Sponsor

Thursday 14 February 2013

PENGENDALIAN MUTU


A.      Konsep Mutu

Definisi dan sejarah pengendalian kualitas

Kualitas diartikan sebagai derajat / tingkat produk atau jasa dapat memenuhi keinginan pengguna / konsumen.
Mutu adalah ukuran relatif kebaikan suatu produk. Produk bermutu  (quality product ) adalah suatu produk yang memenuhi harapan konsumen.
Produk bermutu (Quality Product) merupakan salah satu keunggulan perusahaan dalam menempati posisi tertentu dalam persaingan tertentu. Konsep mutu dapat dibagi menjadi 2 golongan:
1.       Mutu desain ( quality Of Design ), merupakan fungsi spesifikasi produk. Semakin banyak spesifikasi produk yang dimasukkan kedalam mutu, menyebabkan biaya produksi tinggi sehingga harga jual menjadi tinggi.
2.       Mutu Kesesuaian ( Quality Of Conformance ),adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi mutu yang yang telah ditetapkan..

Pengendalian Kualitas adalah aktivitas pengendalian proses untuk mengukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan, dan mengambil tindakan perbaikan yang sesuai apabila ada perbedaan dengan standar.
Jadi ada 3 aktifitas di dalam pengendalian kualitas:
  1. Pengamatan
  2. Membandingkan dengan standar
  3. Tindakan perbaikan

Prinsip-prinsip pengendalian kualitas pertama kali dikembangkan tahun 1923 oleh Walter A. Shewhart di The Bell Telephone Laboratories. Buku pertama pengendalian kualitas dipublikasikan oleh Shewhart pada tahun 1931 dengan judul Economic Control of Quality of Manufactured Product. Teknik-teknik dan standardisasi pengendalian kualitas semakin berkembang luas pada era perang dunia II. Pada tanggal 16 Februari 1946 dibentuk American Society for Quality Control.


TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Definisi TQM
TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. TQM berupaya memaksimumkan daya saing perusahaan melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.

Sejarah TQM
1946 – 1950, periode perintisan dan penelitian. Dr.W.E.Deming menyampaikan seminar 8 hari mengenai kualitas pada para ilmuwan, insinyur, dan para eksekutif perusahaan Jepang.
1951 – 1954, periode pengendalian mutu statistik (Statistical Quality Qontrol)
1955 – 1960, periode pengendalian mutu sistematik. Diperkenalkan istilah CWQC ( Company Wide Quality Control )
1961 – sekarang, periode pemantapan dan pengembangan. Prof.DR.Kaoru Ishikawa memperkenalkan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle)

Prinsip dan Unsur TQM
Prinsip-prinsip TQM:
  1. Kepuasan pelanggan
  2. Partisipasi
  3. Manajemen berdasar fakta
  4. Perbaikan berkesinambungan

Unsur-unsur TQM:
  1. Pelanggan (internal dan eksternal)
  2. Obsesi terhadap kualitas
  3. Pendekatan Ilmiah
  4. Komitmen jangka panjang
  5. Kerjasama tim
  6. Perbaikan sistem berkelanjutan
  7. Pendidikan dan Pelatihan
  8. Kebebasan terkendali
  9. Kesatuan tujuan
  10. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan

Konsep Pelanggan
Pelanggan Eksternal adalah orang / pihak yang menggunakan produk / jasa perusahaan.
Pelanggan Internal adalah orang / pihak yang menggunakan produk /jasa hasil kerja dari orang / pihak yang berada dalam perusahaan.
Beberapa cara pemantauan atau pengukuran terhadap kepuasan pelanggan:
  1. kotak saran
  2. ghost shopping
  3. analisa pada pelanggan yang berhenti
  4. survey
  5. dll

Keterlibatan Karyawan (Employee Involvement)
Sangat penting bagi manajemen untuk mengetahui dan menyesuaikan antara keinginan karyawan dengan tujuan perusahaan. Dan salah satu keinginan karyawan adalah dilibatkan dan diberdayakan pada semua tingkat organisasi dalam proses pemecahan masalah. Karena dua kepentingan itulah, maka proses keterlibatan karyawan perlu dilakukan terutama menyangkut masalah kualitas.
Beberapa metode keterlibatan karyawan:
  1. Brainstorming
  2. Gugus kualitas
  3. Kotak Saran
  4. MBWA (management by walking around)
Ada satu faktor penting dalam proses keterlibatan karyawan, yaitu penghargaan atas prestasi kerja. Penghargaan harus dilakukan sebagai salah satu alat motivasi agar karyawan bersedia menyumbangkan seluruh kemampuannya bagi pencapaian tujuan bersama.

