Kita akan membahas teori belajar. Oleh karena itu untuk sampai pada tujuan ini, dirasakan perlu untuk terlebih dahulu membahas masalah teori secara umum. Mengapa dibutuhkan teori, apa fungsinya, bagaimana orang menyusun suatu teori, serta bagaimana dilakukan verifikasi teori, akan menjadi pokok-pokok bahasan dalam bab ini.
A.
Kebutuhan
Akan Teori
Mengapa kita membutuhkan teori, mengapa tidak cukup
fakta-fakta saja ? Mengapa kita membuang waktu untuk berspekulasi, bila usaha
kita itu lebih baik digunakan untuk memperoleh data konkret, data factual, data
empiris tentang belajar dan pendidikan apakah diperlukan teori atau tidak?
Semua pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang sahih, dan hal ini menjadi bahan
perdebatan yang makin meningkat dalam psikologi dan pendidikan.
Snelbecker (1974) berpendapat, bahwa perumusan teori
itu bukan hanya penting, melainkan vital bagi psikologi dan pendidikan, untuk dapat
maju atau berkembang, dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap
bidang itu.
1.
Perubahan-Perubahan
yang Tidak Ada Hentinya
Bila kit abaca sejarah sains, kemajuan-kemajuan
dalam sains telah dicapai karena para ilmuwanmau menyusun gagasan-gagasan
mereka dalam bentuk teori-teori, dan meminta orang lain menilai teori-teori
yang telah mereka susun itu. Teori-teori lama telah menimbulkan teori-teori
baru, dan teori-teori baru menyebabkan dilakukan eksperimen-eksperimen
menghasilkan peningkatan pengetahuan dan pemahaman. Walaupun apa yang
dihasilkan oleh psikologi dan pendidikan kurang menggemparkan, dan teori-teori yang
disusun tidak selalu secara jelas ditunjang oleh kenyataan empiris, namun
pernyataan-penyataan teoretis inilah yang lebih mempunyai dampak daripada
fakta-fakta yang terpisah-pisah, bagaimanapun prosedur-prosedur penelitian yang
dilaksanakan.
Hal ini tidak berarti bahwa observasi empiris kurang
penting daripada teori, atau eksperimentasi harus dilakukan untuk
pertimbangan-pertimbangan teoretis murni. Sains berkembang bila teori dan
observasi empiris berjalan seiring dengan cara saling menguntungkan – teori menunjukkan pernyataan-pernyataan yang paling
bermakna untuk diajukan, dan observasi menunjukkan dimana letak kekurangannya
teori. Keduanya harus selalu ada – teori yang kurang sekali berlandasan
observasi sama tidak berartinya dan berbahannya dengan fakta-fakta yang kurang
sekali terpusat pada teori.
2.
Fungsi-Fungsi
Teori
Banyak kegunaan teori yang telah diketahui, namun
hanya beberapa kegunaan saja yang akan dibahas dalam buku ini.
Mensistematikkan
penemuan-penemuan
Suatu teori dapat
digunakan untuk mensistematikkan penemuan-penemuan penelitiana dan memberi arti
pada peristiwa-peristiwa yang kelihatannya tidak saling berhubungan. Jumlah
penelitian yang dilakukan dalam
psikologi dan pendidikan banyak sekali. Kerap kali hasil-hasil dan
eksperimen-eksperimen dan penelitian-penelitian ini kelihatannya berlawanan.
Hal yang serupa juga dijumpai pada pengamatan-pengamatan sambil lalu.
Kompleknya perilaku yang oleh seseorang dalam satu hari, apalagi perilaku yang
diperhatikan oleh satu kelas, adalah mengejutkan. Dilihat secara sepintas
kekompleksan ini tidak berarti. Suatu teori dapat menunjukkan bagaimana
kekompleksan ini sehingga dapat dianalisis, dan juga memperlihatkan bagaimana
hasil-hasil dari berbagai eksperimen itu cocok satu dengann yang lain.
Untuk memperjelas
kegunaan pertama dan dari suatu teori lebih konkret, marilah kita ambil teori
warna. Persepsi dalam dunia tampak ditentukan oleh kekompleksan permukaan yang
begitu rumit. Dalam berbagai teori warna yang telah dirumuskan, misalnya teori
young-Helmholz, kekomplesan ini dianalisis sebagai hasil interaksi dari
sejumlah kecil reseptor warna dasar (biasanya tiga) yang terdapat dalam mata.
Teori ini bukan hanya menyederhanakan, dan dengan demikian tidak saja membantu
pemahaman, melainkan juga dapat diatur sejumlah besar fenomena menjadi suatu
yang koheren, misalnya buta warna, dan lain-lain.
Kegunaan semacam ini
menunjukkan salah satu keuntungan yang dimiliki teori dibandingkan dengan kumpulan
fakta-fakta.
Melahirkan hipotesis-hipotesis
Suatu teori merupakan
teori generator yang tidak ternilai dari hipotesis-hipotesis penelitain. Salah
satu kegunaan teori ialah untuk menyampaikan pada para ilmuwan tempat menemukan
jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Suatu teori yang baik dapat
menghemat usaha-usaha yang tidak berguna dengan menunjukkan di mana kiranya
letak segi keuntungannya bila dilakukan penelitian. Nilai heuristic yang
dimiliki teori ini sangat penting untuk penelitan pada berbagai tingkatan.
Mari kita perhatikan
teori warna kembali. Ketika dikemukakan bahwa teori persepsi warna dapat
disebabkan hanya oleh tiga reseptor, para pelaku eksperimen dapat maju terus
atas dasar psikologi seakan-akan reseptor-reseptor itu betul-betul ada,
walaupun sifat nyatanya tidak diketahui. Dengan jelasnya implikasi psikologi
dari teori ini, para ahli fisiologi dapat mulai mencari adanya ketiga reseptor
ini. dengan cara demikian, masalah warna pada berbagai tingkat dapat
dipecahkan, dengan menggunakan suatu teori dasar.
Tetapi, harus
diperhatikan, bahwa keuntungan ini dapat ditinjau dari dua segi. Suatu teori
yang kurang baik kontruksinya pertanyaan-pertanyaan
yang salah, dan karena itu menyebabkan dilakukannya penelitian yang tidak
terarah.
Membuat predikat
Suatu teori dapat
digunakan untuk melakukan prediksi. Fungsi ini mirip dengan fungsi kedua yang
telah dikemukakan di atas, tetapi dengan implikasi yang telah kuat. Suatu teori
bukan hanya membawa ilmuwan pada pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin
akan berguna, melainkan juga teori itu dapat memperhatikan apa yang dapat
diharapkannya untuk ditemukan, bila ia telah melakukan eksperimen atau
pengamatan. Sebagai contoh dapat dikemukakan teori Newton. Teori ini
memprediksi adanya planet-planet yang pada saat itu belum diamati. Dengan
menggunakan teori Newton, dan dengan mengamati orbit-orbit dari planet-planet
yang telah dikenal, diprediksi bahwa harus ada planet-planet pada
kedudukan-kedudukan tertentu terhadap matahari. Dengan cara ini planet-planet
luar akhirnya ditemukan. Demikian pula, pada suatu saat dalam masa perkembangan
teori genetika diprediksi adanya kromosom-kromosom, walaupun kromosom-kromosom
ini tidak pernah diamati dengan mikroskop.
Kedua contoh di atas
menunjukkan, bahwa realita-realita tertentu ditemukan hanya sesudah (dan
mungkin juga hanya karena) teori yang memprediksi adanya realita-realita telah
dirumuskan.
Memberikan penjelasan
Suatu teori dapat
digunakan untuk menjelaska. Jadi, fungsi teori dalam hal ini untuk menjawab
pertanyaan “mengapa”. Mengapa terjadi peristiwa-peristiwa tertentu, dan mengapa
manipulasi suatu variable menghasilkan perubahan pada variable yang lain,
banyak kejadian di alam ditentukan atau disebabkan oleh factor-faktor yang
tidak diketahui, atau hanya diketahui tidak sempurna. Jadi, penjelasan
kejadian-kejadian semacam itu harus dilakukan secara teoritis.
Fungsi menjelaskan dari
suatu teori secara luas sekali, dan kerap kali disalahgunakan. Setiap kejadian
dapat dijelaskan oleh suatu teori selama penjelasan itu masuk akal, dan paling
sedikit melibatkan kejadian yang diamati. Suatu teori yang adekuat bukan menjelaskan
dengan cara past hoc, melainkan
dengan cara menghubungkan-menghubungakan beberapa kejadian, kejadian yang satu
dikaitkan dengan kejadian yang lain. suatu teori merupkan generator
penjelasan-penjelasan. Dengan demikian fungsi teori yang terakhir ini mendekati
fungsi teori yang pertama yang telah dikemukkan sains tentu masih ada
kegunaan-kegunaan lain dari teori. Tanpa membahas kegunaan-kegunaan teori itu
semuanya, dengan empat kegunaan yang telah dibahas di atas, jelas bahwa teori
itu merupakan alat yang sangat ampuh bagi ilmuwan. Snelbecker (1974)
mengemukakan, bahwa kontruksi teori merupakan suatu bagian dari proses
keberlangsungan dalam psikologi dan pendidikan, apakah yang diperhatikan itu
suatu proses, belajar misalnya, ataukah suatu individu. Bahwa manusia itu
belajar, merupakan fakta yang nyata; yang tidak jelas ialah bagaimana manusia
itu belajar, atau mengapa manusia belajar. Suatu teori belajar dapat menolong
kita menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Perlu diingat bahwa
bagaimanapun baiknya atau insklusifnya suatu teori, tidak setiap masalah dapat
dipecahkan oleh teori itu. Akan tetapi, kerap kali kita tidak di mana kita
harus mulai.
B.
Definisi
Beberapa Istilah
Dalam bagian ini akan diberikan difinisi beberapa
istilah yang banyak digunakan dalam buku ini. seperti kata Snelbecker (1974),
untuk definisi istilah-istilah itu, sebenarnya belum ada persetujuan secara
universal di antara para ahli filsafat sains. Untuk keprluan buku ini akan
diberikan hanya satu definisi untuk setiap istilah itu.
1.
Teori
ini
Dalam penggunaan secara umum, teori berarti sejumlah
proposisi-proposisi yang terintegrasi secara sintaktik (artinya, kumpulan
proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghubungkan secara
logis proposisi-proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, dan juga pada
data yang diamati), dan yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan
peristiwa-peristiwa yang diamati (Snelbecker, 1974).
2.
Hipotesis
Suatu hipotesis merupakan suatu pertanyaan tentang
hubungan yang diduga antara
variable-variabel. Tidak seperti teori, hipotesis tidak perlu menyangkut dan juga tidak perlu
merupakan hasil dari suatu system yang tersusun dari proposisi-proposisi,
hipotesis itu hanya menyatakan bahwa suatu observasi mendatang akan mempunyai
suatu bentuk tertentu. Pertanyaan-pertanyaan ini pada umumnya terbagi menjadi
uda kategori: (1) hubungan itu bersifat korelatif (suatu perubahan dalam x
secara sistematis berhubungan dengan suatu perubahan dakam y); atau (2)
hubungan itu dapat bersifat sebab akibat (suatu perlakuan terhadap x
mengakibatkan perubahan dalam Y).
Dapat dimengerti bahwa antara teori dan hipotesis
terdapat suatu hubungan. Semua pertanyaann per definisi hipotesis, bila para
ilmuwan menerima teori-teori ini sebagai pertanyaan-pertanyaan yang tentative dalam
pencarian yang tidak ada hentinya tentang penjelasan yang lebih teliti mengenai
bidang studi. Tetapi, tidak perlu setiap hipotesis diturunkan dari teori
(Snelbecker, 1974).
3.
Model
Model merupakan suatu analog konseptual yang
digunakan untuk menyarankan bagaimana meneruskan penelitian empiris sebaiknya
tentang suatu masalah. Jadi, model ialah suatu struktur konseptual yang telah
berhasil berkembang dalam suatu bidang, dan sekarang diterpakan, terutama untuk
membimbing penelitian dan berpikir dalam bidang lain, biasanya dalam bidang
yang belum begitu berkembang (Marx, 1976).
Ada berapa bentuk model, di antaranya yang paling
banyak digunakan ialah model-model fisika (physical
models), model-model komputer, dan model-model matematik. Semua model
mempunyai sifat “jika-maka”, dan
model-model ini terikat sekali pada teori (Snelbecker, 1974).
4.
Konstruk
Konstruk-konstruk merupakan jantung teori-teori.
Konstruk merupakan semacam konsep. seperti semua konsep, konstruk menyajikan
suatu kategorisasi atau klasifikasi dari benda-benda atau kejadian-kejadian,
sehingga dengan satu symbol sejumlah observasi-observasi konkret dapat
disajikan (Marx. 1976).
Sebagai suatu konstruk, inteligensi banyak artinya,
tergantung pada teoriwan tertentu. Bila seorang mendefiniskan intelegensi
sebagai sesuatu seperti “jumlah neron-neron dalam korteks” atau “penggunaan DNA
yang lebih cepat, orang ini jelas menggunakan konsep itu sebagai suatu konstruk
hipotetis. Sebaliknya, suatu definisi seperti “intelegensi ialah suatu yang
diukur oleh tes intelefensi,” adalah jelas merupakan suatu contoh veriabel
pengganggu. Walaupun kedua hal yang dibahas di atas mewakili kasus-kasus yang
eksterm, dan mungkin tidak representative, soalnya sama, bila kita membicarakan
konstruk-konstruk psikologi yang lain. “Belajar” dapat berarti sesuatu yang
dipandang dari segi fisiologi (suatu perubahan dalam otot), dan dapat pula
dipandang dari segi perilaku (kemampuan untuk menampilkan suatu respons baru).
Pada umumnya apakah seorang teoriwan itu menggunakan pendekatan variable
penggangguan, atau konstruk hipotetis, itu tergantung pada kesukaan pribadi
teriwan itu dalam konstruksi teori (Snelbecker, 1974).
5.
Hukum
dan Prinsip
Suatu hukum merupakan suatu pernyataan tentang suatu
hubungan antara variable-variabel, dan kemungkinan terjadinya hubungan ini
begitu tinggi, sehingga dapat dikatakan, bahwa variable-variabel itu sangat
saling bergantung (Sneilbecker, 1974).
Suatu, prinsip merupakan suatu pernyataan tentang
hubungan-hubungan yang dapat dikatakan mempunyai dasar empiris, tetapi belum
dapat disebut suatu hukum karena, atau belum dapat mendasar, atau belum cukup
mantap. Banyak penulis-penulis psikologi, dan pendidikan menggunakan istilah
hukum dan prinsip saling bergantian (Snelbecker, 1974).
Untuk merangkum berbagai defines ini , dapat
dikatakan bahwa teori merupakan istilah yang paling inklusif dan umum,
sedangkan istilah-istilah yang lain dapat diturunkan dari istilah teori itu.
C.
Konstruksi
Teori
Ada asumsi, bahwa seakan-akan
metode-metode untuk menkonstruksi teori-teori itu mengikuti rumus yang
direncanakan secara hati-hati dan secara universal disetujui. Walaupun memang
ada aturan-aturan bagaimana menkonstruksi suatu teorinya, namun tidak
disangksikan bahwa cara untuk menkonstruksi teori itu merupakan suatu proses
yang sangat individual, dan tidak dapat dimasukkan dalam satu pun klasifikasi.
Perlu diingat bahwa setiap
pernyataan tentang bagaimana suatu teori itu dikonstruksi, sangat disederhanakan,
dan hanya mewakili dalam keadaan umum, sekali-kali tidak khas bagi seseorang
yang sebenarnya menkonstruksi teori itu. Walaupun demikian pada umumnya di
setujui, bahwa ada dua metode konstruksi teori, yaitu metode deduktif dan
metode induktif.
1.
Konstruksi
Teori Secara Deduktif
Teoriwan deduktif bekerja dari atas ke bawah. Ia
membangun suat teori yang kelihatannya logis, dengan dasar apriori. Kemudian
teori itu diuji dengan melakukan eksperimen-ekspreimen yang sifatnya ditentukan
oleh teori tersebut. Dalam teori semacam ini mula-mula dirumuskan sekumpulan
asumsi-asumsi dasar atau postulat-postulat, dengan memperhatikan factor-faktor
tertentu yang telah dikenal. Dri postulat-postulat ini kemudian dikeluarkan
hipotesis-hipotesis atau teorema-teorema. Hipoetsis-hipotesis ini kemudian
diui, dan hipotesis yang terbukti benar, dipertahankan. Dengan cara yangs ama,
postulat-postulat yang menghasilkan teorema-teorema atau hipotesis-hipotesis
yang benar, dipertahankan, sehingga selama periode tertentu teori itu mengalami
koreksi sendiri. Pada umumnya inilah cirri teori deduktif.
Teori deduktif selalu berada dalam proses koreksi,
dan karena itu meminta banyak dilakukan penelitian. Masalhnya dengan teori
semacam ini ialah andaikata sebagaian besar dari postulat-postulat itu tidak
benar, teori akan menyebabkan dilakukannya penelitian-penelitian yang sedikit
tidak berguna.
