1916 - 2002
Robert Mills Gagne (21
Agustus 1916 s.d 28 April 2002), Gagne lahir di Andover Utara, Massachusetts.
Ia mendapatkan gelar A.B dari Universitas Yalepada tahun 1937 dan gelar Ph.D
dari Universitas Brown pada tahun 1940. Dia adalah seorang Professor dalam
bidang psikologi dan psikologi pendidikan di Connecticut College khusus wanita
(1940-1949), Universitas Negara bagian Pensylvania (1945-1946), Professor di
Departemen penelitian pendidikan di Universitas Negara bagian Florida di
Tallahasse mulai tahun 1969. Gagne juga menjabat sebagai direktur riset untuk
angkatan udara (1949-1958) di Lackland, Texas dan Lowry, Colorado. Ia pernah
bekerja sebagai konsultan dari departemen pertahanan (1958-1961) dan untuk
dinas pendidikan Amerika Serikat (1964-1966), selain itu ia juga bekerja
sebagai direktur riset pada Institut penelitianAmerika di Pittsburgh
(1962-1965). Hasil kerja Gagne memiliki pengaruh besar pada pendidikan Amerika
dan pada pelatihan militer dan industri. Gagne dan L. J. Briggs ada diantara pengembangan
awal dari teori desain sistem instruksional yang menunjukkan bahwa semua
komponen dari pelajaran atau periode instruksi dapat dianalisis dan semua
komponen yang dapat dirancang untuk beroperasi bersama-sama sebagai suatu
rencana untuk pengajaran.
2. Pokok-Pokok Teori Gagne
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk
merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat
dimodifikasi. Keterampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan
kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki Keterampilan intelektual. Guru harus
mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang
paling sederhana dilanjutnkan pada yang lebih kompleks (belajar SR, rangkaian
SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar
yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan
masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus
respon.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan
penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Belajar merupakan
suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuanpemahaman,
keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan
berbekas (Winkel, 1996 : 53).
Menurut Gagne (Dahar 1996 : 11)
belajar merupakan suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman. Sama halnya dengan definisi belajar menurut Slameto
(2003 : 2) bahwa belajar merupakan
suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku
secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman dalam berinteraksi dengan
lingkungan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar sebagai
proses yang terbentuk dari pengalaman karena adanya interaksi individu dengan
lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan pada pribadi individu tersebut.
Perubahan ini dapat berupa tingkah laku, pengetahuan, atau keterampilan.
Sedangkan perubahan yang menjadi karakteristik perilaku belajar menurut Syah
(2006 : 116) yaitu:
a. Perubahan
intensional. Perubahan yang terjadi karena proses belajar merupakan hasil dari
pengalaman yang disengaja dan disadari.
b. Perubahan
positif dan aktif. Perubahan itu harus lebih baik dari sebelumnya, bermanfaat
dan sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu perubahan tidak terjadi dengan
sendirinya melainkan terjadi karena usaha siswa sendiri.
c. Perubahan
efektif dan fungsional. Perubahan tersebut membawa pengaruh, makna dan manfaat tertentu bagi siswa.
Perubahan yang fungsional berarti relatif
menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan dapat dimanfaatkan.
Gagne (Slameto, 2003 : 22)
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari manusia terbagi menjadi lima
kategori yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal,
keterampilan motor dan sikap. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling
pokok dalam keseluruhan proses pendidikan.
Dalam suatu artikel
signifikan berjudul“ Teknologi Pendidikan dan Proses Pembelajaran” (peneliti
pendidikan, 1974), Gagne mendefinisikan instruksi sebagai “serangkaian kegiatan
yang direncanakan untuk kegiatan eksternal yang mempengaruhi proses
pembelajaran dan itu mempromosikan pendidikan”. Gagne juga dikenal untuk teori
stimulus-responnya yang muthakir dari delapan jenis pembelajaran yang
dibedakan dalam hal kualitas dan kuantitas dari respon stimulus yang mempunyai
keterkaitan. Dari yang paling mudah hingga yang paling sulit atau komplek, ini
adalah Signal Learning (Pavlovian Conditioning) Stimulus Response Learning
(operant conditioning) Chaining (Complex Operant Conditioning)
Verbal
Association, Discrimination Learning, Concept
Learning, Rule Learning, Problem Solving. Gagne berpendapat
bahwa banyak keterampilan bisa dianalisis dalam suatu perilaku hirarki yang
disebut pembelajaran hirarki. Seorang instruktur akan mengembangkan
pembelajaran hirarki untuk sesuatu yang diajarkan dengan menyatakan keahlian
untuk dipelajari sebagai perilaku tertentu dan untuk kemudian bertanya dan
menjawab pertanyaan “apa yang ingin anda ketahui tentang bagaimana cara untuk
melakukan tugas ini, setelah diberikan suatu petunjuk”. Gagne menguji Teori
pembelajaran hirarki belajar, terutama menggunakan keterampilan aritmatika
sederahana. Temuannya cenderung mendukung gagasan hirarki pembelajaran dan
menujukkan bahwa individu jarang mempelajari keterampilan yang lebih tanpa
sebelumnya tahu keahlian atau keterampilan yang lebih rendah.
Pendekatan Gagne pada
pembelajaran dan pengajaran, terutama pada pendekatan desain sistem pengajaran,
yang kadang-kadang dikritik sebagai yang paling pantas untuk kemahiran belajar
informasi dan obyek Keterampilan intellektual, tidak diragukan lagi untuk sikap
dan strategi kognitif, hasilnya tidak diragukan lagi hasil kerja Gagne
mempunyai dampak yang cukup besar pada teori dan pemikirannya di kalangan
pendidikan. Teori hirarkinya tentang langkah-langkah prasyaratan dalam
pembelajaran mempunyai banyak implikasi untuk peruntunan instruksi dan ia
merasa banyak memberikan konstribusi untuk pengembangan pendekatan ilmu
pengetahuan pada pengajaran. Dibidang bahasa Inggris, contohnya ia diijinkan
guru bahasa Inggris untuk menjabarkan keterampilan bahasa Inggris kedalam
komponen yang lebih sederahana dan untuk mengajarkan komponen ini kedalam suatu
urutan, memperkuat tanggapan yang benar dalam sepanjang perjalanan. Gagne befokus
pada instruksi sistematis yang tepat yang juga membantu meletakan dasar untuk pengajaran
individual dan sekolah akuntasi di kalangan masyarakat Amerika.