Perbaikan Berkesinambungan
Dalam istilah Jepang dikenal dengan nama Kaizen.
Titik awal perbaikan adalah menyadari akan adanya masalah. Karena itu masalah harus diangkat ke permukaan dan diselesaikan secepat mungkin, bukan dibiarkan atau bahkan dipendam. Perasaan cepat puas atas apa yang telah tercapai merupakan musuh besar dari filosofi Kaizen.
Ada 5 aktivitas pokok dalam Kaizen:
  1. Komunikasi
  2. Memperbaiki kesalahan yang nyata. Gunakan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action)
  3. Memandang ke hulu. Gunakan diagram sebab-akibat (Fishbone Diagram)
  4. Dokumentasi
  5. Memantau perubahan

B.      Biaya Mutu ( Quality Cost )

Biaya mutu (Quality cost) adalah biaya yang bersangkutan dengan penciptaan, pengidentifikasian,perbaikan dan pencegahan produk cacat.
Biaya mutu diperlukan oleh manajemen dalam melakukan perencanaan,pengendalian dan pengambilan keputusan tentang mutu produk. Manajemen perlu memahami biaya mutu (quality cost ) yang merupakan biaya yang terjadi karena adanya atau kemungkinan mutu produk yang rendah.

Biaya mutu dapat dibagi menjadi empat kelompok:
1.       Biaya pencegahan ( Prevention Cost )
Biaya yang dikeluarkan untuk mencegah terjadinya cacat dalam produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaa /biaya-biaya yang berhubungan dengan upaya pencegahan kegagalan internal maupun eksternal. Tujuan dikeluarkan biaya pencegahan ini adalah untuk menurunkan kuantitas produk yang tidak memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan, sehingga menurunkan biaya kegagalan.    
Contoh Biaya pencegahan adalah :
a.       Perencanaan kualitas : Biaya –biaya yang berkaitan dengan aktivitas perencanaan kualitas secara keseluruhan, termasuk penyiapan prosedur-prosedur  yang diperlukan untuk mengkomunikasikan rencana kualitas keseluruh pihak yang berkepentingan. Contohnya : biaya perencanaan mutu,
b.       Tinjauan ulang produk baru ( New product Review ) : Biaya – biaya yang berkaitan dengan rekayasa keandalan (reliability engineering) dan aktivitas-aktivitas lain yang terkait dengan kualitas yang berhubungan dengan pemberitahuan desain baru.Contonya: biaya pelaporan mutu , biaya penelaahan terhadap terhadap desain produk, gugus kendali mutu (quality cicle).  
c.        Pengendalian Proses : Biaya –biaya inspeksi dan pengujian dalam proses untuk menentukan status dari produk. 
d.       Audit kualitas : Biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi atas pelaksanaan aktivitas dalam rencana kualitas secara keseluruhan.Contohnya : biaya rekayasa mutu
e.        Pelatihan ; biaya –biaya yang berkaitan dengan penyiapan dan pelaksanaan program-program pelatihan yang berkaitan dengan kualitas.Contohnya : biaya program pelatihan mutu

2.       Biaya penilaian ( Appraisal Cost ) yaitu : biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menentukan apakah produk & jasa sesuai ( derajat konformansi ) dengan persyaratan kualitas ( spesifikasi yang ditetapkan ).
Contoh biaya penilaian adalah :
a.       Inspeksi dan pengujian kedatangan material : biaya–biaya yang berkaitan dengan penentuan kualitas dari material yang dibeli, apakah melalui inspeksi pada saat penerimaan, dilakukan oleh pemasok, atau inspeksi yang dilakukan oleh pihak ketiga. Contohnya : biaya pengujian bahan baku, biaya inspeksi pembungkusan, verifikasi pemasok, pengujian dilapangan, biaya penilaian pemasok
b.       Inspeksi dan pengujian produk dalam proses: biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi tentang kesesuaian produk dalam proses terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi) yang ditetapkan.
c.        Inspeksi dan pengujian produk akhir: biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi tentang kesesuaian produk akhir terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi) yang ditetapkan.
d.       Audit kualitas produk: biaya-biaya untuk melakukan audit kualitas pada produk dalam proses atau produk akhir. Contohnya biaya aktivitas pengawasan. Product Acceptance adalah pengambilan sampel dari satu batch produk jadi untuk menentukan apakah produk dalam batch tersebut memenuhi mutu yang telah ditetapkan. Process Acceptance adalah pengambilan sampel dari proses produksi yang sedang berjalan untuk melihat apakah proses produksi berjalan dalam kendali dan tidak menghasilkan produk cacat..
e.        Pemeliharaan akurasi ( ketepatan, ketelitian ) peralatan pengujian : biaya-biaya dalam melakukan penyesuaian untuk mempertahankan akurasi pengukuran dan peralatan.
f.        Evaluasi stok : biaya-biaya yang berkaitan dengan pengujian produk dalam penyimpanan untuk menilai degradasi ( penurunan tingkat ) kualitas.