2.
Konstruksi
Teori Secara Indukatif
Menurut cara ini, teori-teori menjadi
generalisasi-generalisasi dari fakta-fakta empiris. Teoriwan induktif bekerja
dari bawah ke atas, menyusun system-sistem (dapat disebut teori-teori mini)
yang memperhatikan hasil-hasil penelitian yang telah berkali-kali diuji. Lalu
menyusun system-sistem yang lebih tinggi tingkatnya sebagai generalisasi dari
teori-teori mini itu, dan akhirnya merumuskan suatu teori yang dapat mencakup
semua pernyataan yang lebih rendah tingkatannya. Pendekatan semacam ini
mempunyai satu keuntungan, yaitu orang yang merekonstruksi teori itu tidak
pernah jauh dari pernyataan-pernyataan yang ‘kebenarannhya’ cukup tinggi.
Tetapi ada masalah yang dihadapinya, yaitu cara ini kerap kali menyebabkan
timbulnya teori-teori yang rendah tingkatnya. Di antaranya ada yang tidak khas,
fungsinya tindih satu dengan yang lain.
3.
Keadaan
Sekarang
Dua cara konstruksi teori yang telah dikemukakan di
atas sebenarnya merupakan dua hal yang ekstrem. Teoriawan pada kenyataanya ada
yang lebih suka pada cara yang satu, dan ada pula yang lebih suka pada cara
yang lain, walaupun setiap teoriwan itu
akan menggunakan strategi yang mengandung unsure-unsur kedua pendekatan itu.
Pilihan antara metode deduktif atau cara induktif mungkin didasarkan atas
keyakinan seorang teoriwan terdap ‘hal-hal yang telah diketahuui’ dalam
bidangnya. Bila seseorang merasa, bahwa dalam psikologi ada fakta-fakta
tertentu yang sudah mantap sekali, dan sudah ada cukup pemahaman tentang
bekerjanya proses-proses dasar psikologi, maka penggunaan metode deduktif
dibenarkan. Sebaliknya, bila seseorang kurang yakin akan nilai-nilai ilmiah
dari data psikologi yang ada, metode induktif yang lebih baik. Dalam psikologi
ada teoriwan-teoriwan yang secara sengaja menggunakan kedua metode ini dalam
penelitian mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu. Mereka ini disebut
para fungsionalis. Pendekatan fungsionalis dalam konstruksi teori merupakan
cirri khas psikologi dewasa ini.
D.
Verifikasi
Teori-Teori
Pada suatu saat mungkin timbul suatu pertanyaan tentang
‘kebenaran’ suat teori yang telah dirumuskan. Sebenarnya yang menjadi masalah
bukan kebenaran suatu teori, melainkan yang ingin dikatahui ialah apakah teori
tertentu relative lebih baik daripada teori yang lama, dan apakah bagian
tertentu dari suatu teori, memerlukan revisi. Dalambuku ini akan dibahas tiga
cara untuk menguji suatu teori, yaitu ditinjau dari segi (1) sintak, (2)
semantic, dan (3) parsimony.
1.
Secara
Sintaks
Salah satu tes suatu teori ialah apakah teori itu
secara internal konsisten dan logis. Oleh karena semua teori itu disusun atas
dasar postulasi hubungan-hubungan antar akonstruk-konstruk, maka dari seorang
teoriwan diminta bahwa teorinya tunduk pada peraturan-peraturan sintatik, di
mana ia memperlihatkan bahwa konstruk-konstruk yang digunakannya dalam teorinya
dapat saling dihubungkan, dan akhirnya dihubungkan pada data yang sebenarnya.
Aturan-aturan ini dapat bersifat matematik (dalam physical science) atau
verbalitas (seperti dalam psikologi dan pendidikan).
Presisi (ketelitian) secara sintatik lebih
diharapkan dari sains (physical science) daripada psikologi ataupun pendidikan,
terutama sintaks matematika. Psikologi lebih banyak menggunakansyntaks
verbalistik, karena sifat keilmuannya.
2.
Secara
Semantik
Suatu teori terutama diuji apakah teori itu membuat
generalisasi-generalisasi yang benar dan prediksi-prediksi yang sahih (valid).
Hal ini disebut semantic. Pada
dasarnya suatu teori dapat lulus atau gagal waktu diuji secara eksperimen. Hal
ini berarti, bahwa suatu teori harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat
diuji. Inilah yang merupakan masalah yang ditemukan berulang kali dalam menilai
‘kebenaran’ teori-teori.
Eksperimen-eksperimen akan banyak digunakan
untukmengetahui nilai relative dari suat teori terhadap teori yang lain. suatu
teori dinilai lebih daripada teori yang lain, bila kedua teori itu membuat
prediksi-prediksi yang berbeda dan bukti-bukti empiris yang lebih menyokong
prediksi-prediksi dari teori yang satu dibandingkan dengan prediksi-prediksi
yang berasal dari teori yang lainnya. Inilah yangd isebut tes semantic dari
suatu teori. Tetapi dalam kenyataannya, setelah dilakukan
eksperimen-ekspreimen, hanya sedikit kasus yang menunjukkan, bahwa suatu teori
jelas lebih unggul daripada teori yang lain. kerap kali para peneliti
menafsirkan suatu bukti yang negative dari suatu tes semantic. Hal ini
merupakan suatu petunjuk bahwa teori itu tidak boleh digunakan lagi. Para
peneliti itu dapat memutuskan, bahwa konsep yang mereka teliti mungkin
berpengaruh pada proses-proses belajar, tetapi mungkin mereka menemukan masalah
dalam ‘definisi operasional’ mereka (cara mereka mengukur konsep itu).d alam
hal ini mungkin diperlukan alat ukur yang lain atau variable-variabel lain yang
harus diteliti. Misalnya, dalam penelitian tentang pengaruh umpan balik pada
belajar. Mereka mungkin mengambil kesimpulan, bahwa umpan balik belum diberikan
secara jelas pada subjek, atau umpan balik diberikan terlalu sering. Jadi,
penelitian baru harus direncanakan dan dilakukan.
Hal lain yang juga harus diperhatikan ialah
bagaimana “sempurnanya” prediksi-prediksi seharusnya dalam suatu teori. Tentang
hal ini, dalam sains terdapat dua konsepsi. Konsepsi ‘klasik’ beranggapan bahwa
seseorang dapat membuat prediksi-prediksi yang sempurna, dan menghasilkan
penjelasan-penjelasan yang tidak dapat disangkal. Konsepsi yang kedua menerima
pendekatan ‘probabilitas’ tentang prediksi. Ini berarti, bahwa pada akhirnya
kita akan memperoleh derajat ketelitian yang paling tinggi dalam membuat
prediksi-prediksi, tetapi kita tidak dapat mengharapkan akan mempunyai
ketelitian yang sempurna dalam prediksi-prediksi kita. Kedua konsepsi itu
diperdebatkan dalam sains dan filsafat sains dalam beberapa decade yang lampau.
Posisi klasik disebut pula posisi ‘deterministik’, sedangkan posisi yang kedua
disebut posisi ‘probabilistik’.
Posisi apa pun yang dianut oleh seseorang tentang
hal ini, namun tes yang penting tentang suatu teori adalah sejauh mana
prediksi-prediksi yang dihasilkan dari teori itu ditunjang oleh bukti-bukti
empiris.
3. Parsimoni
Yang kurang penting bila dibandingkan dengan kedua
tes tentang teori yang telah diuraikan di atas ialah aturan parsimony, aturan ini mengemukakan,
bahwa bila dua teori kelihatannya sama sahihnya ditinjau dari segi semantic
maupun segi sintatik, maka teori yang lebih sederhanalah yang diterima.
Dalam psikologi dan pendidikan pada kenyataannya,
parsimony tidak begitu menjadi masalah, karena masih banyak
pertanyaan-pertanyaan yang belum terawab mengenai kesahihan semantic dari
sebagaian besar teori-teori dalam kedua bidang ini (Snelbecker, 1974).
Selain ketiga tes untuk teori yang telah dikemukakan
diatas, tentunya masih ada beberapa yang lain yang tidak dibahas dalam buku
ini. tetapi dengan memperhatikan criteria seperti tersebut diatas kita telah
mempunyai cara-cara untuk menilai teori-teori. Sekali ini perlu ditekankan,
bahwa yang penting ialah bukannya untukmenemukan suatu teori yang benar, atau
dipercaya, atau sempurna, melainkan untuk menemukan suatu teori yang lebih
baik.
BAB
II
BELAJAR
DAN TEORI-TEORI BELAJAR
Maya untuk pertama kali masuk sekolah. Ibu guru
menerimanya dengan senyuman dan pujian. Belum lagi dua minggu berlalu, Maya
minta diantarkan ke sekolah lebih tinggi, sambil berkata pada Ibunya, bahwa ia
akan menjadi guru bila sudah besar.
Seorang mahasiswa fakultas sastra diberitahu oleh
dosennya, bahwa ia mempunyai bakat mengarang. Dia mulai mengisi majalah kampus,
dan setelah dua tahun dia telah menyelesaikan naskah pertamanya.
Ari, seorang siswa SMA yang gagal dalam memahami
momen-momen gaya dalam pelaaran fisika, bermain-main papan ungkak-jungkik
dengan adiknya di halaman. Sekonyong-konyong ia mengambil sehelai kertas, dan
melakukan beberapa hitungan, dengan menggunakan beratnya sendiri, berat
adiknya, dan jarak antara pusat papan itu dan tempat ia duduk, dan jarak antara
pusat papan itu dan tempat adiknya duduk. Ia tersenyum, dan sekonyong-konyong
ia merasa bahwa ia sekarang mengerti bagaimana menghitung momen-momen gaya.
Setiap uraian belajar yang dikemukakan di atas
merupakan belajar yang dapat berlangsung di sekolah dan di sekitar sekolah
adalah sebagai contoh dari belajar. Belajar terjadi kerap kali, dan dimana
saja. Belajar dapat terjadi di ruang di sekolah, di laboratorium, di pabrik, di
muka layar teleisi, di mana saja.
Dalam bab ini kita akan membahas
definisi belajar, serta perbedaan belajar dengan proses-proses lain yang
sekan-akan mirip dengan belajar. Kemudian akan kita lanjutkan dengan uraian
tentang berbaga bentuk belajar untuk sampai pada pembahasan tentang teori-teori
belajar secara umum.
A.
DEFINISI
BELAJAR
Banyak definisi yang diberikan tentang belajar. Dalam
bab ini hanya ada satu definisi belajar yang dikembalikan, yaitu suatu definisi
yang kelihatannya sederhana, tetapi dengan memberikan penjelasan tentang
komponen-komponen yang terdapat di dalamnya, mudah-mudahan definisi itu akan
menjadi lebih berarti dan bermakna.
Menurut Gage (1984) belajar dapat didefinisikan
sebagai suatu proses di mana suatu organism berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman.
1.
Perubahan
Perilaku
Gagasan yang menyatakan bahwa belajar menyangkut
perubahan dalam suatu organism, berarti juga bahwa belajar membutuhkan waktu.
Untuk mengukur belajar, kita membandingkan cara organism itu berperilaku pada
waktu 1 dengan cara organism itu berperilaku pada waktu 2 dalam suasana yang
serupa. Bila perilaku dalam suasana serupa itu berbeda untuk kedua waktu itu,
maka kita dapat berkesimpulan bahwa telah terjadi belajar.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perubahan perilaku dalam proses belajar.
Perubahan dalam sifat-sifat fisik, misalnya tinggi dan berat, tidak termasuk
belaar. Demikian pula perubahan dalam kekuatan fisik, misalnya kemampuan untuk
mengangkat, yang terjadi sebagai suatu hasil perubahan fisiologis dalam besar
otot atau efisiensi dari proses-proses sirkulasi dan respirasi.
2.
Perilaku
Terbuka
Belajar yang kita simpulkan, terjadi bila perilaku
yang hewan-hewan, termasuk manusia, berubah. Perilaku menyangkut aksi atau
tindakan, aksi-aksi otot atau aksi-aksi kelenjar, dan gabungan dan kedua macam
aksi itu. Yang menjadi perhatian utama ialah perilaku verbal dari manusia,
sebab dari tindakan-tindakan menulis dan berbicara manusia, dapat kita
tentukan, apakah perubahan-perubahan dalam perilaku telah terjadi. Perubahan
dari ‘ba-ba’ menadi ‘bapak’, dari meunlis sekolah menadi sekolah, dan dari menulis
H2O menjadi menulis H2O, memungkinkan kita untuk menyimpulkan, bahwa
belajar telah terjadi. Perilaku berbicara, menulis, dan bergerak, dan
lain-lainnya, memberi kesempatan pada kita yang mempelajari perilaku-perilaku
berpikir, merasa, mengingat, memecahkan masalah, berbuat kreatif, dan
lain-lainnya. Perilaku terbuka dari organism selalu menjadi pusat perhatian
kita. Beberapa ahli psikologi hanya memusatkan pada perilaku terbuka. Mereka
disebut para ahli psikologi perilaku (behavioristis). Para ahli psikologi yang
lain menganggap perilaku terbuka sebagai suatu tanda untuk menyimpulkan apa
yang terjadi dalam pikiran seseorang. Mereka kerap kali disbut para ahli psikologi kognitif. Tetapi, semua ahli
psikologi perlu mengamati perilaku terbuka untuk dapat menentukan apakah
terjadi perubahan.
3.
Belajar
dan Pengalaman
Komponen terakhir dalam definisi belajar ialah
‘sebagai suat hasil pengalaman’. Istilah pengalaman
membatasi macam-macam perubahan perilaku yang dapat dianggap mewakili
belajar. Batasan ini penting dan sulit untuk didefinisikan. Biasanya batasan
ini dilakukan dengan memperhatikan penyebab-penyebab perubahan dalam perilaku
yang tidak dapat dianggap sebagai
hasil pengalaman. Diatas telah kita kemukakan beberapa macam perubahan semacam
ini dalam usaha untuk menjelaskan perilaku. Jadi, perubahan perilaku yang
disebabkan oleh kelelahan, adaptasi indera, obat-obatan, dan kekuatan mekanis,
tidak dianggap sebagai perubahan yang disebabkan oleh pengalaman, dank arena
itu tidak dapat dianggap, bahwa belajar telah terjadi. Bila seseorang masuk ke
dalam kamar yang gelap, lambat laun ia akan melihat lebih jelas, perubahan yang
dialami orang ini diakibatkan oleh pembukaan pupil dan perubahan-perubahan
fotokimia dalam retina, hal ini
merupakan sesuatu yang fisiologi, dan
tidak mewakili belajar. Perubahan-perubahan dalam perilaku yang disebabkan oleh
alcohol atau obat-obat lainnya tidak dapat dianggap sebagai belajar, sebab
perubahan-perubahan ini pun bersifat fisiologis.
4.
Belajar
dan Kematangan
Proses lain yang menghasilkan perubahan perilaku,
yang tidak termasuk belaar ialah kematangan.
Perubahan perilaku yang disebabkan oleh kematangan terjadi, bila perilaku
itu disebabkan oleh perubahan-perubahan yang berlangsung dalam proses
pertumbuhan dan pengembangan dan organisma-organisma secara fisiologis.
Berjalan dengan berbicara berkembang dalam diri manusia pada umumnya lebih
banyak disebabkan oleh kematangan ini daripada oleh belajar. Suatu tingkat
kematangan tertentu merupakan prasyarat belajar berbicara, walaupun pengalaman
dengan orang dewasa yang berbicara yuntuk membantu kesiapan yang dibawa oleh
kematangan.
Setelah semua bentuk-bentuk perubahan-perubahan
(yatu yang disebabkan oleh proses-proses fisiologis, mekanik dan kematangan)
dikeluarkan dari kateori perubahan-perubahan yang mencerminkan belajar,
akhirnya perubahan-perubahan apa kah yang tinggal sebagai hasil belajar?
Jawabannya ialah, bahwa belajar dihasilkan dari pengalaman dengan lingkungan,
di mana terjadi hubungan-hubungan antara stimulus-stimulus dan respon-respons.
B.
BENTUK-BENTUK
BELAJAR
Kita sudah mengetahui apa yang dimaksudkan
dengan belaar, tetapi apakah hanya ada satu bentuk belajar? Gage(1984)
mengemukakan, bahwa ada lima bentuk belajar, yaitu:
1. Belajar
responden
2. Belajar
kontiguitas
3. Belajar
operant
4. Belajar
observasional
5. Belajar
kognitif
1. Belajar Responden
Salah satu bentuk dari belajar disebut belajar
responden. Dalam belajar semacam ini, suatu respons dikeluarkan oleh suatu
stimulus yang telah dikenal. Berapa contoh belajar responden adalah hasil-hasil
penelitian yang dilakukan oleh ahli psikologi Rusia yang terkenal Ivan Pavlov.
Seekor anjing diberi serbuk daging dan sambil makan
keluar air liurnya. Serbuk daging disebut stimulus
tidak-terkondisi (unconditioned stimulus, US), dan tindakan mengeluarkan
air liur disebut respons
tidak-terkondisi (unconditioned
response,UR). Terjadinya spons terhadap penyajian stimulus ini tidak
merupakan belajar, tetapi terjadi secara instinktif.