3. Hakikat Belajar
M. Gagne dalam bukunya: The Conditioning of Learning mengemukakan bahwa:
Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar
secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja.
Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam did dan keduanya
sating berinteraksi.
Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah mekanisme di mana seseorang
menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu
meliputi, skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang
diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam
tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas. Kemampuan-kemampuan tersebut
diperoleh peserta didik dari: (1) stimulus dan lingkungan, dan (2) proses
kognitif.
Menurut Gagne (1977), belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat
internal bagi setiap individu sebagai hasil transformasi rangsangan yang
berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan
(kondisi).Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan
dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan). Selain itu, dalam
usaha mengatur kondisi ekstemal diperlukan berbagai rangsangan yang dapat
diterima oleh panca indera, yang dikenal dengan nama media dan sumber belajar
(Miarso, 2004 : 245).
Pembelajaran menurut Gagne hendaknya mampu menimbulkan peristiwa belajar
dan proses kognitif. Peristiwa pembelajaran (instructional events) adalah
peristiwa dengan urutan sebagai berikut: (1) menimbulkan minat dan memusatkan
perhatian agar peserta didik siap menerima pelajaran, (2) menyampaikan tujuan
pembelajaran agar peserta didik tahu apa yang diharapkan dalam belajar itu, (3)
mengingat kembali konseplprinsip yang telah dipelajari sebelumnya yang
merupakan prasyarat, (4) menyampaikan materi pembelajaran, (5) memberikan
bimbingan atau pedoman untuk belajar, (6) membangkitkan timbulnya unjuk kerja
(merespon) peserta didik, (7) memberikan umpan balik tentang kebenaran
pelaksanaan tugas (penguatan), (8) mengukur/mengevaluasi hasil belajar, dan (9)
memperkuat retensi dan transfer belajar (Miarso, 2004 : 245-246). Teori
Robert M. Gagne, yang disebut dengan sembilan peristiwa pembelajaran (model
nine instructional events Gagne) adalah peristiwa yang dirancang oleh pendidik
(eksternal) untuk membantu proses belajar dalam diri peserta didik (internal).
Bentuk seutuhnya dari setiap peristiwa tidak harus ditetapkan untuk semua mata
pelajaran. Guru perlu mengembangkan sendiri sesuai dengan kompetensi dasar
untuk dapat membantu proses belajar peserta didik (Suciati & Irawan, 2001 :
62). Sedangkan urutannya tidak harus seperti dalam tabel di bawah ini,
demikian pula tidak semua peristiwa harus digunakan dalam satu kegiatan
pembelajaran Menurut Gagne, belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang
diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah
iaku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif (Gagne, 1968).
Lebih lanjut is menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar
menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar bersifat
kompleks.
Gagne (1985) mengkaji masalah belajar yang kompleks dan menyimpulkan
bahwa informasi dasar atau keterampilan sederhana yang dipelajari mempengaruhi
terjadinya belajar yang lebih rumit. Menurut Gagne ada lima kategori kemampuan
belajar, yaitu:
1.
Keterampilan
intelektual atau kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya
melalui penggunaan lambang.
Keterampilan itu meliputi:
- Asosiasi dan mata rantai (menghubungkan suatu lambang dengan suatu fakta atau kejadian,
- Diskriminasi (membedakan suatu lambang dengan lambang lain),
- Konsep (mendefinisikan suatu pengertian atau prosedur),
- Kaidah (mengkombinasikan beberapa konsep dengan suatu cara),
- Kaidah lebih tinggi (menggunakan berbagai kaidah dalam memecahkan masalah;
2.
Strategi/siasat
kognitif yaitu keterampilan peserta didik untuk mengatur proses internal
perhatian, belajar, ingatan, dan pikiran;
3.
Informasi
verbal yaitu kemampuan untuk mengenal dan menyimpan nama atau istilah, fakta,
dan serangkaian fakta yang merupakan kumpulan pengetahuan;
4.
Keterampilan
motorik yaitu keterampilan mengorganisasikan gerakan sehingga terbentuk
keutuhan gerakan yang mulus, teratur, dan tepat waktu; dan
5.
Sikap
yaitu keadaan dalam diri peserta didik yang mempengaruhi (bertindak sebagai
moderator atas) pilihan untuk bertindak. Sikap ini meliputi komponen afektif
(emosional), aspek kognitif, dan unjuk perbuatan (Miarso, 2004 :
551).
Selanjutnya, Gagne mengatakan bahwa untuk dapat memperoleh dan menguasai
kelima kategori kapabilitas tersebut dengan sebaikbaiknya ada sejumlah kondisi
yang perlu diperhatikan oleh para pendidik. Ada kondisi belajar internal, yang
timbul dari memori peserta didik sebagai hasii dari belajar sebelumnya, dan ada
sejumlah kondisi eksternal ditinjau dari peserta didik. Kondisi eksternal ini
bila diatur dan dikelola dengan baik merupakan usaha untuk membelajarkan.
Misalnya pemanfaatan atau penggunaan berbagai media dan sumber belajar.
Gagne mengelompokan jenis media pembelajaran menjadi tujuh macam, yaitu 1) benda untuk
didemonstrasikan, 2) komunikasi
lisan, 3) media cetak, 4) gambar diam, 5) gambar gerak, 6) film bersuara, dan 7) mesin belajar. Ketujuh
kelompok media ini dikaitkan dengan kemampuan memenuhi fungsi menurut tingkat
hirarki belajar yang dikembangkannya (Sadiman, dkk, 1986 : 23).
Berdasarkan kondisi internal dan eksternal ini, Gagne menjelaskan
bagaimana proses belajar itu terjadi. Model proses belajar yang dikembangkan
Gagne didasarkan pada teori pemrosesan informasi, yaitu sebagai berikut:
1. Rangsangan
yang diterima panca indra akan disalurkan ke pusat syaraf dan diproses sebagai
informasi.
2. Informasi
dipilih secara selektif, ada yang dibuang, ada yang disimpan dalam memori
jangka pendek, dan ada yang disimpan dalam memori jangka panjang.
3. Memori-memori
ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan dapat diungkap
kembali setelah dilakukan pengolahan.
Hasil penelitian Gagne tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses
belajar manusia menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai
dari identifikasi konsep hirarki belajar (learning
hierarchies) yaitu uruturutan kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta
didik agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks. Misalnya satu standar kompetensi
diajarkan
mandahului standar kompetensi lainnya.
mandahului standar kompetensi lainnya.
