan. Sekarang misalnya seorangmurid bertugas untuk pertama
kalinya sebagai editor Koran sekolah. Dia mencoba memahami cara menyusun tata
letak halaman. Dia berpikir sebentar,dan memikirkan tentang beberapa pelajaran
geografi dan geometri yang eprnah dipelajarinya. Dia mengambil pengalaman masa
lalu sebagai masukan untukmenyusun tata letak Koran sekolah. Ini adalah
transfer menjangkau ke belakang.
Praktik cultural mungkin memengaruhi
seberapa sulit dan mudahkah transfer itu. Kotak diversity and Education
mengeksplorasi topic ini.
Salah satu model untuk strategi mengajar yang
menghasilkan generalisasi dikembangkan oleh Gary Phye (1990; Phye &
Sanders, 1994). Dia mendeskripsikan tiga
fase untuk meningkatkan transfer. Dalam fase akuisisi awal, murid tak hanya
diberi informasi tentang pentingnya strategi dan cra menggunakannya, tetapi
juga diberi kesempatan untuk berlatih menggunakanna. Dalam fase kedua yang
disebut retensi, murid mendapat lebih banyak latihan menggunakan strategi dan
mereka mengingat kembali cara menggunakan strategi itu sampai lancer. Dalam
fase ketiga, transfer, murid diberi problem baru untuk dipecahkan. Problem ini
membuat mereka harus menggunakan strategi yang sama, tetapi problemnya tampak
berbeda. Phye juga percaya bahwa motivasi adalah aspek penting dari tampak
berbeda. Phye juga percaya bahwa motivasi adalah aspek penting dari transfer.
Dia merekomendasikan agar guru meningkatkan motivasi murid dengan menunjukkan
contoh cara menggunakan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.
Diversity
& Education
Transfer
dan Praktik Kultural
Pengetahuan sebelumnya adalah pengetahuan
yang memcakup jenis pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman cultural,
seperti pengetahuan yang bersangkut paut dengan status etnis, sosioekonomi, dan
gender (National Research Council, 1999). Dalam beberapa kasus, pengetahuan
cultural ini dapat membantu pembelajaran anak dan memfasilitasi transfer namun
dalam kasus lainnya pengetahuan ini bisa jadi menghambat (Greenfield &
Suzuki, 1998).
Bagi anak dari beberapa latar belakang,
hanya ada sedikit sekali kesesuaian atau transfer antara apa yang mereka
pelajari di komunitas rumah dan apa yang diajarkan di sekolah. Mislnya
keterampilan bercerita. Anak Euro-Amerika menggunakan gaya linier yang mirip dengan gaya penjelasan linier penulisan dan
pidato yang diajarkan di kebanyakan sekolah (Lee & Slaughter- Defoe, 1995).
Ini bisa jadi berupa penceritaan serangkaian kejadian dari urutan kronologis yang
kaku. Sebaliknya, dalam beberapa kelompok etnis seperti kepulauan Asia Pasifik atau Suku Indian Amerika mereka
biasaya menggunakan gaya bahas nonlinier, holistic sirkuler saat menceritakan
suatu peristiwa. Guru dari latar belakang Euro-Amerika mungkin akan menganggap
gaya ini acak-acakan (Clark, 1993). Juga, dikalangan anak-anak
Afrika-Amerika,mereka biasanya bercerita dengan gaya nonlinier (Michaels,
1986).
Metode argumentasi dalam mendukung
keyakinan tertentu juga berbeda dari satu kultur ke kultur yang lain. Pembicara Cina lebih
suka menggunakan format penyajian bukti pendukung dahulu, kemudian disusul
maksud atau klaim utama (berbeda dengan gaya yang menggunakan kalimat topic
utama dahulu kemudian disusul dengan detail pendukung). Pendukung non-Cina
terkadang menilai gaya ii sebgai gaya “bersusah payah” (Tsang, 1989).
Guru sebaiknya tidak memandang variasi gaya
komunikasi itu sebagai gaya yang kacau ataulebih buruk ketimbang gaya
Euro-Amerika, tetapi guru lebih baik peka terhadap variasi itu dan menyadari
perbedaan kulturalnya. Ini terutama penting di sekolah dasar saat murid sedang
menjalani transisi dari lingkungan rumah ke lingkungan sekolah.
Through
the Eyes of Teachers
Menghubungkan
murid dengan komunitas untuk memberi konteks pada apa yang mereka pelajari
Myron Blosser adalah guru biologi dan guru
kehormatan di Harrisonburg (Virginia) High School. Dia adalah pelopor dalam
pembentukan Coast to Coast ’98, sebuah departemen sains di mana 22 murid dan 8
guru menghabiskan waktu 31 hari keliling taman-taman nasional dengan
menggunakan laboratorium berjalan untuk mempelajari sejarah air. Dia bekerja di
Coast to Coast 2000. Dia mengoordinasikan symposium bioteknologi setiap tahun
yang menghadirkan ilmuwan terkemuka dan murid-murid sekolah menengah di seluruh
daerah Shenandoah Valley di Virginia, Myron menyebut perannya sebagai
penghubung murid dengan komunitas untuk memberi konteks pada apa yang mereka
pelajari.
Myron
Blosser,
Guru
di Harrinsonburg High School
No comments:
Post a Comment