Sekarang lampu kita hidupkan di
tempat anjing itu. Menghidupkan lampu mempunyai efek yang minimal terhadap air
liurnya anjing itu. Kemudian kita nyalakan lampu tepat sebelum memberikan
serbuk daging itu pada anjing (US). Jika hal ini kita lakukan beberapa kali,
dan kemudian, pada suatu percobaan, tanpa memberikan serbuk daging, kita lihat
timbulnya respons mengeluarkan air liur. Cahaya, yang sebelumnya merupakan
stimulus yang netral, sekarang menjadi stimulus terkondisi (conditioned
stimulus,CS), dan respons yang ditimbulkan disebut respons respons terkondisi
(conditioned response,CR). Gambar 2-1 menunjukkan hubungan antara
istilah-istilah ini.
Sebelum
terkondisi
tetapi
|
Tidak ada respons
|
(Lampu) (daging) (air liur)
Selama terkondisi
Diikuti oleh
|
(Lampu) (daging) (air liur)
Sesudah terkondisi
(Lampu) (air liur)
Gambar 2.1. Model Belajar Responden
Dalam situasi yang dikemukakan di atas, perilaku
berubah sebagai hasil suatu pengalaman. Jadi situasi ini sesuai dengan definisi
belajar yang sederhana yang telah dikemukakan terdahulu. Sekarang mari kita
pindah dari anjing ke manusia, dan kita gunakan model ini dalam bentuk yang
lebih umum. Kita dapat menganggap hubungan antara stimulus tak-terkondisi
dengan respons beroperasi, bila suatu stimulus (US) menimbulkan reaksi
emosional (UR), seperti takut, marah; gembira, senang, bahagia. Memasangkan stimulus
terkondisi, yaitu suatu stimulus netral sebelumnya, dengan stimulus
tak-terkondisi menghasilkan timbulnya suatu respons terkondisi (seperti takut,
atau gembira). Terhadap stimulus terkondisi itu.
Contoh belajar pertama yang dikemikakan pada permulaan
bab ini guru dan Maya melukiskan terjadinya belaar responden. Senyum dan pujian
guru dapat ditafsirkan sebagai stimulus tak terkondisi. Tindakan guru ini
menimbulkan suatu perasaan yang menyenangkan dalam diri Maya, yang dapat
ditafsirkan sebagai respons tak terkondisi. Guru dan sekolah yang sebelumnya
itu netral, yaitu stimulus terkondisi, terasosiasi dengan stimulus
tak-terkondisi, dan segera menimbulkan perasaan tang menyenangkan yang sama.
Sekarang, marilah kita lihat kejadian yang lain.
pada diri seorang anak yang pada hari pertama masuk sekolah, mungkin timbul
perasaan takut, disebabkan oleh sikap guru yang tidak ramah, disiplin sekolah,
atau ejekan teman-temannya. Model belajar responden menerangkan hal ini sebagai
berikut. Sekolah, dan semua komponen-komponennya, seperti guru, buku,
murid-murid, mungkin saja pada suatu ketika menimbulkan rasa takut, sebab semua
ini telah terkait dengan stimulus-stimulus yang menginduksi perasaan negative.
Perasaan “takut akan symbol” yang timbul pada
siswa-siswa bila mereka menghadapi untuk pertama kalinya symbol-simbol
metematika, seperti a,b,atau y = ax +
bx + c, mungkin didasarkan pada
responden terkondisi tentang respons-respons takut terhadap soal-soal
matematika. Melihat symbol-simbol yang tidak dikenal, yang sebelumnya telah
dipasangkan dengan bidang studi yang sulit, menimbulkan emosi negative dalam
diri siswa, dan inilah yang kerap kali menghalang-halangi belajar efektif.
Sesungguhnya, apa saja dalam lingkungan dapat
menjadi berpasangan dengan suatu stimulus yang menimbulkan respons-respons
emosional. Kata-kata guru yang ramah atau kata-kata guru yang kasar dapat
menimbulkan perasaan senang atau perasaan takut. Stimulus-stimulus yang
terasosiasi, seperti matematika, sekolah, menjadi dapat menimbulkan respons
mirip dengan respons yang tak terkondisi, sebab stimulus-stimulus ini dekat
dengan stimulus-stimulus tak-terkondisi. Bentuk belajar semacam ini kerap kali
terajadi tanpa didasari oleh siswa, jadi sulit jadi siswa untuk mengerti
bagaimana respons-respons tertentu itu diperoleh. Seorang guru yang meneliti
peristiwa-peristiwa belajar dengan model belajar responden, mungkin dapat
menolong para siswa memahami perasaan mereka, mencapai hasil-hasil belajar yang
lebih memuaskan, dan mencegah mereka dari belajar respons-respons yang tidak
diinginkan.
2.
Belajar
Kontiguitas
Sudah kita lihat, bahwa pemasangan stimulus
tidak-terkondisi dan stimulus terkondisi merupakan suatu syarat untuk belajar
responden. Beberapa teoriwan belajar mengemukakan, bahwa pemasangan
kejadian-kejadian sederhana itu, kejadian-kejadian apa pun, dapat menghasilkan
belajar. Tidak diperlukan hubungan stimulus tak-terkondisi ---respons. Asosiasi
dekat (contiguous) sederhana antara suatu stimulus dan suatu respons dapat
menghasilkan suatu perubahan dalam perilaku. Kekuatan belajar kontiguitas
sederhana dapat dilihat bila seseorang mwmberikan respons terhadap
pernyataan-pernyataan yang belum lengkap seperti di bawah ini ;
Sembilan kali lima sama dengan ….
Gunung semeru ialah gunung tertinggi di ….
Anak itu sepandai ….
Cita-citanya setinggi ….
Dengan mengisikan kata-kata empat puluh lima,Jawa
Timur, ayahnya, langit, di tunjukkan bahwa kita dapat belajar sesuatu karena
peristiwa-peristiwa atau stimulus-stimulus terjadi berdekatan pada waktu tang
sama. Kadang-kadang diperlukan pengulangan dari peristiwa-peristiwa itu, tetapi
ada kalanya belajar terjadi tanpa di ulang. Jadi tidak perlu kita menganggap
hubungan-hubungan stimulus takterkondisi-respons. Secara sederhana dapat
dikatakan, bahwa manusia dapat berubah sebagai hasil dari mengalami
peristiwa-peristiwa yang berpasangan.
Dalam sekolah kita melihat bentuk belajar semacam
ini waktu guru “mendril” siswa. Misalnya dalam menghafalkan pertambahan “2 +
2, 3 + 3, 4 + 4,” dan seterusnya, atau perkalian “2 x
2, 3 x 3, 4 x 4,” dan seterusnya. Mengajar dengan menggunakan metode “idril”
ini. walaupun kerap kali membosankan, dapat menjadi efesien, karena
peristiwa-peristiwa yang terjadi secara bersamaan dapat menghasilkan belajar.
Mengatakan “empat” terhadap stimulus “2 + 2, mengakibatkan pemasangan stimulus
dan respons yang asosiasinya akan dipelajari.
Bentuk belajar kontiguitas yang lain ialah
“stereotyping”. Bila sandiwara TV secara berulang kali memperlihatkan seorang
ilmuwan dengan orang yang berkaca mata, seorang guru dengan orang yang ramah,
seorang ibu tiri dengan wanita yang kejam, seorang sastrawan berjenggot
panjang, maka sandiwara TV itu menciptakan kondisi-kondisi untuk belajar
“stereotyping”. Tidak semua ilmuwan berkaca mata, tidak semua ibu tiri itu
kejam, tetapi, dengan kerapkalinya dipasangkannya katagori-katagori ini, orang
percaya bahwa konsep-konsep itu berjalan seiring. Kerap kali
komunikasi-komunikasi media, termasuk buku-buku pelajaran, memperkuat stereotype-stereotipe
ini, yaitu menimbulkan keyakinan yang terlalu dipermudah dan kaku tentang
kategori-kategori orang-orang. Gambar 2-2 di ambil dari buku pelajaran yang
digunakan di sekolah. Jelas terlihat stereotype peranan seks dalam buku ini.
3.
Belajar
operant
Belajar sebagai akibat reinforsemen merupakan bentuk
belajar lain yang banyak diterapkan dalam teknologi modifikasi perilaku. Bentuk
belajar ini di sebut terkondisi operant, sebab perilaku yang diinginkan timbul
secara spontan, tanpa dikeluarkan secara instinktif oleh stimulus apa pun,
waktu organisma “beroperasi” terhadap lingkungan. Berbeda dengan belajar
responden, perilaku operant tidak mempunyai stimulus fisiologis yang dikenal
fisiologis yang dikenal. Perilaku operant tidak ‘dikeluarkan’ (elicited),
tetapi ‘dipancarkan’ (emitted); dan konsekuensi
dari perilaku itu bagi organisma merupakanvariael yang penting dalam belajar
operant. Perilaku akan diperkuat, bila akibatnya berupa suatu peristiwa
terreinfors. Perilaku yang mengalami reinforsemen mempunyai kecenderungan untuk
meningkat dalam hal frekuensi, magnitude, atau probabilitas terjadinya.
Gambar 2.2. Contoh stereotype peranan seks dalam
buku pelajaran
Karena peristiwa-peristiwa yang mengalami
reinforsemen dapat menghasilkan efek-efek yang begitu penting, perlu kita
bertanya, apakah reinforser itu? Suatu reinforser
ialah setiap stimulus yang
meningkatkan kekuatan suatu perilaku (Gage, 1984). Menurut Slavin (1988)
reinforser didefinisikan sebagai suatu konsekuensi yang memperkuat berarti
meningkatkan frekuensi) perilaku-perilaku.
Belajar operant ditunjukkan dalam perilaku operant
dalam perilaku berbagai hewan: tikus menekan pengungkit (level), burung merpati
mematuk kunci, kuda menganggukan kepalanya. Pada dasarmnya setiap perilaku
operant dapat ditimbulkan kerap kali dengan pemberian reinforsemen segera
setelah timbulnya pelaku tiu.
Pada manusia, berlaku hal yang sama. Berbagai
perilaku manusia dapat ditimbulkan berulang kali dengan adanya reinformsemen,
segera setelah ada respons. Respons itu dapat berupa: suatu pernyataan, suatu
gerakan, suatu tindakan. Misalnya, respons itu dapat berupa menjawab pertanyaan
guru dengan sukarela atau dapat pula respons itu berupa jawaban siswa itu
sendiri. Ada kalanya, rspons itu sulit untuk diketahui, seperti bila seorang
siswa duduk diam saja, dan kelihatannya tidak berbuat apa-apa.
Bila respons berupa menjawab secara sukarela
pertanyaan guru, maka reinforser terhadap respons itu mungkin dalam bentuk
“diberi giliran oleh guru”. Bila respons itu berupa ucapan guru, ‘betul’, atau
‘bagus sekali’. Atau bila respons itu berupa duduk diamdan tidak berbuat
apa-apa, salah satu reinforser yang menyebabkan perilaku itu akan terjadi lagi,
ialah suatu tanda persetujuan guru, apakah itu berupa kata-kata atau senyuman.
Contoh yang diberikan kepada permulaan bab ini tentang mahasiswa itu, merupakan
penerapan teori reinforsemen.
4.
Belajar
Observasional
Bentuk lain dari belajar yang akan kita bahas dalam
bagian ini ialah belaar observasional. Bentuk belajar ini banyak kita jumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Bila kita untuk pertama kali belajar mengendarai
mobil, kita akanmengamati seorang instruktur untuk mengetahui urutan
tindakan-tindakan yang dibutuhkan untukmenghidupkan dan kemudian menjalankan
mobil. Demikian pula, bila seseorang mulai bermain volley, ia berusaha meniru
temannya yang terkenal sebagai pemain ulung dalammelemparkan bola, misalnya.
Bila seorang diundang makan di hotel besar, di mana tersedia berbagai macam
sendok, garpu, dan gelas, mungkins ekali orang itu akan menunggu hhingga ada
seorangyang tampaknya mengetahui bagaimana cara makan sebelum ia mulai makan,
dan ia menggunakan perilaku orang itu untuk membimbing perilakunya sendiri.
Contoh-contoh ini memperlihatkan betapa tergntungnya kita pada belajar
observasional. Model-model perilaku, sopir, pemain volley, dan orang dengan
kesopanan sosial membimbing perlaku kita. Pengamatan-pengamatan tentang
model-model mengubah perilaku kita. Jadi, perubahan perilaku semacam ini
merupakan belajar, sesuai dengan definisi yang telah dikemukakan terdahulu.
Konsep belajar observasional memperlihatkan, bahwa
orang dapat belajar dengan mengamati orang lain melakukan apa yang akan
dipelajari. Karena itu perlu diperhatikan, agar anak-anak lebih banyak diberi
kesempatan untuk mengamati model-model perilaku yang baik atau yang kita
inginkan, dan mengurangi kesempatan-kesempatan untukmelihat perilaku-perilaku
yang tidak baik.
5.
Belajar
Kognitif
Beberapa ahli psikologi pendidikan berpendapat,
bahwa konsepsi-konsepsi tentang belajar yang telah dikenal, tidak satu pun yang
mempersoalkan proses-proses kognitif yang terjadi selama belajar. Proses-proses
semacam itu menyangkut ‘insight’, atau berpikir dan ‘reasioning’, atau
menggunakanlogika deduktif dan induktif. Walaupun konsepsi-konsepsi lain
tentang belaar dapat diterapkan pada hubungan-hubungan stimulus dan respons
yang arbitrer dan tak logis, para ahli psikologi dan pendidikan ini
berpendapat, bahwa lebih banyak dibutuhkan untuk menjelaskan belajar tentang
hubungan-hubungan yang logis, rasional, atau nonarbitrer.
Jadi, perlu dipikirkan untuk belajar yang terjadi
pada Ari, siswa SMA yang menurunkan prinsip ‘momen-momen gaya-gaya’ pada
tiapsisi titik tumpu harus sama, ika pengungkit itu harus seimbang. Iamelihat
bahwa momen itu ialah hasil kali gaya (berat adiknya) dan jarak adinya dari titik
tumpu. Iamengerti mengapa adiknya harus lebih jauh dari titik tumpu
dibandingkan dengan dirinya sendiri, agar pengungkit itu seimbang. Ia memahami
hukum tentang hubungan antara gaya-gaya dan jarak-jarak yang diseimbangkan.
Marilah situasi—situasi di atas kita terjemahkan ke
dalam bahasa stimulus-respons dari belajar terkondisi. Stimulus dalam hal ini
dapat dianggap urutan kumpulan berat-berat dan jarak-jarak dari titik tumpu.
Respons-respons ialah usaha-usaha Ari untuk menafsirkan keadaan seimbang dan
keadaan tak seimbang. Respons-respons ini kemudian mengalami reinforsemen atau
tidak oleh keadaan seimbang atau keadaan tak seimbang yang terjadi. Dari urutan
kumpulan stimulus-stimulus respons-respons dan reinforsemen-reinforsemen, dapat
dikatakan, bahwa akhirnya Ari belajar untuk menafsirkan keadaan seimbang secara
teliti.
Tetapi, menurut pendapat para ahli psikologi
kognitif, sesuatu yang penting tidak dapat ditemukan dari konsepsi
‘operant-conditioning’ ini, yaitu apa sebetulnya yang terjadi. Hal ini pun
tidak dapat dtemukan bila kita coba menganggap proses belajar ini sebagai
contoh dari belajar responden, belajar kontinguitas, atau belajar
observasional. Semua pendekatan-pendekatan belajar perilaku tampaknya tidak
mengindahkan persepsi siswa, insait (insight) pada, dan kognisi dari
hubungan-hubungan esensial antara unsure-unsur oleh para penganut psikologi
perilaku ini, yangmenjadi inti dalam teori dalam belajar kognitif, yang akan
kita bahas dalam bab tersendiri.
C.
TEORI-TEORI
BELAJAR
Diatas telah kita bahas apa yang dimaksudkan dengan
belajar. Kemudian diperlihatkan pula berbagai bentuk belajar yang kita kenal
dewasa ini. semua ini dikemukakan sebagai pengantar pada pembahasan teori-teori
belajar yang menjadi tujuan utama dalam penulisan buku ini.
Sebelum membahas teori-teori belajar yang dewasa ini
melibatkan demikian banyak penelitian, terlebih dahulu akandikemukakan
teori-teori belajar yangdikembangkan sebelum abad ke20 dan teori-teori belajar
yang dikembangkan selama abad ke-20, sekedar untuk memberikan pandangan umum
yang sedikit banyak merupakan pandangan historis.
1.