Pada dasarnya, pengetahuan
yang lebih sederhana harus
dikuasai peserta didik terlebih dahulu dengan balk agar is dapat dengan mudah
mempelajari pengetahuan yang lebih rumit (komplek). Pertanyaan yang sering
muncul adalah mengapa suatu standar kompetensi harus diajarkan mendahului
standar kompetensi lainnya? Atas
dasar apa penentuan itu? Apakah hanya didasarkan pada kata hati para guru dan
pakar saja? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Gagne memberikan alasan
pemecahan dan pengurutan materi pembelajaran dengan selalu menanyakan
pertanyaan ini: “Pengetahuan
apa yang lebih dahulu harus dikuasai peserta didik agar ia berhasil”.
Implikasi konsep hirarki belajar dalam pembelajaran adalah perlunya
melakukan analisis instruksional yaitu proses menjabarkan perilaku umum mendasi
perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis. Dari susunan ini
akan kelihatan kedudukan atau susunan perilaku khusus mana yang dilakukan lebih
dahulu dari perilaku yang lain karena kedudukannya sebagai perilaku prasyarat,
perilaku yang menurut urutan gerak fisik berlangsung lebih dahulu, perilaku
yang menurut proses psikologis muncul lebih dahulu atau secara kronologis
terjadi lebih awal. Dengan melakukan analisis instruksional akan tergambar
susunan perilaku khusus dari yang paling awal atau sederhana sampai dengan yang
paling akhir atau komplek (Suparman, 2004
: 99). Misalnya dalam belajar Matematika,
Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang dilakukan secara prosedural atau
hirarkis. Kedelapan tipe belajar tersebut, yaitu:
1. belajar
sinyal (signal learning),
2. belajar
stimulus respon (stimulus response
learning),
3. belajar
merangkai tingkah laku (behavior chaining
learning),
4. belajar
asosiasi verbal (verval chaining
learning),
5. belajar
diskrim inasi (discrimination learning),
6. belajar
konsep (concept learning),
7. belajar
aturan atau kaidah (rule learning),
dan
8. belajar
memecahkan masalah (problem solving
learning).
Hirarki belajar empat tipe pertama disebut sebagai tipe belajar sederhana (simple type of learning), sedangkan empat tipe terakhir disebut
tipe belajar hipotetik deduktif (deductive
hypothetic learning) (Hamzah B. Uno, 2007 : 131). Kedelapan
tipe belajar ini disusun berdasarkan pada hasil belajar yang diperoleh, dan
bukan proses belajar yang dilalui
peserta didik untuk sampai pada hasil itu. Selain itu, Gagne mencoba untuk
menempatkan kedelapan tipe belajar itu dalam suatu urutan hirarkis, yaitu tipe
belajar yang satu menjadi dasar atau landasan tipe belajar berikutnya. Artinya
tipe belajar yang satu harus dikuasai terlebih dahulu, sebelum peserta didik
mampu menguasai tipe belajar berikutnya. Dengan demikian peserta didik yang
tidak menguasai. tipe belajar yang mendahului, akan mengalami kesulitan dalam
menguasai tepe belajar yang lebih atas.
Selanjutnya, Gagne menambahkan empat
tipe belajar pertama (no. 1 s.d 4) kurang relevan untuk belajar di
sekolah, sedangkan empat tipe kedua (no. 5 s.d 8) lebih menonjolkan pada
belajar bidang kognitif yang memang diutamakan di sekolah (Winkel, 2005 :
100-101). Untuk lebih jelasnya, kedelapan tipe belajar ini disajikan
dalam tabel berikut:
Bagan 1 – Delapan Tipe Belajar
No.
|
Tipe
Belajar
|
Hasil
Belajar
|
Contoh
Prestasi
|
1.
|
Belajar sinyal
(signal learning)
|
Memberikan reaksi
pada perangsang (S-R)
|
Guru sejarah yang
galak ditakuti siswa-siswa
tidak senang pada sejarah.
|
2.
|
Belajar stimulus
respon (stimulus response learning)
|
Memberikan reaksi
pada perangsang (S- R)
|
Guru memuji
tindakan siswa -
cenderung siswa mengulang.
|
3
|
Belajar merangkai
tingkah laku (behavior chaining learning)
|
Menghubungkan
gerakan yang satu dengan yang lain
|
Membuka pintu
mobil-duduk kontrol
persenelling-menghidupkan mesin-mene-kan kopling-pasang perseneling1-
menginjak gas
|
4
|
Belajar asosiasi
verbal (verbal chaining learning)
|
Memberikan reaksi
verbal pada stimulus-/perangsang.
|
Nomor teleponmu?
(021) 617812
|
5
|
Belajar
diskriminasi (discrimination
learning)
|
Memberikan reaksi
yang berbeda pada stimulus- stimulus yang mempunyai kesamaan.
|
Menyebutkan merek
mobil-mobil yang lewat di jalan
|
6
|
Belajar konsep
(concept learning)
|
Menempatkan
obyek-obyek dalam kelompok tertentu
|
Manusia, ikan paus,
kera, anjing adalah mahkluk menyusui.
|
7
|
Belajar kaidah
(rule learning)
|
Menghubungkan
beberapa konsep
|
Benda yang bulat
berguling pada alas yang miring.
|
8
|
Belajar memecahkan
masalah (problem solving)
|
Mengembangkan
beberapa kaidah menjadi prinsip pemecahan masalah.
|
Menemukan cara
memperoleh energi dari tenaga atom, tanpa mencemarkan lingkungan hidup.
|
Dengan demikian, ada beberapa prinsip pembelajaran dari teori Gagne,
yaitu antara lain berkaitan dengan: (a) perhatian dan motivasi belajar peserta
didik, (b) keaktifan belajar dan keterlibatan langsung/pengalaman dalam
belajar, (c) pengulangan belajar, (d) tantangan semangat belajar, (e) pemberian
balikan dan penguatan belajar, serta (f) adanya perbedaan individual dalam
perilaku belajar. Selain itu, yang terpenting menurut Gagne adalah penciptaan
kondisi belajar, termasuk lingkungan belajar, khususnya kondisi yang berbasis
media, yaitu meliputi jenis penyajian yang disampaikan kepada peserta didik
dengan penjadwalan, pengurutan dan pengorganisasiannya (Gagne, 1990 :
3). Semua ini akan berpengaruh atau berimplikasi pada pengembangan Pusat
Sumber Belajar (PSB) atau Learning Resource Center (LRC).