3.       Biaya kegagalan intern (internal failure costs) yaitu : biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan atau terjadinya ketidaksesuaian produk dengan spesifikasi mutu yang telah ditetapkan namun sudah dapat ditemukan (dideteksi ) sebelum produk sampai ke konsumen.
Contohnya :
a.       Scrap : biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja, material dan overhead pada produk cacat yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki kembali.
b.       Pekerjaan ulang (rework): biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kesalahan (mengerjakan ulang) produk guna menentukan penyebab-penyebab kegagalan .
c.        Analisis kegagalan (Failure Analysis): biaya yang dikeluarkan untuk inspeksi ulang dan pengujian ulang produk yang telah mengalami pengerjaan ulang atau perbaikan kembali.
d.       Inspeksi ulang dan pengujian ulang (reinspection and retesting) : biaya-biaya yang dikeluarkan untuk inspeksi ulang dan pengujian ulang produk yang telah mengalami pengerjaan ulang atau perbaikan kembali.
e.        Down grading : selisih antara harga jual normal dan harga yang dikurangi karena alasan kualits.
f.        Avoidable Process Losses : biaya-biaya kehilangan yang terjadi, meskipun produk itu tidak cacat.

4.       Biaya kegagalan eksternal (eksternal  failure costs) yaitu : biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan atau terjadinya ketidaksesuaian produk dengan spesifikasi mutu yang telah ditetapkan namun sudah dapat ditemukan (dideteksi ) setelah produk sampai ke konsumen.
Contohnya :
a.       Jaminan (Warranty): Biaya yang dikeluarkan untuk penggantian atau perbaikan kembali produk yang masih berada dalam masa jaminan.
b.       Penyelesaian keluhan (complaint adjustment) : biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penyelidikan dan penyelesaian keluhan yang berkaitan dengan produk cacat.
c.        Produk dikembalikan (Returned Product) : biaya-biaya yang berkaitan dengan penerimaan dan penempatan produk cacat yang dikembalikan oleh pelanggan.
d.       Allowances : biaya-biaya yang berkaitan dengan konsesi pada pelanggan karena produk yang berada dibawah standar kualitas yang sedang diterima oleh pelanggan atau yang tidak memenuhi spesifikasi dalam penggunaan.  

Mengukur Biaya mutu (Quality cost)

1.       Metode pengganda; Biaya total produk gagal adalah beberapa kali lipat dari biaya produk gagal yang diukur.
2.       Metode penilaian pasar : survai para tenaga penjual terhadap konsumen tentang pengaruh mutu yang jelek.
3.       Metode rugi mutu Taguchi : setiap variasi nilai target dari karakteristik mutu akan menimbulkan biaya mutu yang tersembunyi.
Rumus Taguchi : L (Y) = k(y-T)2 
Di mana :
k = (konstanta), konstanta proporsionalitas yang besarnya tergantung pada struktur biaya produk gagal eksternal.
y=(yield), nilai aktual dari karakteristik mutu
T=(target), nilai target dari karakteristik mutu
L=(loss), rugi mutu

Contoh perhitungan :
k=Rp.400 T= 10 inci diameter, unit dihasilkan 2.000, deviasi kuadrat rata-rata 0,025. Maka biaya per unit yang diharapkan adalah Rp.10(0.025)xRp.400= Rp. 20.000 adalah total kerugian untuk 2.000 unit.

Unit
y
(y-T)
(y-T)2
K(y-T)2
1
9.9
-0,10
0,010
4,00
2
10,1
0,10
0,010
4,00
3
10,2
0,20
0,040
16,00
4
9.8
-0,20
0,040
16,00
Total
0,100
40,00
Rata-rata
0,025
10,00

Laporan Biaya Mutu

Laporan biaya mutu sesungguhnya berisi setiap kategori biaya mutu yang dihubungkan dalam bentuk persentase dari pendapatan penjualan. Contoh laporan biaya mutu disajikan seperti berikut ini:

PT. ELOK
Laporan Biaya Mutu
Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Desember 20x2
(Angka Rupiah dalam Jutaan)