Teori-teori
Belajar sebelum Abad ke-20
Teori yang berlawanan sekali dengan teori disiplin
mental ialah teori perkembangan alamiah (natural unfoldment). Menurut teori
ini, anak itu akan berkembang secara alamiah. Pengembangan-pengembang teori ini
adalah ean . Rousseau (1712-1728), ahli pendidik Swis Heinrich Pestalozzi
(174601827), dan ahli filsafat, pendidik dan penemu gerakan, “Kindergarten”
dari Jerman Friederic Frebel (1728-1852). Para guru yang mengikuti teori ini
mula-mula akanmenunggu hingga siswa-siswa menyatakan keinginannya untuk belajar
membaca misalnya, sebelum mereka mencoba mengajar siswa-siswa ini membaca. Jadi
guru-guru lebih mementingkan perkembangan kematangan (maturational development)
dari pada menanamkan keerampilan-keterampilan tertentu. Lagi pula, mereka
menginginkan agar belajar itu merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi anak.
Teori ketiga yang dibahas ialah teori apresepsi.
Menurut teori apersepsi belajar merupakan suatu proses terasosiasinya
gagasan-gagasan baru dengan gagasan lama yang sudah membentuk pikiran (mind).
Para pengikut teori ini akanmengajar siswa-siswa membaca misalnya, mulai dengan
abjad, dan berusaha agar para siwa dapat mengenal dan mengucapkan setiaphuruf.
Kemudian mereka akanmengatakan bagaimana huruf-huruf membuat bunyi, bagaimana
bunyi menjadi bersatu, dan bagaimana hurufhuruf hidup dan huruf-huruf mati
berperan. Dengan lain perkataan, guru akanmemberikan aturan-aturan pada siswa.
Lalu guru ini akanmembicarakan benda-benda atau makhluk-makhluk hidup yang
telah dikenal para siswa, misanya kucing, anjing, kuda, dan lain-lain. kemudian
guru akanmenulis di papan tulis k u d a,
dan menerangkan, bahwa kata ini menggambarkan kuda. Guru ini berkeinginan
terutama untuk membuat pelajaran membaca itu menarik, dan berusaha agar para
siswa memperoleh gagasan-gagasan yang benar dari mereka.
Apersepsi, berlawanan dengan disiplin mental dan
pengembangan alamiah, merupakan suatu asosianisme mental yang dinamis,
didasarkan pada premis fundamental, bahwa tidak ada gagasan bawaan (Sejak
lahir); apa pun yang diketahui seseorang datang dari luar dirinya. Nama yang
banyak dihubungkan dengan teori ini ialah Johanna Friederich Herbart
(1776-1841), yang untuk pertama kali mengembangkan psikologi belajar secara
sistematis dari teori tabula rasa mengenai pikiran.
2.
Teori-teori
Belajar Abad ke-20
Teori-teori belajar yang dikembangkan selama abad
ke-20 dikelompokkan menjadi dua keluarga, yaitu keluarga perilaku (behavioristik)
yang meliputi teori-teori stimulus respons (S-R) conditioning, dan keluarga
gestalt Field yang meliputi teori-teori kognitif.
Menurut teori-teori perilaku, belajar merupakan
suatu perubahan perilaku yang dapat diamati, yang terjadi melalui terkaitnya
stimulus-stimulus dan respons-respons menurut prinsip-prinsip mekanistik. Jadi,
belajar melibatkan terbentuknya hubungan-hubungan tertentu antara satu seri
stimulus-stmulus dan respons-respons, stimulus, yaitu penyebab belajar adalah
agen-agen lingkungan, yang bertindak terhadap suatu organisma yang menyebabkan
organisma itu, memberikan respons, atau meningkatkan probabilita terjadinya
respons tertentu. Respons-respons yaitu akibat-akibat atau efek-efek, merupakan
reaksi-reaksi fisik suatu organisma terhadap titik stimulus eksternal maupun
stimulus internal.
Para penganut teori-teori perilaku ini berpendapat,
bahwa sudah cukup bagi siswa untukmengasosiasikan stimulus-stimulus dan
respons-respons, dan disberi reinforsemen bila ia memberikan respons-respons
yang benar. Mereka tidak mempersoalkan apakah yang terjadi dalam pikiran siswa
sebelum dan sesudah repons tersebut.
Nama-nama yang berhubungan dengan teori perilaku ini
ialah: ahli fisiologi dan farmakologi Rusia Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936),
E.L. Thorndike, E.R. Guthried, B.F. Skinner, R.M. Gagne, A. BAndura, dan
beberapa lainnya.
Menurut teori-teori Gestalt-Field belajar merupakan
suatu proses perolehan atau perubahan insait-insait (insights),
pandangan-pandangan (outlooks), harapan-harapan, atau pola-pola berpikir. Dalam
mempermasalahkan belajar bagi siswa para penganut teori-teori ini lebih
menyukai istilah-istilah oran gdaripada organisma,
lingkungan psikologi, daripada lingkungan
fisik atau ligkungan biologi, dan interaksi daripada aksi dan reaksi. Mereka berpendapat bahwa konsep-konsep orang,
lingkungan psikologi, dan interaksi lebih memudahkan para guru dalam memberikan
proses-proses belajar. Konsep-konsep ini memungkinkan guru untukmelihat
seseorang, lingkungannya, dan interaksi dengan lingkungannya semuanya itu
terjadi pada waktu yang sama, inilah artinya ‘field’.
Selanjutnya para ahli ini yakin, bahwa perilaku yang
tidak tampak atau yang tidak dapat diamati adalah mungkin untuk dipelajari
dengan cara ilmiah, misalnya pikiran-pikiran
(thoughts). Oleh karena
memusatkan diri pada menganalisis pross-proses kogntiif, maka
prinsip-prinsip dan kesimpulan-kesimpulan yang mereka sarankan dsebut
teori-teori kognitif.
Para penganut teori-teori kognitif, berlawanan
dengan para penganut teori-teori perilaku, memberi perhatian pada proses-proses
mental. Mereka ingin menemukan bagaimana impresi-impresi indera dicatat
dandisimpan dalam otak, dan bagaimana impresi-impresi ini kemudian digunakan
dalam memecahkan masalah-masalah. Mereka ingin mengetahui apakah yang terjadi
dalam pikiran siswa waktu seorang guru mendemonstrasikan bagaimana menghitung
luas suatu segitiga bagaimana terjadinya garam dari asam dan basa, bagaimana
menghitung denyut jantung, misalnya atau apakah yang terjadi dalam pikiransiswa
waktu dia membaca buku pelajaran tentang ekonomi, sejarah, matematika, kimia,
biologi , fisika dan lain-lain bidang studi. Atau apakah yang terjadi dalam
pikiran siswa waktu dia menyelesaikan soal-soal dalam ujian.
Secara garis besar perbedaan-perbedaan antara kedua
keluarga teori-teori belajar ini dirangkum oleh Bigge (1982) sebagai berikut.
Pengikut-pengikut teori perilaku menafsirkan belajar sebagai
perubahan-perubahan tentang kekuatan variable-variabel hipotesis yang disebut
hubungan-hubungan S-R (Stimulus-respons), asosiasi-asosiasi, kekuatan-kekuatan
kebiasaan, atau kecenderungan-kecenderungan perilaku; para pengikut teori-teori
Gestalt-Field mendefinisikan belajar sebagai reorganisasi perceptual atau
‘cognitive fields’ untuk memperoleh pemahaman. Jadi seorang guru menganut teori
berkeinginan untuk mengubah perilaku-perilaku siswanya yang tampak secara
signifikan, sedangkan guru yang berorientasikan teori Gestalt-Field atau
menganut teori kognitif berkeinginan untuk dmenolong par siswa nya mengubah pemahaman
mereka tentang masalah-masalah dansiatusi-situasi secara signifikan.
RANGKUMAN
Belajar didefinisikan
sebagai perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. Paling sedikit ada
lima macam perilaku perubahan pengalaman, dan dianggap sebagai factor-faktor
penyebab dasar dalam belajar. Pertama, pada
tingkat emosional yang paling primitive, terjadi perubahan perilaku diakibatkan
dari perpasangan suatu stimulus yang tak
terkondisi itu pada suatu waktu memperoleh kemampuan untuk mengeluarkan respons
terkondisi. Bentuk belajar semacam ini disebut belajar responden dan menolong kita untuk memahami bagaimana
para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau bidang-bidang studi.
Yang kedua dibahas belajar kontinguitas, yaitu bagaimana
dua peristiwa dipasangkan satu dengan yang lain pada satu waktu, dan hal ini
seringkita alami. Kita melihat bagaimana asosiasi ini dapatmenyebabkan belajar
dari ‘drill’ dan belajar stereotip-stereotip. Yang ketiga kita belajar bahwa
konsekuensi-konsekuensi perilaku mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi
atau tidak, dan berapa besasr pengulangan itu. Belajar semacam ini disebut
belajar operant. Keempat, pengalaman
belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadian-kejadian. Kita belajar
dari model-model, dan masing-masing kitamungkinmenjadi suatu model bagi orang
lain dalam belajar observasional. Kelima,
belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan memahami
peristiwa-peristiwa di sekitar kita, dan dengan insait, belajar menyelami
pengertian.
Teori-teori belajar dikelompokkan menjadi
teori-teori belajar sebelum abad ke-20 dan teori-teori belajar selama abad
ke-20. Pengelompokan ini dilakukan, karena teori-teori sebelum abad ke-20 dikembangkan
berdasarkan pemikiran filosofis atau spekulatif, tanpa dilandasi eksperimen.
Kedalam teori-teori belajar sebelum abad ke-20 termasuk teori disiplin mental,
teori pengembangan alamiah, dan teori apersepsi. Teori-teori belajar abad ke-20
dibagi menjadi dua keluarga, yaitu keluarga perilaku atau behavioristik yang
meliputi teori-teori stimulus-respons, dan keluarga GestaltField yangmeliputi
teori-teori kognitif.
BAB
III
TEORI-TEORI
BELAJAR PERILAKU
Dalam bab 2 secara umum telah dibahas teori-teori belajar
yang dikembangkan sebelum abad ke-20 dan selama abad ke-20. Teori-teori belajar
yang dikembangkan selama abad ke-20 dikelompokkan menjadi dua keluarga, yaitu
keluarga teori-teori perilaku dan keluarga teori-teori kognitif. Lain daripada
teori-teori belajar yang dikembangkan sebelum abad ke-29, teori-teori belajar
yang dikembangkan selama abad ke-20 dikembangkan secara ilmiah, jadi baik
secara sintaks maupun secara semantic dapat diandalkan. Dalam bab ini akan
dibahas teori-teori perilaku sedangkandalam bab 4 dan 5 akan dibahas
teori-teori kognitif. Bagaimana terjadi evolusi teori-teori perilaku, dan
beberapa prinsip teori-teori ini, akan menjadi pokok-pokok bahasan.
A.
Evolusi
Teori-teori Perilaku
Semua
ahli psikologi yang mendukung pandangan perilaku berpendapat bahwa mereka
meneliti belajar hendaknya mendasarkan kesimpulan-kesimpulan mereka atas
observasi-observasi tentang perilaku eksternal dan terbuka dan
organisme0organisme. Tetapi mereka berbeda dalam dua hal, yaitu dalam bagaimana
mereka meneliti belajar, dan dalam bentuk-bentuk belajar yang mereka analisis.
Dari judul bab ini terlihat, bahwa tidak ada hanya satu teori belajar perilaku,
melainkan ada beberapa. Dalam bab 2 dikemukakan lima bentuk belajar responden.
Belajar kontinguitas, belajar operant, dan belajar observasional. Dalam bab ini
akan dibahas tiga teori belajar, yaitu yang menyangkut belajar responden dan
dikenal dengan teori classical
conditioning dari Pavlop, teori operant
conditing dari Skinner, dan teori observational
atau juga dikenal dengan teori
belajar sosial yang dihubungkan dengan nama Bandura.
Studi
secara ilmiah tentang belajar baru dimulai pada akhir abad ke-19. Dengan
menggunakan teknik-teknik sains (physical
science), para ahli mulai melakukan eksperimen-eksperimen untuk memahami
bagaimana manusia dan hewan belajar.
1.
Ivan
Pavlov : Classical Conditioning
Dalam tahun-tahun terakhir dari
abad ke-19 dan tahun-tahun permulaan abad ke-20 Pavlop dan kawan-kawannya
mempelaari proses pencernaan pada anjing (dalam Bab 2 hal ini telah
dikemukakan). Selama penelitian, mereka memperhatikan perubahan dalam waktu dan
kecepatan pengeluaran air liur. Dalam eksperimen-eksperimen ini Pavlov dan
kawan-kawannya menunjukkan, bagaimana belaar dpat mempengaruhi perilaku yang
selama ini disangka refleksif dan tidak dapat dikendalikan, seperti pengeluaran
air liur. Lihat gambar 3.1.
Gambar 3.1.
Pentingnya studi yang dilakukan
oleh Pavlov terletak pada metode yangd igunakannya serta hasil-hasil yang
diperolehnya (Slavin, 1988). Alat-alat yang digunakan dalam berbagai eksperimen
memperlihatkan bagaimana Pavlov dan kawan-kawannya dapat mengamati secara
teliti dan mengukur respons-respons subjek-subjek dalam eksperimen-eksperimen
itu. Penekanan yang diberikan Pavlov pada observasi dan pengukuran yang teliti,
dan eksplorasinya secara sistematis tentang berbagai aspek belajar, menolong
kemajuan studi ilmiah tentang belajar. Tetapi, penemuan-penemuan Pavlov hanya
sedikit diterapkan pada belajar di sekolah.
2.
E.L
Thorndike : Hukum Pengaruh
Hasil studi Pavlov merangsang para
peneliti di Amerika Serikat, seperti E.L. Thorndike (Hilgard and Bower, 1966).
Dalam studi Thorndike terdahulu, ia memandang perilaku sebagai suatu respons
terhadap stimulus-stimulus dalam lingkungan (perhatikan kesesuaian dengan
Pavlov). Pandangan ini, bahwa
stimulus-stimulus dapat mengeluarkan respons-respons, merupakan titik tolak
dari teori stimulus-stimulus atau teori S-R yang dikenal sekarang. Seperti par
ahli teori perilaku sebelumnya, Thorndike menghubungkan perilaku yang
refleks-refleks fisik. Refleks-refleks tertentu, seperti sekonyong-konyong
mengangkat lutut ke atas bila lutut itu dipukul, terjadi para proses di
dalamotak. Dihipotesiskan, bahwa perilaku yang lain juga ditentukan secara
refleksif oleh stimulus yang ada di lingkungan, dan bukan oleh pikiran yang
sadar atau tidak sadar.
Dalam sejumlah
eksperimen-eksperimennya, Thondike menempatkan kucing-kucing dalam kotak-kotak.
Dari kota-kotak ini kucing-kucing itu harus keluar untuk memperoleh makanan. Ia
mengamati, bahwa sesudah beberapa selang waktu kucing-kucing itu mempelajari cara
mengeluarkan diri lebih cepat dari kotak-kotak itu dengan mengulangi
perilaku-perilaku yang mengarah pada keluar, dan tidak mengulangi
perilaku-perilaku yang tidak efektif. Dari ekspreimen-eksperimen ini, Thondike
mengembangkan hukumnya,yang dikenal dengan Hukum Pengaruh atau law of Effect.
Hukum pengaruh Thorndike
mengemukakan, bahwa jika suatu tindakan dikutip oleh suatu perubahan yang
memuaskan dalam lingkungan, kemungkinan bahwa tindakan itu diulangi dalam
situasi-situasi yang mirip, akan meningkat. Tetapi, bila suatu perilaku diikuti
oleh suatu perubahan yang tidak memuaskan dalam lingkungan,
kemungkinan-kemungkinan bahwa perilaku itu diulangi, akan menurun. Jadi,
konsekuensi-konsekuensi dari perilaku seseorang pada suatu saat, memegang
peranan penting dalam menentukan perilaku orang itu selanjutnya.
3.
B.F.
Skinner : Operant Conditioning
Pavlov Pengaruh Thorndike
mengemukakan para perilaku yang disangkanya ditampilkan oleh stimulus-stimulus
khusus. Tetapi Skinner berpendapat, bahwa perilaku-perilaku semacam itu
mewakili hanya sebagian kecil dari semua perilaku-perilaku. Ia menyarankan
suatu kelas lain dari perilaku, yang disebutnya perilaku-perilaku operant, sebab perilaku-perilaku ini beroperasi
terhadap lingkungn tanpa adanya stimulus-stimulus tak terkondisi apa pun,
seperti makanan misalnya. Studi Skinner terpusat pada hubungan antara perilaku
dan konsekuensi-konsekuensi. Sebab contoh misalnya, bila perilaku seseorang
segera diikuti oleh konsekunsi-konsekuensi yang menyenangkan, orang itu akan
terlibat dalam perilaku itu lebih kerap kali. Penggunaan
konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan dan tak menyenangkan untuk mengubah
perilaku disebut operant conditioning.
Eksperimen Skinner dipusatkan pada
penempatan subjek-subjek dalam situasi-situasi yang terkontrol, dan mengamati
perubahan-perubahan dalam perilaku subjek-subjek itu yang dihasilkan dengan
mengubah secara sistematis konsekuensi-konsekuensi dari perilaku subjek-subjek
tersebut. Kontrubusi Skinner, seperti halnya dengan Pavlov, bukan terdiri hanya
atas apa yang ditemukannya, melainkan juga atas metode-metode yang
digunakannya.