Selain itu, teori pembelajaran Gagne menekankan pada prosedur
pembelajaran yang telah terbukti berhasil meningkatkan kualitas pembelajaran
yaitu:
1. Belajar
merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individu, yang merubah stimuli
yang datang dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi yang
selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka
panjang. Hasil-hasil belajar ini memberikan kemampuan melakukan berbagai
penampilan;
2. Kemampuan
yang merupakan hasif belajar ini dapat dikategorikan bersifat praktis dan
teoritis.
3. Peristiwa-peristiwa
di dalam pembelajaran yang mempengaruhi proses belajar dapat dikelompokkan ke
dalam kategori umum, tanpa memperhatikan hasil belajar yang diharapkan. Namun
tiap-tiap hasil belajar memerlukan adanya peristiwa-peristiwa khusus untuk
dapat terbentuk (Gagne, 1985).
Dari uraian di atas tampak bahwa teori pembelajaran merupakan suatu
kumpulan prinsip yang terintegrasi dan memberikan deskripsi (petunjuk) untuk mengatur
kondisi agar peserta didik mudah belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Prinsip-prinsip pembelajaran dapat diterapkan dalam pembelajaran tatap muka di
kelas maupun pembelajaran
terbuka/jarak jauh, pembelajaran terprogram, dan lain-lain. Teori pembelajaran juga memberi
arahan dalam memilih metode pembelajaran yang paling tepat untuk suatu
pembelajaran tertentu.
4. Kondisi Pendukung Dalam Proses Belajar Efektif
Kesempatan untuk
belajar harus dapat dinikmati oleh setiap anggota masyarakat, dalam rangka
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan zaman. Oleh karena itu layanan pendidikan harus dapat menjangkau
seluas mungkin seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat seharusnya dapat belajar
secara mudah kapan saja, di mana saja, dari siapa saja, dan mengenai apa saja.
Belajar tidak hanya dilakukan oleh dan untuk individu, melainkan oleh dan
untuk kelompok, bahkan oleh organisasi secara keseluruhan. Belajar itu ada di
mana saja, kapan saja dan pada siapa saja, mengenai apa saja, dengan cara dan
sumber apa saja yang sesuai dengan kondisi dan keperluan atau kebutuhan
(Miarso, 2004 : 193-194).
Konsep belajar sebagai suatu upaya atau proses perubahan tingkah laku
seseorang sebagai akibat interaksi individu yang bersangkutan dengan berbagai
sumber belajar yang ada di sekitarnya. Salah satu tanda seseorang telah belajar
adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku
tersebut meliputi perubahan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor),
dan nilai sikap (afektif). Dengan demikian, belajar adalah proses orang
memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap (Gredler, 1994 :
1). Proses belajar pada hakekatnya terjadi dalam diri individu yang
bersangkutan, walaupun prosesnya berlangsung dalam kelompok, bersama orang
lain.
Belajar merupakan suatu proses pribadi yang tidak harus dan atau
merupakan akibat kegiatan mengajar. Guru melakukan kegiatan mengajartidak
selalu diikuti terjadinya kegiatan belajar pada peserta didik. Sebaliknya,
peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar tanpa harus ada guru yang
mengajar. Namun dalam kegiatan belajar peserta didik ini ada kegiatan
membelajarkan, yaitu misalnya yang dilakukan oleh penulis buku bahan belajar,
atau pengembang paket belajar, dan sebagainya (Miarso, 2004 : 553-554). Dengan demikian, belajar
yang sesungguhnya (the real learning) perlu adanya sumber belajar.
Konsep belajar adalah mengingat, Belajar adalah memahami. Belajar adalah menerapkan (melakukan,
keterampilan, praktek). Belajar adalah pengembangan diri.Aspek yang perlu
dikembangkan dalam belajar adalah semua aspek yang ada pada manusia. Sedangkan
menurut Howard Gardner (1983), manusia mempunyai delapan kemampuan jamak (8
ways of knowing multiple intelligencis) yaitu; (1) verbal (linguistic), (2)
logical (mathematical), (3) visual (spatial), (4) intrapersonal, (5)
interpersonal, (6) musical (rhythmic), (7) bodily (kinesthetic), dan (8)
naturalist. Selain itu juga ada kecerdasan spritual dan aksential. Setiap
individu memiliki kedelapan kecerdasan tersebut, tetapi dalam tingkat yang
berbeda-beda. Sehingga
masing-masing perlu dikembangkan.
Pembelajaran adalah usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu
upaya untuk menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi
sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik
(Sadiman, dkk, 1986 : 7). Pembelajaran disebut juga kegiatan
pembelajaran (instruksional) adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja
agar peserta didik membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu
(Miarso, 2004 : 528). Dengan
demikian, inti dari pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh
pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik. Kegiatan
pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada
para peserta didiknya.
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 20,
mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar (Depdiknas, 2003 : 7). Kegiatan pembelajaran dirancang
untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik
melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan,
dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar (BSNP, 2006 :
16). Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan
pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.
Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Oleh karena itu, perlu diciptakan proses pembelajaran yang menantang dan
merangsang otak (kognitif), menyentuh dan menggerakkan perasaan (afektif), dan
mendorong peserta didik untuk melakukan kegiatan (motorik) serta bila
memungkinkan peserta didik mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan dalam
suasana konkrit (Soedijarto, 2000 : 84). Kegiatan pembelajaran ini akan
menjadi bermakna bagi peserta didik jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman
dan memberikan rasa aman bagi peserta didik.
Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan supaya diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Pasal 19, PP No. 19 th 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan).
Dalam proses pembelajaran, seorang pendidik dituntut untuk dapat
membangkitkan motivasi belajar pada diri peserta didik. Seseorang tidak akan
pernah belajar jika tidak termotivasi untuk itu. Orang tidak dapat dipaksa
untuk belajar. Artinya harus memiliki keinginan untuk belajar. Maksudnya
peserta didik harus termotivasi untuk melibatkan diri dalam proses belajar.
Motivasi dan usaha mempengaruhi belajar dan unjuk kerja peserta didik. Oleh
karena itu, motivasilah peserta didik dengan tugas-tugas riil dalam kehidupan
nyata sehari-hari dan kaitkan tugas dengan pengalaman pribadinya Kemudian,
doronglah peserta didik untuk memahami kaitan antara usaha dan hasil yang
dicapai. Untuk mewujudkan model pembelajaran ini diperlukan berbagai sumber
belajar.