Skinner terkenal dengan
pengembangan dan penggunaan apparatus yang biasa disebut kotak Skinner. Dengan
kotak ini ia meneliti perilaku hewan,
biasanya tikus dan burung merpati. Pekerjaan Skinner dengan tikus dan burung
merpati menghasilkan sekumpulan prinsip-prinsip tentang perilaku yang telah
ditunjang oleh berates-ratus studi yang melibatkan manusia maupun hewan.
Prinsip-prinsip ini akan dibahas dalam bagian berikut.
B.
Prinsip-prinsip
Teori-teori Belajar Perilaku
Beberapa
prinsip yang melandasi teori-teori perilaku akan diuraikan dibawah ini.
1.
Konsekuensi-konsekuensi
Prinsip yang paling penting dari teori-teori belajar
perilaku ialah, bahwa perilaku yang berubah menurut konsekuensi-konsekuensi
langsung. Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan ‘memperkuat’ perilaku,
sedangkan konsekuensi-konsekeunsi yang tidak menyenangkan ‘melemahkan’
perilaku. Bila seekor tikus yang lapar menerima butiran makanan waktu ia
menekan sebuah papan, tikus itu akan menekankan papan itu lebih kerap kali.
Tetapi bila tikus itu menerima denyutan listrik, tikus itu akan menekanpapan
itu makin berkurang, atau berhenti sama sekali.
Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan pada
umumnya disebut reinforser, sedangkan
konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukuman (punishers).
Reinforser-reinforser
Reinforser-reinforser dapat dibagi menjadi dua
golongan: primer dan sekunder. Reinforser primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan
dasar manusia, misalnya : Makanan, air, keamanan, kemesraan dan seks.
Reinforser sekunder merupakan reinforser
yangmemperoleh nilainya setelah diasosiasikan dengan reinforser primer atau
reinforser sekunder lainnya yang sudah mantap. Uang baru mempunyai nilai bagi
seorang anak bila ia mengetahui, bahwa uang itu dapat digunakannya untukmembel
makanan, misalnya. Angka-angka dalam rapor baru mempunyai nilai bagi siswa,
bila orang tuanya memberikan perhatian dan penilaian, dan pujian orang tua
mempunyai nilai sebab pujian itu terasosiasi dengan kasih saying, kemesraan,
dan reinforser-reinforser lainnya. Uang mempunyain ilai sendiri, melainkan baru
mempunyai nilai setelah diasosiasikan dengan reinforser primer dan reinforser
sekunder lainnyayang lebih mantap. Ada tiga kategori dasar reinforser sekunder,
yaitu reinforser sosial (seperti pujian, senyuman, dan perhatian), reinforser
aktivitas (seperti pemberian mainan, permainan, atau kegiatan-kegiatan yang
menyenangkan), dan reinforser simbolik (seperti uang, angka, bintang, atau
points yang dapat ditukarkan untuk reinforser-reinforser lainnya).
Kerap kali reinforser-reinforser yang digunakan di
sekolah merupakan hal-hal yang diberikan pada siswa-siswa. Reinforser-reinforser
ini disebut reinforser positif, dan
beupa pujian, angka dan bintang. Tetapi, ada kalanya untuk memperkuat perilaku
adalah dengan membuat konsekuensi perilaku suatu pelarian dan situasi yang
tidak menyenangkan. Misalnya, seorang guru dapat membebaskan para siswa dari
pekeraan rumah, jika mereka berbuat baik dalam kelas. Jika pekerjaan rumah
dianggap sebagai suatu tugas yang tidak menyenangkan, maka bebas dari pekerjaan
rumah ini merupakan reinforser. Reinforser-reinforser yang berupa pelarian dari
situasi-situai yang tidak menyenangkan disebut reinforser negative.
Suatu prinsip perilaku penting ialah, kegiatan yang
kurang diingini dapat ditingkatkan dengan menggabungkannya pada
kegiatan-kegiatan yang lebih disenangi dan diingini. Sebagai contoh misalnya,
seorang guru berkata pada muridnya:”ika kamu telah selesai mengerjakan soal
ini, kamu boleh keluar,” atau “Bersihkan dahulu mejamu, nanti ibu bacakan
cerita.” Kedua contoh ini merupakan contoh-contoh dari suatu prinsip yang
dikenal dengan nama prinsip Premack (Premack,
1965). Para guru dapat menggunakan Prinsip Premack ini dengan menggabungkan
kegiatan-kegiatanyang lebih menyenangkan dengan kegiatan-kegiatan yang kurang
menyenangkan, dan membuat partisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang menyenangkan
tergantung pada penyelesaian sempurna
dari kegiatan-kegiatan yang kurang menyenangkan.
Hukuman
Konsekuensi-konsekuensi yang tidak memperkuat perilaku disebut hukuman. Patut diperhatikan
perbedaan antara reinforsemen negative (memperkuat perilaku yang diinginkan
dengan menghilangkan konsekuensi yang tidakmenyenangkan dan hukuman, yang
bertujuan mengurangi perilaku dengan menghadapkan konsekuensi-konsekuensi yang
tidak diinginkan.
Para teoriwan perilaku berbeda pendapat mengenai
hukuman ini. ada yang berpendapat, bahwa efek hukuman itu hanya temporer, bahwa
hukuman menimbulkan sifat menentang atau agresi. Ada pula teoriwan-teoriwan
yang tidak setuju dengan pemberian hukuman.
Tetapi, termasuk mereka yang mendukung
penggunaanhukuman ini, pada umumnya mereka setuju bahwa hukuman itu hendaknya
digunakan, bila reforsemen telah dicoba dan gagal, dan bahwa hukuman diberikan
dalam bentuk selunak mungkin, dan hukuman hendaknya selalu digunakan sebagai
bagian dari suatu perencanaanyang teliti, tidak dilakukan karena frustasi.
2.
Kesegeraan
(immediacy) Konsekuensi-konsekuensi
Salah satu prinsip dalam teori belajar perilaku
ialah, bahwa konsekuensi-konsekuensi yang segera mengikuti perilaku akan lebih
mempengaruhi perilaku daripada konsekuensi-konsekuensi yang lambat datangnya.
Prinsip kesegeraan konsekuensi-konsekuensi ini
penting artinya dalam kelas. Khususnya bagi murid-murid sekolah dasar, pujian
yang diberikan segera setelah anakitu melakukan suatu pekerjaan dengan baik,
dapat merupakan suatu reinforsemen yang lebih kuat daripada angka yang
diberikan kemudian.
3.
Pembentukan
(shaping)
Selain kesegeraan dari reinforsemen, apa yang akan
diberi reinforsemen, uga perlu diperhatikan dalam mengajar. Bila guru
membimbing siswa menu pencapaian tujuan dengan memberikan reinforsemen pada
langkah-langkah yang menuju pada keberhasilan, maka guru itu menggunakan teknik
yang disebut pembentukan.
Istilah pembentukan atau ‘shaping’ digunakan dalam
teori-teoeri belajar pelaku dalam mengajarkan keterampilan-keterampilan baru
atau perilaku-perilaku dengan memberikan reinforsemen pada para siswa dalam
mendekati perilaku akhir yang diinginkan.
Ringkasan dari langkah-langkah dalampembentukan
perilaku baru adalah sebagai berikut:
1. Pilihlah
tujuan buat tujuan itu sekhusus mungkin
2. Tentukan
sampai dimana siswa-siswa itu sekarang. Apakah kemampuan-kemampuan mereka?
3. Kembangkan
satu seri langkah-langkah yang dapat merupakan jenjang untukm embawa mereka
dari keadaan mereka sekarang ke tujuan yang telah ditetapkan . bagi sebagian
siswa langkah-langkah itu mungkin terlalu besar, untuk sebagian lagi mungkin
terlalu kecil. Ubahlah langkah-langkah itu sesuai dengan kemampuan
masing-masing siswa.
4. Berilah
umpan balik selama pelajaran berlangsung. Perlu diingat, makin baru materi
pelajaran, makin banyak umpan balik dibutuhkan para siswa.
C.
Teori
Belajar Sosial
Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori
belajar perilaku yang tradisional. Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura
(1969). Teori ini menerima sebagian besar prinsip-prinsip teori-teori belajar,
tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat
pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori belajar
sosial kita akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforsemen eksternal dan
penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar
dari orang lain. melalui observasi tentang dunia sosial kita, melalui
interpretasi kognitif dari dunia itu, banyak sekali informasi dan
penampilan-penampilan keahlian yang kompleks dapat dipelajari.
Dalam pandangan belajar sosial ‘manusia itu tidka
didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam, dan juga tidak ‘dipukul’ oleh
stimulus-stimulus lingkungan. Tetapi, fungsi psikologi diterangkan sebagai
interaksi yang kontinu dan timbale balik dari determinan-determinan pribadi dan
determinan-determina lingkungan (Bandura, 1977, hal. 11-12).
Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan
yang dihadapkan pada seseorang, tidak random, lingkungan-lingkungan itu kerap
kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Suatu perspektif
belajar menganalisis hubungan kontinu antara variable-variabel lingkungan,
cirri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang. Perspektif ini
menyediakan interpretasi-interpretasi tentang bagaimana terjadi belajar sosial, dan bagaimana kita mengatur
perlaku kita sendiri. Suatu pembahasan
tentang konsep-konsep utama dari teori belajar sosial akan diberikan dalam
bagian berikut.
1.
Pemodelan
(modeling)
Bandura memperhatikan bahwa penganut-penganut
Skinner memberi penekanan pada efek-efek dari konsekuensi-konsekuensi pada
perilaku, dan tidakmengindahkan fenomena pemodelan, yaitu meniru perilaku orang
lain, dan pengalaman vicarious, yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan
orang lain. ia merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia tidak
dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi, melainkan manusia itu belajar dari suatu
model. Guru=guru olahraga mendemonstrasikan loncat tinggi, dan para siswa menirunya.
Bandura menyebut ini no-trial learning, sebab
para siswa tidak harus melalui proses pembentukan (shaping process), tetapi dapat segera menghasilkan respons yang
benar.
2.
Fase
Belajar
Menurut Bandura (1977), ada empat fase belajar dari
model, yaitu fase perhatian (attentional
phase), fase retensi (retention
phase), fase reproduksi (reproduction
phase), dan fase motivasi (motivational
phase). Fase-fase ini diperlihatkan dalam gambar 3-2.
FASE
PERHATIAN
|
FASE
REPRODUKSI
|
Penampilan
|
FASE
RETENSI
|
FASE
MOTIVASI
|
Peristiwa
model
Perlu dikemukakan, bahwa dalam membahas berbagai
fase ini digunakan beberapa konsep yang ditemukan dalam teori kognitif. Hal ini
perlu, karena belajar observasional uga menyangkut prose-proses kognitif, tetapi
penjelasan dari tiap-tiap konsep yang digunakan itu baru dapat ditemukan dalam
bab berikut, yaitu dalam bab yang membahas tentang teori kognitif.
a. Fase
perhatian
Fase pertama dalam belajar observasional ialah
memberikan perhatian pada suatu model. Pada umumnya, para siswa memberikan
perhatian pada model-model yang menarik, berhasil, menimbulkan minat, dam
popular. Inilah sebabnya mengapa banyak siswa meniru pakaian, tata rambut, dan
sikap-sikap bintang film, misalnya.
Dalam kelas, guru akan memperoleh perhatian dari
para siswa, dengan menyajikan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik (misalnya
dengan berkata: “Nah, perhatian bagaimana Ibu menyatakan jumlah atom oksigen
dalam molekul oksigen, dan jumlah molekul oksigen yang bereaksi”. Perhatian
siswa juga akan diperoleh dengan menggunakan hal-hal yang baru, aneh, atau tak Terduga,
dan dengan memotivasi para siswa agar menaruh perhatian (misalnya dengan
berkata. “Dengarkan baik-baik, ini akan muncul dalam ujian minggu depan”).
b. Belajar
observasi terjadi berdasarkan kontiguitas. Dua kejadian contiguous yang
diperlukan ialah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dari
penampilan itu dalam memori jangka-panjang. Menurut Bandura (1977: hal. 26).
“observers
who code modeled activities into either words, concise labels, or vivid imagery
learn and retain behavior better than thous who simply observe or are mentally
preoccupied with other matters while watching”.
Dari
apa yang dikemukakan oleh Bandura ini terlihat betapa pentingnya peranan
kata-kata, nama-nama, atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan
kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku.
Telah
dibicarakan sebelumnya, bahwa materi pelajaran akan lama diingat, bila
pengulangan terbuka terjadi. Tetapi, pengulangan tidak selalu harus terbuka.
Pengulangan tertutup dan perilaku yang dipelajari melalui belajar observasional
kerap kali dilakukan oleh para mahasiswa calon guru yang mempersiapkan
pelajaran mereka yang pertama. Dari guru pamong atau guru model, mahasiswa itu
belajar bagaimana berdiri dimuka kelas, bagaimana memberikan pelajaran
pendahuluan, menuliskan konsep-konsep atau kata-kata baru di papan tulis,
memberikan giliran pada siswa-siswa, memberikan rangkuman, dan lain-lainnya.
Sebelum mahasiswa itu memberikan pelajarannya, dalam pikirannya ia menyangka
persiapan yang telah dibuatnya. Pengulangan tertutup semacam ini menolong
mengingat unsure- perilaku yang harus dikuasai. Pengulangan tertutup ini
menolong terbentuknya kesesuaian antara perlaku mahasiswa itu dan perilaku
model.
c. Fase
Reproduksi
Dalam fase ini, bayangan (imagery) atau kode-kode simbolik verbal
dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru
diperoleh. Telah ditemukan, bahwa derajat ketelitian yang tertinggi dalam
belajar observasional terjadi, bila tindakan terbuka mengikuti pengulangan
secara mental (mental rehearsal).
Fase reproduksi mengizinkan model atau
instruktur untuk melihat apakah kompenen-komponen suatu urutan perilaku telah
dikuasai oleh yang belajar. Ada kalanya hanya sebagian dari suatu urutan perilaku
yang diberi kode yang benar dan dimiliki. Misalnya, seorang guru mungkin
menemukan setelah memodelkan hanya dapat
memcahkan sebagian dari persamaan itu. Mereka mungkin membutuhkan pertolonga
dalam menguasai seluruh urutan untuk memcahkan persamaan kuadrat itu.
Kekurangan penampilan hanya dapat diketahui, bila siswa-siswa diminta untuk
menampilkan. Itulah sebabnya fase reproduksi diperlukan. Perlu disebut
pentingnya arti umpan balik yang bersifat memperbaiki untuk membentuk perilaku
yang diinginkan. Sebagian besar dari psikologi operant mempersoalkan
reinforsemen dan hukuman, yang telah kita kenal efeknya terhadap perilaku.
Tetapi, sebagian besar dari pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh guru tidak
berupa reinforsemen maupun hukuman – hanya bersifat informative. mengetahui hasil,
umpan balik sederhana, mempunyai efek yang kuat terhadap perilaku berikutnya.
Bila seorang siswa telah melihat, memberikan kode, dan mengulangi, dan kemudian
mencoba menulis huruf besar”A”, atau mencoba melakukan loncat jauh, atau
mencoba menyusun pantun, guru model hendaknya pada aspek-aspek yang benar dari
penampilan, tetapi, yang lebih penting ialah ditujukan pada aspek-aspek yang
salah pada penampilan. Secara cepat memberi tahu siswa tentang respons-respons
yang tidak tepat sebelum berkembang kebiasaan-kebiasaan yang tidak diinginkan,
merupakan pelaksanaan pengajaran yang baik. Umpan balik perbaikan semacam ini
jangan dianggap sebagai hukuman. Umpan bailk sedini mungkin dalam fasa
reproduksi merupakan suatu variable penting dalam perkembangan penampilan
keterampilan pada yang diajar.
d. Fase
Motivasi
Fase terakhir dalam proses belajar
observasional ialah fase motivasi. Para siswa akan meniru suatu model, sebab
mereka merasa, bahwa dengan berbuat demikian mereka akan meningkatkan
kemungkinan untuk memperoleh reinforsemen.
Dalam kelas, fase motivasi dari belajar
observasional kerap kali terdiri atas pujian atau angka untuk penyesuaian
dengan model guru. Pada siswa memperhatikan model itu, melakukan latihan, dan
penampilannya, sebab mereka mengetahui, bahwa inilah yang disukai guru, dan
menyenangkan guru.
3.
Belajar
Vicarious
Telah kita ketahui bahwa sebagian besar dari belajar
observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru model dengan baik akan
menuju pada reinforsemen. Tetapi, ada orang yang belajar dengan melihat orang
diberi reinforsemen atau dihukum waktu terlibat dalam perilaku-perilaku
tertentu. Inilah yang disebut belajar “vicarious”.
Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip
belajar vincarious. Bila sorang murid berkelakuan tidak baik, maka guru
memperhatikan anak-anak yang bekerja dengan baik, dan memuji mereka karena
pekerjaan mereka yang baik itu. Anak yang nakal itu melihat, bahwa memperoleh
reinforsemen, karena itu ia pun kembali bekerja.
4.