Proses belajar bersifat individual dan kontekstual. Artinya, proses belajar terjadi dalam
diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. Peserta didik
seharusnya tidak hanya belajar dari guru atau pendidik saja, tetapi dapat pula
belajar dengan berbagai sumber belajar yang tersedia di lingkungannya. Sumber
belajar dapat berupa pesan (massage),
orang (people), bahan (materials/software), alat (devices/hardware),
teknik (technique), dan lingkungan (setting).
Pesan adalah informasi pembelajaran yang akan disampaikan, dapat berupa
ide, fakta, ajaran, nilai dan data. Dalam sistem persekolahan, pesan ini berupa
seluruh mata pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik.
Orang adalah manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan, pengolah,
dan penyaji pesan. Contohnya guru, dosen, tutor, pustakawan, laboran,
instruktur, widyaiswara, pelatih olah raga, tenaga ahli, produser, peneliti dan
masih banyak lagi, bahkan termasuk peserta didik itu sendiri.
Bahan adalah perangkat lunak (software) yang mengandung pesan-pesan
pembelajaran yang biasanya disajikan melalui peralatan tertentu ataupun oleh
dirinya sendiri. Contohnya, buku teks, modul, transparansi (OHP), kaset program audio, kaset program
video, program slide suara, programmed instruction, CAI (pembelajaran berbasis
komputer), film dan lain-lain.
Alat adalah perangkat keras (hardware) yang digunakan untuk menyajikan
pesan yang tersimpan dalam bahan. Contohnya, OHP, proyektor slide, tape
recorder, video/ CD player, komputer, proyektor film, dan lain-lain.
Teknik adalah prosedur atau langkah-langkah tertentu yang disiapkan dalam menggunakan bahan, alat,
lingkungan dan orang untuk menyampaikan pesan. Misalnya demonstrasi, diskusi,
praktikum, pembelajaran mandiri, sistem pendidikan terbuka/jarak jauh, tutorial
tatap muka, dan sebagainya Latar/lingkungan adalah situasi di sekitar
terjadinya proses pembelajaran di mans peserta didik menerima pesan
pembelajaran. Lingkungan dibedakan menjadi dua macam, yaitu lingkungan fisik
dan lingkungan non fisik. Lingkungan fisik contohnya, gedung sekolah,
perpustakaan, laboratorium, aula, bengkel, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan non fisik contohnya, tata ruang belajar, ventilasi udara, cuaca, suasana lingkungan belajar dan lain-lain.
perpustakaan, laboratorium, aula, bengkel, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan non fisik contohnya, tata ruang belajar, ventilasi udara, cuaca, suasana lingkungan belajar dan lain-lain.
Sedangkan bahan dan alat yang sering disebut software dan hardware
merupakan media pembelajaran (Sadiman, dkk, 1986 : 6-7). Dalam
perkembangannya, bahan belajar itu sendiri ada yang bersifat on line, misalnya
bahan belajar yang ditaruh di internet. Selain itu, ada pula yang bersifat off
line, misalnya buku pelajaran, program audio, program video, VCD, modul,
program multimedia, dan sebagainya. Dengan demikian media pembelajaran bisa
dipahami sebagai media yang digunakan dalam proses dan tujuan pembelajaran.
Pada hakekatnya, alam semesta ini merupakan sumber belajar bagi manusia
sepanjang masa. Jadi, konsep sumber belajar memiliki makna yang sangat luas
meliputi segala yang ada di jagad raya ini. Menurut Assosiasi Teknologi
Komunikasi Pendidikan (AECT), sumber belajar meliputi semua sumber (baik berupa
data, orang atau benda) yang dapat digunakan untuk memberi fasilitas (kemudahan)
belajar bagi peserta didik (Miarso, 1986).
Menurut Donal P. Ely (1978 :
3), sumber belajar adalah data, orang,
dan atau sesuatu yang memungkinkan peserta didik melakukan belajar. Sumber
belajar meliputi semua sumber yang berkenaan dengan data, manusia, barang-barang
yang memungkinkan dapat digunakan secara terpisah atau kombinasi, yang oleh
peserta didik biasanya digunakan secara optimal untuk memberikan fasilitas
dalam kegiatan belajar (Silber Kenneth, 1977 : 8). Kemudian, sumber belajar disebut sebagai satu set bahan
atau situasi yang dengan sengaja diciptakan untuk menunjang peserta didik
belajar mandiri (Percival dan Ellington 1988 : 124). Dengan demikian, sumber belajar yang dimanfaatkan dalam
pendidikan adalah suatu sistem yang terdiri dari sekumpulan bahan atau situasi
yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar memungkinkan peserta didik
belajar secara individual. Sumber belajar inilah yang sering disebut dengan
media pembelajaran.
Dalam pemilihan sumber belajar, ada beberapa kriteria, yaitu: (a) harus
dapat tersedia dengan cepat, (b) harus memungkinkan peserta didik untuk memacu
diri sendiri, dan (c)
harus bersifat individual, dapat memenuhi berbagai kebutuhan peserta didik
dalam belajar mandiri (Percival dan Ellington, 1988 : 125). Selain itu, sumber belajar adalah segala macam sumber
yang ada di luar dirt seseorang (peserta didik) dan yang memungkinkan
(memudahkan) terjadinya proses belajar. Oleh karena itu dalam pemilihan sumber
belajar yang baik, perlu memperhatikan beberapa kriteria, yaitu: ekonomis,
praktis dan sederhana, mudah diperoleh, bersifat fleksibel (luwes), dan
komponen-komponennya sesuai dengan tujuan pembelajaran (Ahmad Rohani, 1997 :
112).
Ditinjau dari tipe atau asal-usulnya, sumber belajar dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
1. Sumber
belajar yang dirancang (learning resources by design), yaitu sum ber belajar
yang secara khusus atau sengaja dirancang atau dikembangkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran tertentu. Contohnya, buku pelajaran, modul, program VCD
pembelajaran, program audio pembelajaran, transparansi, CAI (Computer Asisted
Instruction), programmed instruction, dan lain-lain.
2. Sumber
belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (learning resources by
utilization), yaitu sumber belajar yang secara tidak khusus dirancang atau
dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, tetapi dapat dipilih dan
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Contohnya: surat kabar, siaran televisi, pasar,
sawah, waduk, pabrik, museum, kebun binatang, pabrik, terminal, pejabat
pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama, olahragawan, dan lain-lain.
Konsepsi pembelajaran ini menuntut peserta didik aktif, responsif, dan
aktif dalam mencari, memilih,
menemukan, menganalisis, menyimpulkan, dan nnelaporkan hasil belajarnya. Sistem
belajar semacam ini hanya dapat terlaksana dengan baik apabila tersedia sumber-sumber belajar yang
memadai dan dikelola oleh suatu lembaga yaitu Pusat Sumber Belajar (PSB).
Gerakan pertumbuhan PSB secara historis merupakan suatu kemajuan yang
bersifat graduil tetapi direncanakan, dari bentuknya yang pertama yaitu
perpustakaan yang memberikan penekanan pada media cetak. Dalam melaksanakan
kegiatannya, perpustakaan mereaksi atas permintaan-permintaan dan memberikan layanan
kepada para konsumen yang bervariasi secara luas. Selain itu, karena adanya
pertumbuhan berikutnya berupa pengakuan akan semakin dibutuhkannya pelayanan
dan kegiatankegiatan belajar non-tradisional, misalnya pembelajaran dengan
modul, penggunaan metoda simulasi dan permainan, belajar sendiri dan bebas,
dsb. Dengan demikian, salah satu alasan yang mendorong timbulnya PSB adalah
adanya pengembangan sistem instruksional yang akan dapat meningkatkan
efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran.
Pengembangan sistem instruksional adalah suatu proses yang sistematis dan
terusmenerus yang akan mem bantu para pendidik dalam mengembangkan pengalamanpengalaman
belajar yang paling efektif dan efisien bagi peserta didik. Di dalam proses ini
dapat diidentifikasi berbagai variasi pilihan kegiatan pembelajaran, di mana pilihan
ditentukan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai.
Salah satu model pengembangan instruksional (Instructional System Design)
(Gagne, 1979) yaitu: Tingkat Sistem:
(1) analisis kebutuhan, tujuan umum, dan prioritas, (2) analisis sumber,
hambatan, dan alternatif sistem peluncuran, (3) penentuan lingkup dan urutan
kurikulum dan mata pelajaran, desain sistem peluncuran. Tingkat mata pelajaran:
(4) menentukan struktur mata pelajaran dan urutan, (5) analisis tujuan mata
pelajaran. Tingkat mata sajian/topik: (6) pendefinisian tujuan penampilan, (7) mempersiapkan rencana mata pelajaran, (8)
mengembangkan, memilih media dan bahan belajar, dan (9) menilai/mengukur penampilan peserta
didik (Suparman, 2004 : 62). Di
sinilah letak hubungan yang penting antara PSB dengan Pengembangan Sistem
Instruksional (instructional development).
Segala sumber dan bahan pembelajaran, segala macam peralatan audio
visual, segala macam tipe personnel yang ada di dalam PSB, semuanya itu
dimaksudkan untuk membantu mewujudkan pengembangan sistem instruksional untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Hakekat dari PSB adalah terpusat kepada kepentingan belajar peserta
didik. Dalam rangka mengembangkan kepribadiannya dan untuk mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran tertentu diperlukan lingkungan belajar tertentu,
misalnya interaksi belajar dalam kelompok kecil, belajar mandiri, belajar
babas, dan sebagainya.
Untuk dapat memilih macam lingkungan belajar yang tepat untuk mencapai
tujuan pembelajaran tertentu, dan bahan tertentu yang kiranya sangat relevan,
maka secara mutlak diperlukan adanya pengembangan sistem instruksional yang
dilaksanakan secara sistematis dan sistemik. Sebaliknya, pengembangan sistem
instruksional ini dapat dilaksanakan dengan balk bila ada perpustakaan
bahan-bahan pembelajaran dan pelayanan peralatan yang relevan.
Sedangkan menurut Irving R. Merril dan Harold A. Drob, (1977 : 3) PSB dipandang sebagai suatu
kegiatan yang terorganisasi yang terdiri dari Direktur PSB, staf, peralatan dan
bahan-bahan pembelajaran yang ditempatkan dalam suatu lokasi yang mempunyai
satu atau lebih fasilitas khusus untuk perencanaan, pembuatan, penyajian, pengembangan dan pelayanan perencanaan
yang berhubungan dengan kurikulum dan pembelajaran pada suatu satuan
pendidikan). Dengan
demikian, PSB merupakan wahana yang memberikan fasilitas atau kemudahan pada
proses pembelajaran, di mana berbagai jenis sumber belajar dikembangkan,
dikelola, dan dimanfaatkan untuk membantu meningkatkan efektivitas dan
efisiensi kegiatan pembelajaran (Sukorini, 2007 : 96).
Perkembangan PSB mengalami beberapa tahapan, yaitu: tahap pertama,
pemanfaatan dan pengembangan sumber belajar tidak dikelola dan diorganisir
secara formal oleh suatu lembaga, melainkan hanya oleh orang perorang saja.
Tahap kedua, dimulai dengan istilah perpustakaan yang mengoleksi sumber belajar
berupa bahan cetak. Tahap ketiga, sesuai perkembangan peranan media audio
visual dalam bidang pendidikan, timbulah perpustakaan yang dilengkapi dengan
pelayanan audio visual.
Pada tahap keempat, perpustakaan semacam ini kemudian dilengkapi dengan
ruang belajar non tradisional sehingga timbullah PSB yang terdiri dari
perpustakaan, ruang belajar tradisional, dan pelayanan audio visual. Tahap
kelima, di samping PSB terdiri dari perpustakaan, ruang belajar tradisional dan
pelayanan audio visual juga ditambah dengan komponen kegiatan yang sangat
penting, yaitu pengembangan sistem pembelajaran (Gary T. Peterson, 1975).
Dengan tahap perkembangan tersebut, PSB memberikan penekanan pada belajar
peserta didik, balk sebagai hasil yang dicapai maupun proses yang dilalui untuk
mencapai hasil belajar yang optimal.