Kekuatan
– sendiri
Konsep penting lainnya dalam belajar observasional
ia pengaturan-sendiri atau
“self-regulation.” Badura berhipotesis, bahwa manusia mengamati perilakunya
sendiri, mempertimbangkan (judge) perilaku
itu terhadap criteria yang disusunnya sendiri, dan kemudian memberi
reinforsemen atau hukuman pada dirinya sendiri. Kita semua mengetahui, bila
kita berbuat kurang daripada yang sebenarnya. Untuk dapat membuat
pertimbangan-pertimbangan (judgments) ini
kita harus mempunyai harapan tentang penampilan kita sendiri. Seorang siswa
mungkin sudah merasa senang sekali memperoleh 90% betul dalam suatu tes, tetapi
anak yang lain mungkin sangat kecewa.
Yang menjadi pertanyaan ialah, dimana kita
memperoleh criteria yang kita gunakan untuk mempertimbangkan penampilan kita?
Kadang-kadang pertimbangan-pertimbangan
ini kelihatannya timbul sendiri, seperti seorang pelukis, seorang
penulis, atau seorang guru, bekerja berulang kali untuk memperoleh sebuah
lukisan, suatu karangan, atau suatu pelajaran yang baik. Tetapi teori belajar
sosial mengemukakan, bahwa sebagian besar dari criteria yang kita miliki untuk
penampilan kita, kita pelajari, seperti banyak hal-hal yang lain, dari
model-model dalam dunia sosial kita.
Kita belajar banyak dengan dihadapkan pada
model-model. Bila kita memperhatikan perilaku model, dan menciptakkan kode-kode
imagery bagi apa yang telah kita amati, kita akan belajar dari model itu. Baik
pengulangan terbuka maupun pengulangan tertutup menolong kita untuk dapat
memiliki perilaku baru yang kita pelajari. Pada suatu saat kita harus mencoba
mereproduksi perilaku model itu. Umpan balik untuk memperbaiki, diberikan jauh
sebelum fase reproduksi belaar darimodel-model, mempunyai efek yang kuat
terhadap perilaku. Reinforsemen dan hukuman yang ditimbulkan sendiri secara
langsung dan dialami secara vicarious, menentukan sejauh mana perilaku yang
baru itu akan ditampilkan. Dalam pandangan belajar sosial, belajar dan
penampilan adalah dua fenomena yang berbeda.
Respons-respons kognitif kita terhadap perilaku kita
sendiri mengizinkan kita untukmengatur perilaku kita sendiri. Dengan mengamati,
kita mengumpulkan data tentang respons-respons kita. Melalui standar-standar
penampilan yang sudah terinternalisasi, kerap kali dipelajari melalui observasi, kita pertimbangkan perilaku
kita. Dengan mmberi hadiah atau menghukum kita sendiri, kita dapat
mengendalikan perilaku kita secara efektif. Kita tidak perlu dikendalikan oleh
kekuatan-kekuatan lingkungan atau keinginan-keinginan yang datang dari dalam. Kita dapat belajar menjadi
manusia sosial yang berkepribadian. Dengan menerapkan gagasan-gagasan dari
teori belajar sosial pada diri kita sendiri, kita dapat menjadi guru dan siswa
yang baik.
D.
Kekuatan-Kekuatan
Dan Kelemahan-Kelemahan Teori-Teori Perilaku
Telah diuraikan beberapa teori
perilaku. Sebagaimana setiap teori tidak akan pernah sempurna, demikian pula
halnya dengan teori-teori perilaku. Di samping kekuatan-kekuatannya ada pula
kelemahan-kelemahannya.
Prinsip-prinsip yang melandasi
teori-teori perilaku kedudukannya kuat dalam psikologi, dan hal inilah yang
ditunjukkan dalam berbagai situasi. Prinsip-prinsip ini berguna untuk
menjelaskan sebagian besar dari perilaku manusia, dan bahkan lebih berguna
dalam mengubah perilaku.
Tetapi, penting untuk diketahui,
bahwa teori-teori belajar perilaku terbatas lingkupnya. Dengan perkecualian
teoriwan-teoriwan belajar sosial, para teoriwan belajar perilaku terutama
memusatkan pada perilaku tampak. Inilah sebabnya mengapa sebagian besar dari
contoh-contoh yang diberikan dalam bab ini melibatkan pengendalian perilaku.
Proses-proses belajar yang kurang tampak, seperti pembentukan konsep, belajar
dari buku, pemecahan masalah, dan berpikir, sukar untuk diamati secara
langsung, dan karena itu kurang diteliti oleh para teoriwan perilaku.
Proses-proses ini termasuk kedalam domain belajar kognitif, walaupun teori
belajar sosial, yang merupakan suat pertumbuhan langsung dari teori-teori
belajar perilaku, menolong menjembatani gap antara kedua perspektif-perspektif
ini.
Teori-teori belajar perilaku dan kognitif kerapkali dikemukakan
sebagai model-model yang bersaing dan bertentangan. Sebenarnya, lebih baik
melihat kedua macam teori ini sebagai teori-teori yang menanggapi
masalah-masalah yang berbeda, jadi lebih bersifat komplimenter daripada
bersaing.
Rangkuman
Belajar melibatkan perolehan
kemampuan-kemampuan yang bukan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir, adi
bukan dari bawaan. Belajar tergantung
pada pengalaman, sebagian dari pengalaman itu merupakan umpan balik dari
lingkungan.
Penelitian-penelitian terdahulu
tentang belajar menyelidiki efek-efek dari stimulus-stimulus terhadap
perilaku-perilaku refleksif. Ivan Pavlov terkenal denga eori classical conditioning, dimana stimulus
netral memperoleh kapasitas untuk mengeluarkan respons-respons melalui asosiasi
dengan stimulus tak terkondisi.Thorndike mengembangkan hukum pengaruh (law of effect), yang menekankan peranan
konsekuensi-konsekuensi dari perilaku sekarang dalam menentukan perilaku yang
akan datang. Skinner melanutkan studi hubungan antara perilaku dan konsekuensi-konsekuensi.
Sebagai hasil dikemukakannya suatu bentuk belajar yang disebutnya operant conditioning.
Konsekuensi-konsekuensi ada yang
berupa reinforser-reinforser yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu
perilaku, atau hukuman-hukuman yang mengurangi kemungkinan terjadinya suatu
perilaku. Reinforsemen dapat positif atau negative, dan dapat primer atau
sekunder.
Hukuman melemahkan perilaku dengan
cara menghadapkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan atau dengan
meniadakan reinforsr-reinforser.
Pembentukan ialah proses
menguraikan suatu tugas menjadi beberapa langkah dan memberikan umpan balik
pada setiap langkah yang telah dilakukan.
Belajar dari permodelan terjadi
dengan cara mengamati perilaku orang-orang lain dan konsekuensi-konsekuensinya.
Menurut Bandura ada empat fase yang terlibat dalam belajar melalui model, yaitu
fase perhatian, fase retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi.
BAB 4
SISTEM PEMROSESAN INFORMASI
Telah dikemukakan dalam bab 2, bahwa para penganut
teori-teori belajar kognitif berpendapat bahwa perilaku yang tidak dapat
diamati pun dapat dipelajari secara ilmiah. sebagian besar dari mereka ini
terutama tertarik pada teori yang disebut teori pemrosesan-informasi. dalam bab
ini dan bab berikut akan dibahas teori pemrosesan-informasi. bagaimana
informasi diproses dalam pikiran, dan bagaimana informasi disajikan sehingga
dapat diproses dalam memori kerja, akan dibahas dalam
bab ini.
A.
TEORI
PEMROSESAN-INFORMASI
Para ahli psikologi kognitif mengemukakan suatu
kerangka teoretis yang dikenal denagn model pemrosesan-informasi. dalam model
ini peristiwa-peristiwa mental diuraikan sebagai transformasi-transformasi
informasi dari imput (stimulus) ke output (respons).
1.
SUATU
MODEL PEMROSESAN-INFORMASI
Model pemrosesan-informasi dapat digambarkan sebagai
kumpulan kotak-kotak yang dihubungkan dengan garis-garis. kotak-kotak itu
menggambarkan fungsi-fungsi atau keadaan system, dan garis-garis menggambarkan
transformasi yang terjadi dari satu keadaan yang lain. suatu model
pemrosesan-informasi diperlihatkan oleh gambar 4-1.
KONTROL
EKSEKUTIF
|
LINGKUNGAN
|
EFEKTOR
|
EFEKTOR
|
GENERATOR
RESPONS
|
PEREGISTOR
|
PENGINDERAAN
|
MEMORI
JANGKA PENDEK
|
MEMORI
JANGKA PANJANG
|
HARAPAN
|
Gambar 4.1. (Gagne, 1985)
Dalam model ini, informasi dalam bentuk energy fisik
tertentu (sinar untuk bahan tertulis, bunyi untuk ucapan, tekanan untuk
sentuhan, dan lain-lain) diterima oleh reseptor yang peka terhadap energy dalam
bentuk-bentuk tertentu itu. Reseptor-reseptor ini mengirimkan tanda-tanda dalam
bentuk impuls-impuls elektrokimia, ke otak. jadi transformasi pertama yang
dialami informasi ialah dari berbagai bentuk energy ke satu bentuk yang sama.
impuls-impuls saraf dari reseptor masuk ke suatu registor penginderaan yang
terdapat dalam system saraf pusat. informasi penginderaan disimpan dalam system
saraf pusat selama waktu yang sangat singkat sekali; menurut Sperling (1960)
hanya selama seperempat detik. dari seluruh informasi yang masuk ini sebagian
kecil yang disimpan untuk selanjutnya diteruskan ke memori jangka pendek,
sedangkan selebihnya hilang dari system. proses reduksi ini disebut persepsi
selektif.
Memori jangka-pendek secara kasar dapat disamakan
dengan kesadaran. artinya, apa yang kita sadari pada suatu waktu, dikatakan
terdapat pada memori jangka-pendek kita. Memori ini disebut “jangka-pendek”,
sebab informasi keluar dari memori jangka-pendek ini dalam waktu kira-kira 10
detik, kecuali kalau informasi itu diulang-ulang. Bila kita mencari nomor
telpon misalnya, nomor itu akan sampai ke momeri jangka-pendek . Bila kita
tidak mengulang-ulang nomor tersebut sewaktu kita berjalan dari buku telpon ke
pesawat telpon, mungkin sekali kita lupa akan nomor itu.
Bukan hanya umurmemori jangka-pendek, tetapi
kapasitasnya pun terbatas. Oleh karena itu memori jangka-pendek kerap kali
disebut bottlekneck dari system pemrosesan-informasi manusia. kapasitas memori
jangka-pendek yang kecil ini implikasinya penting sekali bagi pengajaran atau
instruksi pada umumnya.
makin lama mangkin banyak digunakan istilah memori
kerja untuk memori jangka-pendek, kedua istilah ini memberi penekanan pada
aspek-aspek yang berbeda dari konsep : “jangka-pendek” menekankan lam
bertahannya informasi, dangkan “kerja” menekankan fungsinya. memori kerja
merupakan “tempat” dilakukannya kegiatan mental secara sadar. sebagai contoh,
jika kita memecahkan soal 14 x 32 dalam berhitung, mak kita akan menyimpan
hasil-hasil sementara 28 dan 42 dan menjumlahkannnya di memori kerja itu.
Informasi dalam memori kerja dapat dikode; kemudian
disimpan dalam memori jangka-panjang. pengkodean (coding) merupakan suatu
proses transformasi, di mana informasi baru diintegrasikan pada informasi lama
dengan berbagai cara. Memori jangka-panjang menyimpan informasi yang akan
digunakan di kemudian hari. Berlawanan dengan memori kerja, memori jangka-panjang
bertahan lama sekali.
Informasi yang telah disimpan di memori
jangka-panjang, bila akan digunakan lagi harus dipanggil. informasi yang telah
dipanggil merupakan dasar generasi respons. Dalam pikiran sadar informasi
mengalir dari memori jangka-panjang ke memori jangka-pendek, dan kemudian ke
generator respons. Tetapi untuk respons otomatis, informasi mengalir langsung
dari memori jangka-panjang ke generator respons selama pemanggilan.
Generator respons mengatur urutan respons, dan
membimbing efektor-efektor. efektor-efektor meliputi semua otot dan kelenjar
kita, tetapi untuk tugas sekolah, efektor-efektor yang utama ialah tangan untuk
menulis dan alat suara untuk berbicara.
Aliran informasi dalam system manusia ternyata
bertujuan, dan diatur oleh kotak-kotak yang disebut harapan dan control
eksekutif. Khususnya harapan-harapan tentang hasil kegiatan mental mempengaruhi
pemrosesan-informasi, seperti prosedur pengontrolan dan strategi-strategi
mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan.
2.
Contoh
pemrosesan informasi
Sebagai suatu contoh pemrosesan informasi, kita
lihat apa yang terjadi dalam pelajaran sains. massa jenis?” Hadi menjawab,
“Tidak tahu, Pak”. pada waktu yang sama Hadi sudah mempunyai harapan bahwa ia
akan mempelajari rumus massa jenis, yang memyebabkan ia memberikan perhatian
pada pelajaran yang akan di berikan. Guru itu kemudian berkata, “Rumus massa
jenis ialah massa/volum.” Telinga Hadi menerima pesan ini bersama dengan
suara-suara lainnya, misalnya percakapanteman-temannya dan suara kendaraan di
jalan.
Semua suara yang didengar Hadi diubah menjadi
impuls-impuls elektrokomia, dan dikirim ke register penginderaan. pola bahwa
rumus massa jenis ialah massa/volum terpilih dalam memori kerja, tetapi
pola-pola suara yang lain tidak masuk. Hadi kemudian mengkode fakta bahwa rumus
massa jenis ialah massa/volum dengan cara menghubungkan fakta ini dengan
fakta-fakta lain yang telah diketahuinya tentang massa jenis (misalnya, bahwa
massa jenis air ialah 1, massa jenis minyak ialah 0,8, dan beberapa fakta
lainnya). proses pengkodean ini menyebabkan fakta yang baru itu masuk kedalam
memori jangka-panajang. Bila Hadi telah mengembangkan strategi-strategi memori
khusus, maka proses-proses control eksekutif Hadi akan mengarahkan proses
pengkodean agar menggunakan strategi-strategi khusus ini.
Dalam pelajaran berikutnya, guru bertannya pada
Hadi, “Bagaimana rumus massa jenis,
pertanyaan itu menyediakan isyarat-isyarat untuk memanggil jawaban dari
memori jangka-panjang. Kopi dari jawaban digunakan oleh generator respons untuk
mengatur alat-alat suara yang menghasilkan suara :
“Rumus massa jenis ialah massa/volum”. pada saat ini
harapan Hadi, bahwa ia akan mempelajari rumus massa jenis, terpenuhi.
B.
Penyajian
Pengetahuan
Telah dikemukakan di atas, bahwa memori kerja
manusia itu mempunyai kapasitas yang terbatas sekali. Jadi, bagaimana
seharusnya bentuk pengetahuan agar dapat mengurangi muatanmemori kerja itu?
Dalam bagian ini akan dibahas beberapa bentuk penyajian pengetahuan agar
memenuhi aspek ekonomi dari memori kerja manusia.
Gagne, E (1985) dalam bukunya The Cognitive Psychology of School Learning mengemukakan
tiga bentuk penyajian pengetahuan, yaitu : (1) proposisi, (2) produksi, dan (3)
gambaran mental (images).
1.
Proposisi
Unit dasar informasi dalam system
pemrosesan-informasi manusia adaah proposisi. Proposisi dapat disamakan dengan
gagasan. Sebagai contoh, pernyataan “manakah yang merupakan gagasan yang
sempurna, tumbuhan ataukah tumbuhan yang memerlukan air?” Jelas bagi kita,
bahwa gagasan yang kedua yang lebih sempurna
Suatu proposisi selalu terdiri atas
dua unsure,yaitu suatu hubungan dan sekumpulan argument. Argumen-argumen merupakan topic-topik dari proposisi,
dapat berupa kata benda, kata ganti (kadang-kadang uga dapat berupa kata kerja, kata sifat).
Hubungan dari suatu proposisi dapat
dinyatakan oleh “Ali berjalan”, Ali
ialah topic (argument), dan berjalan
ialah yang membatasi topic (hubungan). Berjalan
membatasi topic Ali, sebab kata
ini menyampaikan pada kita, bahwa informasi yang kitamiliki tentang Ali hanya
tentang Ali berjalan. Gambar 4-2 merupakan diagram Venn untuk argument Ali dan hubungan berjalan.
Pada umumnya hubungan mempersempit
focus. Aspek inilah yang menyebabkan hubungan menjadi bagian proposisi yang
paling informative. Pada tabel 4.1. diperlihatkan proposisi-proposisi,
argument-argumen dan hubungan-hubungan pembentuk proposisi-proposisi itu.
Semua proposisi ini mempunyai kata
kerja sebagai hubungan (menguap, membaca, memberi), sebab kata kerja inilah
yangmembatasi topic. Proposisi 2 mempunyai dua argument, jadi mempunyai dua
topic, yaitu siti dan buku. Membaca membatasi topic-topik
ini, sehinga memberikan informasi pada kita apa yang terjadi antara Siti dan
Buku, bukannya menjual, misalnya (Ayah menjual mobil pada Adi).
Oleh karena itu suatu proposisi
dapat mempunyai lebih dari satu argument, maka argumen-argumen itu diberi nama
yang berbeda, tergantung pada peranannya dalam proposisi itu. Argument-argumen
itu dapat berupa subek, objek, tujuan, alat dan penerima. Tabel 4.2. menunukkan
beberapa proposisi dengan argument-argumen yang diberi nama sesuai dengan
perannya dalam proposisi itu.
Argumen
Hubungan (relasi)
Gambar
4.2 Diagram Venn untuk hubungan dan
argument dalam proposisi (berjalan, Ali). Argumen memberikan daerah umum
informasi, dan hubungan mempersempit focus dalam umum yang ditetapkan oleh
argument (Gagne, E. 1985:37).
Sekarang marilah kita perhatikan
kalimat” Siswa SMA belajar biologi”. Berapa gagasan yang dinyatakan oleh
kalimat ini? yang jelas, satu gagasan mempunyai belajar sebagai hubungan.
Argument-argumen dari belajar inilah Siswa (Subjek) dan biologi (objek). Tetapi
bagaimana dengan SMA? SMA ini membatasi siswa, jadi SMA ialah hubungan dan
siswa ialah argument. Jadi kalimat: “Siswa SMA belajar biologi” terdiri atas
dua proposisi atau gagasan, yaitu :
1. Bahwa
siswa belajar biologi
2. Bahwa
siswa itu ialah siswa SMA
Perlu diperhatikan perbedaan antara
kata-kata, frase-frase, dan kalimat-kalimat di satu pihak, dan proposisi di
lain pihak. Kata-kata, frase-frase dan kalimat-kalimat merupakan cara
mengkomunikasikan gagasan-gagasan, sedangkan proposisi merupakan
gagasan-gagasan itu sendiri, jadi proposisi lebih abstrak.
Penelitian menyarankan, bahwa kita
menyimpan informasi sebagai proposisi, bukan sebagai kalimat-kalimat. Ini
berarti, bahwa pada umumnya kita mengingat gagasan, tidak perlu kata-kata yang
digunakan untuk menyampaikan gagasan itu.
Tabel. 4.1. Beberapa contoh proposisi
serta hubungan dengan argumennya.
Proposisi
|
Hubungan (Relasi)
|
Argumen
|
1. Air
menguap
2. Siti
membaca buku
3. Ayah
memberikan mobil pada Adi
|
Menguap
Membaca
Memberikan
|
Air
Siti, buku
Ayah, mobil, Adi
|
Tabel 4.2. Beberapa proposisi
dengan lebih dari pada satu argument
Proposisi
|
Hubungan (Relasi)
|
Argumen
|
Ibu memberi pensil pada Amir
Ahmad pergi ke sekolah
Ruli mengukur suhu dengan thermometer
|
Memberi
Pergi
Mengukur
|
Ibu
(subjek), amir (penerima), pensil (objek).
Ahmad
(subjek), sekolah (tujuan)
Ruli
(subjek), suhu (objek), thermometer (alat)
|
R. Gagne yaitu ayahnya E. Gagne,
dalam bukunya The Conditions of Learning mengungkapkan
pula betapa pentingnya arti proposisi. Kata-kata yang mengungkapkan fakta-fakta
tidak seluruhnya disimpan dalam memori. Sebagai contoh, seorang yang
mempelajari fakta-fakta dari suatu buku sejarah, tidak mungkin memproduksi
bagian-bagian dari teks itu. Tetapi yang direproduksinya ialah “gagasan” yang
terdapat dalam teks itu. Hal ini merupakan suatu bukti, bahwa informasi factual
dipelajari dan disimpan dalam memori sebagai proposisi bermakna (Gagne, 1977:190). Seorang ahli lain yang juga
mempersoalkan belajar tentang fakta bermakna ialah Ausubel (1968) dan hal ini
akan dibahas tersendiri.
Proposisi
dalam bentuk lingkaran-panah
Suatu proposisi yang terdiri atas
satu relasi dan satu atau lebih argument dapat dinyatakan atau digambarkan
dengan bentuk lingkaran panah. Bentuk semacam ini lebih berguna daripada bentuk
daftar jika kita akan menggambarkan kaitan antara beberapa proposisi. Panah
mengarah pada setiap unsure proposisi. Setiap panah diberi nama untukmenyatakan
peran unsure itu dalam proposisi tertentu. Gambar 4.3 memperlihatkan beberapa
proposisi dalam bentuk lingkaran panah.
Buku cepat
R
O
A1 A2
R s
Ali membaca
membaca
Gambar 4-3.
Proposisi dalam bentuk lingkaran-panah
Dalam proposisi A1, Ali, membaca, dan buku, secara
berturut-turut berfungsi sebagai subjek, relasi dan objek. Dalam proposisi A2,
membaca mempunyai fungsi yang
berbeda dari pada dalam proposisi pertama A1. Dalam proposisi
pertama membaca adalah relasi
sedangkandalam proposisi kedua membaca
fungsinya sebagai subjek.
Jaringan
Proposisi
Salah satu cirri yang paling penting
dari unit informasi ialah katanya dengan unit-unit yang lain, kita tentang
kaitan-kaitan ini mendasari kemampuan kita untuk membuat analogi-analogi, dan
untuk melihat bentuk-bentuk kaitan yang lain. kemampuan semacam ini penting
dalam situasi pemecahan masalah. Oleh karena kaitan antara unit-unit informasi
ini merupakan aspek yang penting dari intlegensi, maka penting juga untuk
mempunyai cara menggambarkannya. Salah satu cara ialah dengan jaringan proposisi yang merupakan himpunan
proposisi yang saling terkait. Setiap dua proposisi yang memiliki bersama satu
unsure, saling terkait. Setiap dua proposisi yang memiliki bersama satu unsure,
saling terkait melalui unsure itu. Gambar 4-4 memperlihatkan dua aringan untuk
proposisi-proposisi yang telah dibahas sebelum ini. untukmenyusun jaringan
proposisi gambar 4.4 dari proposisi-proposisi gambar 4.3 ialah dengan meentukan
unsure-unsur yang sama dan menggambarkan unsure-unsur itu hanya sekali, tidak
dua kali. Dengan demian proposisi-proposisi yang berkaitan berdekatan letaknya
daripada proposisi-proposisi yang tidak berkaitan. Misalnya membaca merupakan
unsure yang sama dalam kedua proposisi. Dalam gambar 4-3 membaca diperlihatkan
dua kali, sedangkan dalam gambar 4-4 hanya satu kali sebagai jembatan antara
kedua proposisi.
Suatu jaringan proposisimerupakan
konstruk hipotesis. Walaupun demikian, jaringan-jaringan proposisi selanjutnya
merupakan konstruk yang dapat menolong kita dalam berpikir tentang proses
kognitif.
Buku
O
A1 A2
s R s cepat
membaca membaca
Gambar 4-4.
Jaringan proposisi
Penelitian Hayres-Roth dan Thorndke
(dalam E. Gagne, 1985) menunukkan bahwa manusia menyimpan informasi dalam
jaringan-jaringan proporsi. Penelitian ini menyarankan, bahwa baik buruknya
informasi itu terintegrasi dalam memori tergantung pada apakah dua informasi
yang ada hubunganya itu aktif dalam memori lapangan kerja pada waktu yang sama.
Prinsip ini sangat penting dalam mengajar. Mereview, memikirkan sungguh-sungguh
materi yang akan diaarkan, dan mengingatkan kembali para siswa akan
gagasan-gagasan yang telah mereka ketahui tetapi pada waktu itu tidak mereka
pikirkan, semuanya itu menolong para siswa untuk mempunyai informasi yang ada
hubungannya secara aktif dalam memori kerja, bila akan digunakan untuk
mengintegrasikan informasi baru. Gambar 4-5 memperlihatkan seorang guru yang
menyaikan informasi dengan cara yang membantu integrasi pengetahuan.
Gambar
4.5. Guru in melancarkan integrasi pengetahuan tentang bagaimana cara meninjau asam
basa. Andaikata ia tidak mengingatkan kembali para siswa apa yang telah mereka
peroleh minggu yang lalu, dan sengaja dihubungkan dengan apa yang akanmereka
pelajari sekarang, beberapa siswa mungkin tidak mengintegrasikan informasi yang
dipelajari minggu yang lalu dengan yang dipelajari hari ini.
2.
Pengetahuan
Deklaratif dan Pengetahuan Prosedural
Proposisi digunakan untuk
menyajikan pengetahuan deklaratif, sedangkan pengetahuan procedural disajikan
oleh produksi. Sebelum kita membahas produksi, dalam bagian ini akan diuraikan
lebih dahulu perbedaan antar apengetahuan deklaratif dan pengetahuan
procedural.
Pengetahuan deklaratif menyatakan
pengetahuan tentang apa sesuatu itu, sedangkanpengetahuanprosedural ialah
pengetahuan tentang bagaimana melakukan
sesuatu. Kita belajar apa itu definisi segi-tiga, apa itu tanda atom, apa
itu akar tunggang, apa itu komet, apa itu robot, dsb. Selain itukita juga
belaar bagiamana memainkan seruling, bagaimana membagi 7777 dengan 111,
bagaimana mengubah kata kerja menjadi kata benda, bagiamana menyetarakan reaksi
kimia, mengubah kata kerja menjadi kata benda, bagiamana menyetarakan reaksi
kimia, dsb. Seorang anak tahu bahwa ia tinggal di Jl. Setiabudi nomor 213,
tetapi ia dapat saa belum tahu bagaimana
pulang ke rumahnya dari sekolah. Hal ini hanya dapat ditentukan dengan
menyuruh dia pulang, dan melihat apakah ia sampai di rumah.
Pengetahuan deklaratif dapat
berbeda dalam topic dan ruang lingkup. Kita dapat tahu tentang fakta:[ ibu kota Republik Indonesia ialah Jakarta].,
[Gunung Tangkuban Perahu terdapat di Jawa Barat]. Kita dapat tahu
generalisasi: [semua ulat berubah menjadi
kupu-kupu], [semua asam mengubah kertas lakmus biru menjadi merah]. Kita
dapat juga tahu kejadian-kejadian pribadi, misalnya: [kemarin kita menonton sandiwara], [Tadi pagi Ayah menghadiri upacara
serah terima jabatan]. Kita dapat tahu sikap-sikap pribadi, misalnya :[Ibu tidak suka menonton film], [Nanda suka
membaca buku cerita wayang]. Selain itu fakta-fakta dapat disusun menjadi
himpunan fakta-fakta, generalisasi-generalisasi dapat disusun menjadi
teori-teori, dan kejadian-kejadian pribadi dapat disusun menjadi sejarah hidup.
Jelaslah, bahwa pengetahuan deklaratif banyak ragamnya.
Semua pengetahuan deklaratif itu
relative statis. Pengetahuan procedural itu lebih dinamis. Bila pengetahuan
procedural diaktifkan, hasilnya bukan suatu pemanggilan informasi, melainkan
suatu transformasi informasi.
Misalnya, hasil dari mengerjakan soal 333/3 ialah 111. Informasi input [333/2]
telah diubah menjadi suatu output [111] yang berbeda bentuknya dengan input.
Contoh lain misalnya, hasil dari suatu pengetahuan procedural tentang
menyetarakan suatu reaksi kimia:
N2 + 3H2 à
2NH3
Sebagai input ialah: N2 + H2 à
NH3
Sebagai outpun ialah : N2 + 3H2 à 2NH3
Kita melihat transformasi informasi
yang terjadi. Informasi input berada dengan informasi output (ada angka 3 di
muka H, dan angka 2 di muka NH pada output). Jadi pengetahuan procedural
digunakan untuk mentransformasikan informasi.
Perbedaan lain antara pengetahuan
deklaratif dan pengetahuan procedural ialah dalam kecepatan mengaktifkannya.
Bila pengetahuan procedural sekali telah
dipelajari dengan baik, maka pengetahuan ini bekerja secara cepat dan otomatis.
Misalnya, pembaca terampil dengan cepat menelaah bahan cetakan. Proses penelaahan
ini merupakan pengetahuan procedural, sebab bahan cetakan diubah menjadi suatu
arti. Aktivasi pengetahuan deklaratif berlangsung lebih lambat, dan dilakukan
dengan sadar. Misalnya, untuk menjawab
pertanyaan, “Kejadian apakah yang menyebabkan timbulnya Perang Dunia II?”
seorang siswa dapat memanggil (dari memori jangka panjang) peristiwa-perisitwa
yang menyebabkan timbulnya Perang Dunia II ini dengan memikirkan secara sadar
isyarat-isyarat, mislanya “peristiwa-peristiwa ekonomi”, “peristiwa-peristiwa
politik” , atau yang lain. bila satu isyarat telah diperoleh, maka isyarat itu
dapat digunakan untuk merangsang pemanggilan peristiwa-peristiwa lainya. Proses
ini jelas sekali lebih sulit daripada menelaah bahan cetakan. Hal ini
disebabkan kaena fakta-fakta tentang Perang Dunia II di simpan dalammemori
sebagai pengetahuan deklaratif, tidak sebagai pengetahuan procedural.
Perbedaan antara pengetahuan
deklaratif dan pengetahuan procedural, atau pengetahuan apa dan pengetahuan
bagaimana dikemukakan pula oleh beberapa ahli lainnya, misalnya Robert Gagne,
J.R. Anderson, dan Gilbert Ryle. Dalam bukunya the Conditions of Learning (1977), Gagne mengungkapkan perbedaan
antara pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural sebagai berikut. Kita
mengetahui, bahwa seroangtelah belajar informasi verbal, bila ia dapat
bercerita tentang informasi itu atau menyatakan informasi itu. Informasi itu
disebut verbal, karena kita mengetahuinya dalam bentuk kalimat. Seorang telah
belajar suatu keterampilan intelektual, bila ia mengetahui bagaimana melakukan sesuatu sebagai lawan dari mengetahui apa sesuatu itu.
Menurut Ryle (1949), seorang ahli filsafat,
antara mengetahui bagaimana dan
mengetahui apa terdapat paralelisma
tertentu dan juga perbedaan-perbedaan tertentu. Kita mempersoalkan menemukan
bagaimana menebang pohon, maupun menemukan bahwa bangsa Romawi mempunyai kemah
di suatu tempat. Kita mempersoalkan lupa bagaimana memasang dasi, maupun lupa
bahwa kata pisau dalam bahasa Jerman ialah Messer.
Kita dapat mempertanyakan bagaimana dan
juga mempertanyakan apakah (Rule,
1949:28). Selanjutnya Ryle mengemukakan beberapa perbedaan antara
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural sebagai berikut. Pengetahuan
deklaratif harus dimiliki secara menyeluruh, dengan lain perkataan semua atau
tidak sama sekali.kita tidak pernah mengatakan, bahwa seseorang itu mempunyai
pengetahuan sebagaian dari suatu fakta, atau kebenaran. Tetapi sebaliknya,
dapat kita katakana, bahwa seseorang mengetahui sebagian bagaimana melakukan
sesuatu, yaitu orang itu kemampuannya terbatas. Seorang pemain catur misalnya
mengetahui permainan catur cukup baik, tetapi seorang kampiun catur mengetahui
permainan itu jauh lebih baik. Perbedaan lain ialah, bahwa pengetahuan
deklaratif dapat dikomunikasikan secara verbal, sedangkan pengetahuan
procedural tidak (Ryle, 1949). Anderson mengemukakan, bahwa procedural oleh
produksi. Tetapi hal ini bertentangan dengan pendapat Newell dan Simon, yang
menyarankan bahwa semua pengetahuan itu disajikan dengan produksi,a tau seperti
dikatakan oleh Norman dan Rumelhart, semua pengetahuan disajikan dalam aringan
structural aktif (Anderson, 1976).
Dari segi pendidikan, perbedaan
antara kedua macam pengeahuan ini berguna sekali, karena kondisi-kondisi untuk
belajar pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural itu berbeda pula. Hal
ini akan dibahas dalam bab mendatang. Perlu ditambahkan, bahwa kedua macam
pengetahuan ini saling berinteraksi.
3.
Produksi
Di atas telah dibahas tentang
proposisi dan jaringan proposisi yang menyajikan pengetahuand eklaratif. Di
bagian ini akankita bahas bentuk kedua dari penyajian pengetahuan, yaitu yang
disebut produksi yang diperlukan
untuk menyajikan pengetahuan procedural. Produksi-produksi merupakan aturan-aturan kondisi-aksi. Artinya, produksi-produksi memprogram
teradinya aksi-aksi tertentu pada kondisi-kondisi tertentu. Tabel 4.3
memperlihatkan dua contoh produksi, satu bentuk pemberian reinforsemen, dan
yang kedua untuk mengklasifikasikan segitiga.
Tabel 4.3.
P1
REINFORSEMEN
|
|
JIKA
|
Tujuan
ialah agar perilaku anak dalam memperhatikan, meningkat.