5. Faktor-Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Masalah/Kesulitan Belajar
Dalam bukunya yang berjudul “The Conditions of Learning” (1965), Gagne mengidentifikasikan mengenai kondisi mental seseorang agar siap
untuk belajar. Ia mengemukakan apa yang dinamakan dengan ”nine events of
instruction” atau sembilan langkah/peristiwa belajar. Sembilan langkah/
peristiwa ini merupakan tahapan-tahapan yang berurutan di dalam sebuah proses
pembelajaran. Tujuannya adalah
memberikan kondisi yang sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat
berjalan secara efektif dan
efisien. Agar kesembilan langkah/peristiwa itu berarti dan memberi makna yang
dalam bagi siswa, maka guru harus melakukan apa yang memang harus dilakukan.
Dengan kata lain menyediakan suatu pengalaman belajar atau apapun namanya agar
kondisi mental siswa itu terus terjaga untuk kepentingan proses pembelajaran.
Apa yang dikemukan oleh Gagne itu akan berarti jika kita (guru) mampu
menyediakan sesuatu (materi, sumber belajar, pengalaman belajar, aktivitas,
dll.) yang memang dibutuhkan.
Tabel berikut ini memperjelas bagaimana kesembilan peristiwa belajar dan
pembelajaran itu menjadi berarti karena proses mental yang seharusnya ada pada
diri siswa telah difasilitasi oleh guru dengan langkah/tindakan kongrit. Jika
diperhatikan secara mendalam, tabel di atas yang mencoba memperjelas penerapan
model “nine events of instruction” yang dikemukakan oleh Gagne sudah
mengimplementasikan teori pembelajaran yang bersifat perspektif dan teori belajar yang bersifat deskriptif. Dan
yang paling esensial dari artikel ini adalah, bahwa di dalam proses
pembelajaran guru harus paham benar seperti apa proses mental yang ada dalam
diri siswa. Ketika guru menyadari akan hal itu, maka dengan mudah guru dapat
memfasilitasi berbagai pengalaman belajar seperti apa yang cocok agar proses
mental siswa tersebut terus berkembang.
LANGKAH PEMBELAJARAN
|
PROSES MENTAL SISWA
|
YANG DILAKUKAN
GURU
|
|
Menarik perhatian siswa
|
·
Merangsang daya penerimaan siswa.
·
Menciptakan curiosity siswa
|
·
Menciptakan efek-efek suara tertentu
·
Mengajukan pertanyaan yang menantang
|
|
Menyampaikan kepada siswa
tentang tujuan pembelajaran
|
·
Membuat/menentukan tingkat harapan yang akan dicapai selama belajar
|
·
Menguraikan tujuan pada awal pelajaran, secara lisan maupun tertulis
|
|
Menstimulir/atau memanggil
terlebih dahulu informasi atau pengetahuan yang sudah diperoleh sebelum
proses pengajaran
|
·
Mendapatkan kembali atau dan menggiatkan short- term memory
siswa
|
·
Bertanya, berdiskusi, melihat gambar/video, mendengarkan cerita sesuai
topik yang dipelajari
|
|
Menyajikan isi
pembelajaran
|
·
Siswa secara selektif menanggapi isi pelajaran
|
·
Menyampaikan materi pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode,
pendekatan, strategi, dan alat bantu pelajaran.
|
|
Menyediakan pedoman atau
petunjuk belajar
|
·
Siswa menulis berbagai hal untuk disimpan pada memori supaya
bertahan lama.
|
·
Menyediakan pedomanpetunjuk belajar yang praktis
|
|
Memberi
kesempatan
untuk latihan/unjuk
performance
|
·
Merespons pertanyaan, tugas, latihan, dll.
|
·
Memberi pertanyaan, tugas, latihan yang harus dilaksanakan
|
|
Memberi umpan balik
|
·
Mengetahui tingkat penguasaan materi dan tingkat
kebenaran tugas yang dikerjakan
|
·
Memberi penguatan/ memuji
|
|
Melakukan penilaian
|
·
Mendapatkan/mempertegas kembali isi pelajaran sebagai bahan evaluasi
akhir
|
·
Melakukan penilaian
|
|
Mengekalkan dan
mengembangkan pengetahuan dan kemahiran siswa
|
·
Berlatih, mempraktikkan apa yang telah
diperolehnya (kognitif, afektif, psikomotorik) dalam situasi yang baru
|
·
Menyediakan kesempatan yang luas bagi siswa untuk memanfaatkan
berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan tersebut dalam situasi yang berbeda
(praktikum, unjuk kerja, project, simulasi, dll).
|
|
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik
adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
a. Mementingkan
pengaruh lingkungan
b. Mementingkan
bagian-bagian
c. Mementingkan
peranan reaksi
d. Mengutamakan
mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
e. Mementingkan
peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
f. Mementingkan
pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
g. Hasil
belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma
behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap,
sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh
oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh
baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara
hierarki dari yang sederhana sampai
pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu keterampilan
tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya
perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari
penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang
diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku
yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian
didasari atas perilaku yang tampak.
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat
pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat
diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori
behavioristik mempunyai persyaratan
tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran
bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan
kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang
membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan
sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan
komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa,
suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi
pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat
tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus
dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat
dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan denga
tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai
cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik
justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
6. Analisis dan Pembahasan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, khususnya pasal 1 dinyatakan bahwa konsep pembelajaran
adalah suatu interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Ketentuan ini membawa implikasi terjadi proses pembelajaran berbasis aneka sumber yang
memungkinkan terciptanya suatu situasi pembelajaran yang “hidup” dan menarik.
Selanjutnya di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa, proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fi sik serta psikologis peserta didik.
Ketentuan yang tercantum di dalam undang-undang dan peraturan pemerintah
tersebut adalah sebuah kemajuan atau lompatan yang jauh akan konsep proses
pembelajaran. Karena selama ini sebelum konsep pembelajaran yang hakiki seperti
rumusan diatas dikumandangkan bahkan diundangkan dunia pendidikan (sekolah)
masih mengenal konsep teaching (pengajaran). Konsep pengajaran terlalu teacher
oriented (berorientasi ke guru), guru satu-satunya sumber informasi, komunikasi
berjalan satu arah dari guru ke siswa. Sedangkan konsep pembelajaran dalam
pratiknya kebalikan dari konsep pengajaran. Menerapkan proses pembelajaran seperti yang diamanatkan
didalam dua ketentuan yuridis tersebut.
Menurut hemat
penulis tidaklah terlalu sulit. Mengapa? Karena saat ini dengan kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet, seorang pembelajar
(guru) dapat mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan. Informasi tersebut
tidak hanya berhenti pada tataran konseptual, melainkan sampai ke contohcontoh
model pembelajaran aplikatif, baik di kelas atau di luar kelas. Belum lagi
berbagai intitusi menawarkan seminar, training, workshop untuk para pembelajar bagaimana mengelola
sebuah proses pembelajaran yang efektif, efisien, menarik, inovatif, dan
menyenangkan. Reigeluth dan Merril
(1983) menguraikan tentang tiga variabel dalam proses pembelajaran. Ketiga variabel itu yaitu: (1) kondisi pembelajaran;
(2) metode pembelajaran; dan (3) hasil
pembelajaran. Kondisi pembelajaran di dalamnya meliputi karakteristik materi
ajar, karakterisitik kendala/ hambatan, dan karakteristik siswa. Metode
pembelajaran di dalamnya meliputi strategi pengorganisasian materi, strategi
penyampaian materi, dan strategi pengelolaan. Jika dua variabel dan berbagai sub variabel di dalamnya
diperhatikan maka hasil pembelajaran (yang menekankan proses, misalnya
bagaimana siswa menemukan dan mengatasi masalah atau menekankan hasil tan pa
memperhatikan proses) dapat dicapai secara efektif dan efisien.
7. Kesimpulan dan Saran
Sebagai penutup berikut ini beberapa kesimpulan, yaitu:
a. Teori
belajar Robert. M. Gagne ini membantu kita untuk memahami proses belajar yang
terjadi di dalam diri
peserta didik, mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi,
memperlancar atau menghambat proses belajar peserta didik sehingga dapat
bertindak secara tepat.
b. Belajar
merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu yang
merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal
di lingkungan individu yang bersangkutan.
c. Menurut
Gagne, ada lima kemampuan belajar, yaitu: (1) keterampilan intelektual, (2)
strategi kognitif, (3) informasi verbal, (4) keterampilan motorik, dan (5)
sikap.
d. Hirarki
belajar (learning hierarchies) adalah
urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik agar dapat
mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks.
e. Ada
delapan tipe belajar Gagne yaitu: (1) belajar sinyal (signal learning), (2) belajar stimulus respon (stimulus response learning), (3) belajar merangkai tingkah laku (behavior chaining learning), (4)
belajar asosiasi verbal (verbal chaining learning), (5) belajar diskriminasi (discrimination learning), (6) belajar
konsep (concept learning), (7)
belajar kaidah (rule learning), dan
(8) belajar memecahkan masalah (problem
solving learning).
f. Sumber
belajar meliputi semua sumber (baik berupa data, orang maupun benda) yang dapat digunakan untuk memberi
fasilitas (kemudahan) dan menunjang belajar bagi peserta didik.
g. Segala
sumber dan bahan pembelajaran, segala macam peralatan audio visual, segala
macam tipe personel yang ada di dalam PSB, semuanya itu dimaksudkan untuk membantu mewujudkan pengembangan sistem instruksional untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses
pembelajaran.
h. Fungsi
dan kegiatan PSB akan sangat tergantung pada tujuan pembelajaran, fasilitas,
peralatan, media dan bahan belajar yang dimiliki, staf pengelola PSB yang
bersangkutan. Tetapi yang pasti bahwa kelima fungsi tersebut akan selalu ada
dalam setiap PSB sebagai suatu lembaga yang berusaha untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Selain itu berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas, dapat diberikan
saran-saran sebagai berikut:
a. Dalam
kegiatan pembelajaran tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi supaya
menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu misalnya teori
Robert. M. Gagne agar bisa bertindak secara tepat Teori belajar Robert M. Gagne
ini supaya dijadikan acuan atau landasan dalam melakukan intervensi dengan
mengembangkan PSB, sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan dan proses pembelajaran melalui pengembangan sistem instruksional.
mengembangkan PSB, sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan dan proses pembelajaran melalui pengembangan sistem instruksional.
b. Proses
pembelajaran pada setiap satuan pendidikan supaya diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
c. Peserta
didik supaya tidak hanya belajar dari guru atau pendidik saja, tetapi dapat
belajar dengan berbagai sumber belajar berupa pesan (massage), orang (people),
bahan (materials/software), alat (devices/ hardware), teknik (technique), dan lingkungan (setting) yang dikelola oleh suatu
lembaga yaitu Pusat Sumber Belajar (PSB).
DAFTAR PUSTAKA
Bell Gredler, Margaret E. Belajar
dan Pembelajaran.
Terjemahan Munandir, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada bekerjasam a
dengan PAU-UT, 1994.
Depdiknas, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan
Organisasi Depdiknas, 2003.
Gagne, Robert M.,
The Conditions of Learning. NewYork: Holt, Rinehartand Winston, 1977.
-----------------------------------,
The Cognitive Psychology of School
Learning, Boston Toronto: Little, Brown and Company, 1985.
Merril, Irving R., Harold A. Drob, Criteria for Planning the Collage and University Learning Resource Center. Washington Dc,: Association
for Educational Communication and Technology, 1977.
Miarso, Yusufhadi, Menyemai
Benih Teknologi Pendidikan.
Jakarta: Penerbit Prenada Media, 2004.
Mudjiono, Dimyati, Belajar dan
Pembelajaran, Jakarta: Penerbit Kerjasam a Pusat Perbukuan, Depdiknas dan
PT. Rineka Cipta, 2002.
Peterson, Gary T., Conceptualizing
the Learning Center.
Washington Dc: Planning and Operating Media Centers, Association for
Educational Communication and Technology, 1975.
Sadiman, Arief S., R. Rahardjo, Anung Haryono, Hardjito. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan
dan Pemanfaatannya.
Jakarta: Penerbit CV. Rajawali, 1986.
Soedijarto, Pendidikan Nasional, Sebagai
Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara-Bangsa
(Sebuah Usaha Memahami Makna UUD 1945), Jakarta: Penerbit
CINAPS, 2000.
Suparman, M. Atwi, Desain
lnstruksional.
Jakarta: Penerbitan Universitas Terbuka, 2004.
Suciati, Irawan, Prasetya, Teori
Belajar dan Motivasi.
Jakarta: Depdiknas, Ditjen PT. PAUUT, 2001.
Uno, Hamzah B., Model
Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan
Efektif. Jakarta:
Penerbit PT. Bumi Aksara, 2007.
Winkel, W.S.,
Psikologi Pengajaran. (Cetakan Ketujuh), Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, 2005.
No comments:
Post a Comment