Anak
telah menunukkan perhatian lebih lama daripada yang biasa di lakukannya.
|
MAKA
|
Pujilah
anak itu.
|
P2
SEGITIGA
|
|
JIKA
|
Suatu
bentuk berdimensi-dua, mempunyai tiga sisi, dan bentuk itu tertutup.
|
MAKA
|
Klasifikasi
bentuk itu sebagai segi-tiga, dan ucapkan “segi-tiga”.
|
Suatu produksi mempunyai dua anak kalimat, satu anak kalimat jika, dan satu anak kalimat maka.
Anak kalimat jika menentukan
kondisi atau kondisi-kondisi yang harus ada agar terjadi aksi-aksi tertentu.
Anak kalimat maka memuat aksi-aksi
yang terjadi bila kondisi-kondisi yang terdapat dalam anak kalimat jika telah
terpenuhi. Misalnya, dalam contoh pertama P1, harus ada dua kondisi: 1)
seseorang harus mempunyai keinginan agar perilaku seorang anak dalam
memperhatikan, meningkat, dan 2) anak itu telah menunjukkan perilaku
memperhatikan lebih dairpada biasanya.
Bila kedua kondisi ini ada pada waktu yang sama, maka aksiyang terjadi ialah
orang itu memuji anak itu.
Kondisi-kondisi dari suatu produksi
dapat bersifat eksternal terhadap seseorang, atau dapat pula bersifat internal.
Pada contoh di atas dalam produksi reinforsemen, kondisip ertama merupakan
tujuan pribadi, internal sifatnya. Tidak perlu hal itu dapat diamati dan
disetujui oleh orang lain. sebaliknya, kondisi kedua terdapat di luar individu,
dan pengamat-pengamat (yang mengetahui bagaimana cara anak itu selama ini
dalammemperhatikan) dapat menyetujuinya.
Untuk aksi-aksi produksi berlaku
hal yang sama, yaitu aksi dapat bersifat eksternal atau internal. Dalam
produksi segitiga (P), aksi pertama merupakan aksi mental, jadi bersifat
internal. Anak itu melakukan suatu aksi mental, yaitu klasifikasi, dalam
mengamati suatu segitiga. Aksi yang kedua ialah bersifat eksternal yaitu
mengucapkan “segitiga”, sebaba anak itu telah mengeluarkan informasi ke
lingkungan.
Menafsirkan produksi
Untuk dapat menafsirkan produksi,
sebaiknya kita lakukan latihan di bawah ini. dalam tabel 4.4 terdaftar tiga
produksi yang mendasari keterampilan memahami paragraph.
P1
|
JIKA
|
Tujuan
ialah untuk memahami paragraph
Dan
kata-kata dikenal
|
MAKA
|
Temukan
kalimat topic
Dan
cek apakah kalimat-kalimat yang lain menunjang kalimat topic
|
|
P2
|
JIKA
|
Tujuan
ialah untuk memahami paragraph
Dan
satu atau lebih kata tidak dikenal
|
MAKA
|
Cari
kata-kata yang tidak kenal dalam kamus
Dan
temukan kalimat topic
Dan
cek apakah kalimat-kalimat lain menunjang kalimat topic
|
|
P3
|
JIKA
|
Tujuan
ialah untuk memahami paragraph
Dan
kalimat-kalimat lain menunjang kalimat topic
|
MAKA
|
Temukan
kalimat topic
Dan
nyatakan kalimat topic itu
|
Mari kita menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang tercantum di bawah ini:
(1) Andaikata
Ali menjawab tujuan memahami suatu paragraph, dan tidak mengetahui arti
kata-kata “inkuiri” yang terdapat dalam suatu paragraph. Produksi yang mana
(bila ada) dari ketiga produksi itu yang terjadi dalam kondisi-kondisi ini?
harus diingat, bahwa aksi suatu produksi hanya terjadi bila semua kondisi yang
diperinci dalam anak-anak kalimat JIKA terpenuhi.
(2) Andaikata
Ali memahami semua kata dalam suatu paragraph, tetapi tidak mempunyai tujuan
untuk memahami paragraph itu. Produksi yang mana (bila ada) dari ketiga
produksi itu akan terjadi dalam kondisi-kondisi itu?
(3) Dalam
anak kalimat MAKA dari P3 aksi yang mana yang paling jelas merupakan
aksi yang dapat diamati?
Jawab
(1) Yang
terjadi ialah produksi P, sebab dari ketiga produksi hanya P yang menyatakan bahwa
satu kata-kata yang tidak dikenal.
(2) Tidak
ada satu pun produksi yang akan terjadi, sebab mempunyai tujuan pemahaman
paragraph adalah kondisi yang mutlak diperlukan untuk ketiga produksi ini.
(3) Nyatakan
kalimat topic. Menyatakan meliputi menghasilkan suara-suara yang dapat didengar
oleh orang lain. mencari mungkin menyangkut peristiwa yang dapat diamati dan
mungkin juga tidak. Bila Ali menggarisbawahi kalimat topic, maka menemukan
dapat diamati, tetapi bila ia dalam pikirannya menemukan kalimat topic, maka
menemukan tidak dapat diamati. Aksi-aksi dari produksi-produksi dapat internal
atau eksternal, atau kedua-duanya.
System produksi
Dari
contoh-contoh produksi yang telah diberikan di atas, terlihat bahwa
produksi-produksi itu mencoba menyajikan sejumlah perbuatan, misalnya memuji
seorang anak, menentukan suatu segitiga. Tetapi pada kenyataannya manusia itu
terlibat dalam perbuatan yang lebih kompleks. Menentukan suatu segitiga dapat
masuk ke dalam kegiatan yang lebih kompleks yaitu memecahkan soal geometri.
Memuji seorang anak termasuk dalam sekumpulan peristiwa-peristiwa yang
direncanakan untuk mengubah perilaku anak. Jadi, seperti halnya sesuatu
diperlukan untuk menyajikan saling keterkaitan antara proposisi-proposisi,
untuk produksi-produksi pun diperlukan hal yang serupa. Proposisi-proposisi
dkaitkan mulai gagasan-gagasan yang dimiliki bersama, sedangkan
produksi-produksi dikaitkan melalui arus
control.
Arus
control berjalan dari suatu produksi ke produksi yang lain, bila aksi-aksi dari
suatu produksi menimbulkan kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk terjadinya
produksi yang lain. untuk dapat memahami bagaimana arus control mengalir dari
satu produksi ke produksi yang lain, perhatikanlah Tabel 4.5, yaitu suatu
system produksi yang berhubungan dengan merencanakan suatu eksperimen, dan
pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di bawah ini.
Tabel
4.5 sekumpulan produksi yang tidak berurut
yang membentuk suatu system produksi uantuk keterampilan merencanakan
eksperimen.
P1
|
JIKA
|
Sub-tujuan
ialah untuk menentukan variable dependen
|
MAKA
|
Temukan
hasil dalam hipotesis
Dan
klasifikasikan hasil sebagai dependen
|
|
P2
|
JIKA
|
Sub-tujuan
ialah untuk menentukan variable independen
|
MAKA
|
Temukan
sebab dalam hipotesis
Dan
klasifikasikan sebab itu sebagai variable independen
Dan
tentukan sub-tujuan untuk menemukan variable dependen
|
|
P3
|
JIKA
|
Tujuan
ialah untuk merencanakan eksperimen
Dan
hipotesis diketahui
Dan
variable independen diketahui
Dan
variable dependen diketahui
|
MAKA
|
Rencanakan
suatu cara untuk memanipulasi variable indepen
Dan
rencanakan suatu cara untuk memanipulasi variable dependen
|
|
P4
|
JIKA
|
Tujuan
ialah untuk merencanakan eksperimen
Dan
hipotesis diketahui
|
MAKA
|
Sub-tujuan
ialah untuk menentukan variable independen
|
Sedangkan mari kita coba menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang system produksi berikut:
(1) Andaikata
kondisi-kondisi permulaan ialah mempunyai tujuan untuk merencanakan suatu
eksperimen, dan mengetahui hipotesis, tetapi tidak mengetahui secara ekspelit
variable independen. Produksi yang mana yang dapat diterapkan dengan
kondisi-kondisi demikian?
(2) Dimulai
dengan produksi yang telah ditentukan dalam (1), ikutilah arus control dari
satu produksi ke produksi yang berikutnya, sehingga tak ada lagi produksi-produksi
yang tersedia. Urutkanlah produksi-produksi sesuai dengan terjadinya.
Jawab
(1) Produksi
yang diterapkan dengan kondisi-kondisi ini ialah P4.
(2) P4,
P2, P1, P3.
Dalam P4 aksi ialah
menentukan variable independen. Arus control mengalir dari satu produksi yang
lain, bila aksi dari suatu produksi menimbulkan kondisi-kondisi yang diperlukan
untuk terjadinya produksi berikutnya.
4.
Gambaran
Mental
Bentuk penyajian pengetahuan yang
ketiga ialah gambaran mental. Menurut
E.Gagne, mental images merupakan penyajian-penyajian analog (Gagne, E.
1985:56). Biehler (1982:205) mengemukakan, bahwa pada umumnya gambaran mental
berarti suatu penyajian nonverbal dari suatu objek konkret atau kejadian,
misalnya suatu gambar.
Gambar 4-6 memberikan dua cara
penyajian pengetahuan. Bagian a adalah gambaran mental. Cara ini menyajikan
informasi tentang buku dan meja secara tiga dimensi, dan tentang ukuran-ukuran
relative dari buku dan meja. Bagian b merupakan suatu jaringan proposisi. Cara
ini tidak menyajikan tentang hu-bungan ruang dan ukuran.
Gambaran mental digunakan dalam
memori kerja untuk memanipulasi informasi spasial,
yaitu informasi yang menyangkut ruang, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar
4-6(a). selain itu gambaran mental
dapat pula digunakan untuk memikirkan dimensi-dimensi abstrak. Penggunaan
gambaran mental selama mengungkapkan informasi baru, kelihatannya menolong
mengingat informasi itu (Gagne, E, 1985:63).
Biehler (1982-206) mengemukakan,
bahwa gambaran mental memperlancar pemahaman dan recall. Hal ini telah
dikemukakan dalam tulisan-tulisan pada ahli Yunani kira-kira tahun 500 SM., dan
hingga sekarang pendapat ini masih bertahan dalam psikologi dan filsafat.
5.
Ekonomi
dari Penyajian
Dalam
bab ini telah kita bahas beberapa bentuk penyajian pengetahuan yang sesuai
dengan keterbatasan-keterbatasan arsitektual dari system pemrosesan-informasi.
Gambaran 4-7 memperlihatkan system dengan proposisi, image, dan produksi dengan
menempatkan masing-masing sesuai dengan peranannya dalam system.
LINGKUNGAN
|
GENERATOR
RESPONS
|
EFEKTOR
|
GENERATOR
PENGINDERA AN
|
RESEPTOR
|
JIKA
MAKA
|
Gambar
4-7. Model
pemrosesan-informasi memperlihatkan berbagai bentuk penyajian pengetahuan
keletaknya dalam system. Proposisi (diperlihatkan dengan bentuk
lingkaran-panah) dan gambaran mental digunakan untuk menyajikan dan
memanipulasi pengetahuan dalam memori kerja. Proposisi dan produksi . (diperlihatkan dengan bentuk JIKA-MAKA)
ditempatkan dalam memori jangka-panjang.aktivitas proposisi-proposisi terjadi
melalui memory kerja, sedangkan aktivitas produksi-produksi secara otomatis
mengirim informasi ke generator respons.
Yang
ditekankan dalam bab ini ialah, bahwa pengetahuan itu disajikan dalam
bentuk-bentuk yang mengurangi beban pada memori kerja. Jaringan proposisi
mengurangi beban dengan tersedianya pengetahuan yang berhubungan. Dengan
demikian, bila kita memikirkan gagasan tertetentu, gagasan-gagasan yang
berhubungan dengan mudah timbul dalam pikiran. System produksi mengurangi beban
pada memori kerja dengan membiarkan control mengalir secara otomatis dari satu
tingkat dalam serangkai operasi-operasi mental ke tingakat yang lain. suatu
proses, yang berlangsung otomatis, mengambil sedikit tempat dalam memoti kerja.
Gambaran mental mengurangi beban dengan menyajikan informasi spasial secara
implikasit. Dibandingkan dengan proposisi, gambaran mental dapat memasukkan
lebih banyak informasi spasial ke dalam memori kerja tanpa melampau
kapasitasnya.
RANGKUMAN
Para
ahli psikologi pemrosesan-informasi megnuraikan peristiwa-peristiwa psikologi
sebagai transformasi-transformasi dari input ke output. Informasi mula-mula
diterima oleh reseptor, lalu masuk ke geistor penginderaan. Sebagian dari
seluruhan informasi yang terdapat dalam registor penginderaan dipindahkan ke
memori kerja, selebihnya hilang. Memori kerja terbatas kapasitasnya. Bila
informasi di dalamnya tidak diulang-ulang, atau diberi kode, informasi itu akan
hilang. Informasi yang telah diberi kode masuk ke dalam memori jangka panjang,
yang mempunyai kapasitas besar sekali. Infromasi yang tersimpan dapat
dikeluarkan. Lalu disuruh oleh generator respons menjadi pola-pola perilaku
yang membimbing efektor-efektor menghasilkan serangkaian tindakan-tindakan.
Pengetahuan
disajikan secara mental dalam berbagai bentuk, yaitu proposisi, produksi, dan
gambaran mental. Salah satu bentuk penyajian informasi ialah proposisi, yang
dapat disamakan dengan gagasan. Proposisi tidak sama dengan kalimat, proposisi
lebih abstrak. Proposisi-proposisi yang mempunyai unsure yang sama dikaitkan
dalam jaringan. Jangan proposisi mendasari kemampuan kita untuk memikirkan
informasi yang berhubungan pada waktu tertentu. Jaringan-jaringan proposisi
menyimpan sejumlah hubungan pada waktu tertentu. Jaringan-jaringan proposisi
menyimpan sejumlah informasi yang berhubungan lebih berdekatan daripada
sejumlah informasi yang tidak berhubungan. Hal ini merupakan hal yang penting
dalam suatu system dengan kapasitas memori kerja yang terbatas, maka berarti
informasi yang berhubungan yang tidak aktif dalam memori kerja akan lebih mudah
untuk diaktifkan, sebab informasi itu lebih dekat pada yang aktif, dibandingkan
dengan informasi yang tidak berhubungan.
Pengetahuan
deklaratif yang disajikan oleh proposisi ialah mengetahui apa sesuatu itu,
sedangkan pengetahuan procedural ialah mengetahui bagaimana melakukan sesuatu.
Pengetahuan prosedual teraktivitas lebih cepat reaktif terhadap lingkungan
dibangdingkan dengan pengetahuan deklaratif.
Produksi
dan system produksi adakah cara untuk menyajikan pengetahuan prosedual. Setiap
produksi terdiri atas suatu anak kalimat JIKA atau kondisi, dan anak kalimat
MAKA atau aksi. Anak kalimat JIKA memperinci kondisi-kondisi internal dan
eksternal yang harus ada agar aksi-aksi dalam produksi dapat terjadi. Anak
kalimat MAKA memperinci aksi-aksi internal dan eksternal uang terjadi bila
semua kondisi yang tercantum dalam anak kalimat JIKA ada. Hasil dari penerapan
suatu produksi ialah suatu produksi ialah suatu transformasi informasi.
Dalam
system-sistem produksi yang merupakan himpunan produksi-produksi yang
berhubungan, transformasi informasi yang dihasilkan dari penerapan suatu
produksi menyediakan kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk produksi yang lain
dalam system untuk diterapkan. Jadi, urutan aksi-aksi yang berhubungan terjadi
secara otomatis. Otomatis ini merupakan sesuatu yang berguna dalam system pemrosesan-informasi
manusia, sebab ini berarti bahwa pengetahuan prosedual mengambil sedikit sekali
temapat dalam ruangan memori kerja, jadi orang dapat menggunakan sumber yang
terbatas itu untuk hal-hal lain. Untuk memberikan perhatian secara sadar pada
dua hal, misalnya membaca suatu paragraph untuk pemahaman, sambil di luar
kepala memecahkan 35x47, merupakan hal yang sulit bagi manusia. Tetapi kalau
salah satu kegiatan dilakukan dengan otomatis, maka kegiatan yang lain dapat
dilakukan secara sadar pada waktu yang sama. Misalnya, seorang dokter dapat
mengadakan dialog dengan seorang pasien sambil secara otomatis mendiagnosa
penyakit pasien itu.
Gambaran
mental menyajikan informasi secara kontinu, tidak secara diskrit; gambaran
mental merupakan penyajian-penyajian analog dan digunakan dalam memori kerja
untuk memikir hal-hal yang mempunyai suatu dimensi parsial, dan juga untuk
memikirkan dimensi-dimensi abstrak. Gambaran mental merupakan penyajian analog.
Penggunaan gambaran mental rupa-rupanya menolong kegiatan mengingat informasi
baru.
PENULIS : RATNA
WILIS DAHAR
No comments:
Post a Comment