Biaya Mutu
Jumlah Golongan Biaya Mutu
Persentase dari Pendapatan Penjualan
Biaya Pencegahan



Biaya pelatihan mutu
Rp. 1.000


Biaya rekayasa mutu
1.500


Biaya perencanaan mutu
500


Biaya pelaporan mutu
200


Biaya penilaian pemasok
50


Biaya gugus kendali mutu
75


Biaya review design
25




Rp.  3.350
5,58%
Biaya penilaian



Biaya inspeksi bahan baku
Rp.  500


Biaya product acceptance
200


Biaya process acceptance
100




800
1,33
Biaya kegagalan intern



Biaya sisa bahan
Rp.  40


Biaya pengerjaan kembali
160




200
0,33
Biaya kegagalan ekstern



Biaya penanganan keluhan customer
Rp.  250


Biaya jaminan
300


Biaya perbaikan
125




675
1,12


Rp.  5.025
8,38%




* Pendapatan penjualan adalah Rp. 60.000.
* Rp.5.025 : Rp.60.000 = 8,38%. Perbedaan dengan jumlah yang seharusnya disebabkan pembulatan

Dari laporan tersebut diperoleh informasi mengenai signifikan atau tidaknya setiap kategori biaya mutu yang dibandingkan dengan pendapatan penjualan. Biaya mutu di PT.ELOK menyerap 8,38% dari pendapatan penjualan.
Manajemen memiliki kesempatan untuk menyusun program yang lebih baik dalam perbaikan mutu produk atau jasa yang dijual pada customer. Program perbaikan mutu memerlukan perencanaan yang dituangkan dalam anggaran biaya mutu. Dalam pelaksanaan program perbaikan mutu, manajemen memerlukan umpan balik berupa laporan biaya mutu yang berisi informasi biaya penuh sesungguhnya yang berkaitan dengan mutu produk / jasa dibandingkan dengan biaya yang dianggarkan. Laporan biaya mutu ini ini digunakan untuk memantau efektivitas pelaksanaan program yang telah ditetapkan. Contoh laporan biaya mutu yang berisi perbandingan biaya mutu sesungguhnya dengan anggarannya disajikan sebagai berikut :

PT. ELOK
Laporan Biaya Mutu
Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Desember 20x2
(Angka Rupiah dalam Jutaan)

Realisasi
Anggaran
Selisih

Biaya Pencegahan




Biaya Tetap




Biaya pelatihan mutu
Rp. 1.000
Rp.  950
Rp.  50
R
Biaya rekayasa mutu
1.500
1.600
100
L
Biaya perencanaan mutu
500
600
100
L
Biaya penilaian pemasok
50
65
15
L
Biaya gugus kendali mutu
75
70
5
R
Biaya review design
25
35
10
L
Biaya Variabel




Biaya pelaporan mutu
200
250
50
L
Jumlah biaya pencegahan
Rp.  3.350
Rp.  3.565
Rp.  215
L





Biaya penilaian




Biaya Variabel




Biaya inspeksi bahan baku
Rp.  500
Rp.  475
Rp.  25
R
Biaya product acceptance
200
300
100
L
Biaya process acceptance
100
175
75
L
Jumlah biaya penilaian
Rp.  800
Rp.  950
Rp.  150
L





Biaya kegagalan intern




Biaya Variabel




Biaya sisa bahan
Rp.  40
Rp.  60
Rp.  20
L
Biaya pengerjaan kembali
160
190
30
L
Jumlah biaya kegagalan intern
Rp.  200
Rp.  250
Rp.  50
L





Biaya kegagalan ekstern




Biaya Tetap




Biaya penanganan keluhan customer
Rp.  250
Rp.  240
Rp.  10
R
Biaya Variabel




Biaya jaminan
300
350
50
L
Biaya perbaikan
125
140
15
L
Jumlah biaya kegagalan ekstern
Rp.  675
Rp.  730
Rp.  470
L





Jumlah biaya mutu
Rp.  5.025
Rp.  5.495
Rp.  470
L

8,38%
9,16%
0,78%






* Pendapatan penjualan adalah Rp. 60.000.
* Rp.5.025 : Rp.60.000 = 8,38%
* Rp.5.495 : Rp.60.000 = 9,16%
* Rp.470 : Rp.60.000 = 0,78%

Informasi Biaya Mutu
Informasi biaya mutu digunakan untuk:
1.       Mengevaluasi kinerja
2.       Memperbaiki berbagai keputusan manajerial dan analisis produk baru
Hakikat dari informasi biaya mutu adalah untuk perbaikan mutu produk perusahaan secara terus menerus. Informasi biaya mutu yang digunakan untuk penetapan harga strategis dan untuk mengetahui laba siklus hidup produk baru adalah disajikan seperti contoh dibawah ini:

Laporan Biaya Mutu, Penjualan = Rp. 1.000
Keterangan
Biaya Mutu (Rp)
% terhadap penjualan
Biaya Pencegahan:


Pelatihan mutu
10

Reliabilitas mutu
30


40
4,00
Biaya Penilaian:


Pemeriksaan bahan
5

Penilaian produk
10

Penilaian proses
15


30
3,00
Produk Gagal Internal:


Sisa bahan
10

Pengerjaan ulang
20


30
3,00
Produk Gagal Eksternal:


Keluhan pelanggan
10

Jaminan
10

Perbaikan
20


40
4,00
Total
140
14,00
Unit diproduksi 100 unit

Penetapan Harga Strategis
Estimasi Biaya Mutu
(Rp)
Biaya pencegahan
40
Biaya penilaian
30
Biaya produk gagal internal
30
Biaya produk gagal eksternal
40
Total
140
Keputusan: Biaya mutu akan dikurangi 50% dalam 18 bulan yaitu sebesar 50% x Rp.140 = Rp.70, atau per unitnya = (Rp.70 / 100 unit) = Rp.0,7. Jika manajemen mampu mengurangi biaya mutu, maka harga dapat diturunkan, misalnya 2% x Rp.10 = Rp.0,2 setiap enam bulan, tujuannya untuk menjaga pangsa pasar. Tindakan yang demikian ini disebut keputusan strategis dalam penurunan harga jual melalui penghematan biaya mutu.

Analisis Laba Siklus Hidup Produk Baru
Laporan: Analisis Produk Baru Proyek No.001
Estimasi siklus hidup produk: 2 tahun
Proyeksi potensi penjualan: 1000 unit (siklus hidup), harga Rp 2/unit
Target operating profit margin 20%
Proyeksi laporan laba-rugi siklus hidup
Penjualan (1000 unit @ Rp 2)
2.000
Biaya Input:

Bahan
500
Upah
400
Biaya overhead pabrik
300
Biaya mutu
100
Biaya pemasaran
250
Biaya administrasi
150
Laba siklus hidup (laba operasi)
300

Berdasarkan proyeksi laba rugi di atas menunjukkan bahwa laba operasi terhadap penjualan (operating profit margin) sebesar: (Rp 300 / Rp 2.000) = 15%. Dengan demikian produk baru tersebut ditolak, karena target laba operasi terhadap penjualan sebesar 20%.

C.      Product Life Cycle

Dengan pesatnya perkembangan pemanfaatan komputer berkembangnya dalam tahap desain, engineering, dan produksi maka jarak waktu yang diperlukan dari ide rancangan sampai dengan produksi menjadi sangat pendek. Kondisi ini memungkinkan perusahaan-perusahaan kelas dunia memilih startegi inovasi sebagai senjata untuk memenangkan perebutan pasar dunia. Staregi ini menjadikan daur hidup produk menjadi pendek. Oleh karena itu, manajemen yang bersaing dikelas dunia tidak cukup hanya memperoleh informasi biaya periodik yang dihasilkan oleh sistem akuntansi tradisional, namun jauh lebih penting dari itu, manajemen memerlukan informasi product life cycle costs yang memungkinkan manajemen melakukan strategic cost analysis pada saat mempertimbangkan peluncuran produk baru, penghentian produksi produk yang ada, dan product profitability analysis . Semakin pendeknya daur hidup produk semakin memerlukan perancangan yang matang keseluruhan pendapatan dan biaya yang diproyeksikan selama daur hidup produk, agar investasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk desain dan pengembangan produk dan untuk mesin dan ekuipmen yang bersangkutan dengan produk  dapat tertutup dari kas masuk bersih selama daur hidup yang diperkirakan.

 Product Life Cycle Cost

Daur hidup produk ( product Life cycle ) adalah : waktu suatu produk mampu memenuhi kebutuhan customer  sejak lahir sampai diputuskan dihentikan pemasarannya.
Biaya daur hidup produk ( product Life cycle cost ) adalah: biaya yang bersangkutan dengan produk selama daur hidupnya, yang meliputi : biaya pengembangan ( perencanaan,desain,pengujian), biaya produksi (aktivitas pengubahan bahan baku menjadi produk jadi ) dan biaya dukungan logistik ( iklan, distribusi, jaminan dan sebagainya )
Product life cycle costing adalah sistem akuntansi biaya yang menyediakan informasi biaya produk bagi manajemen untuk memantau biaya produk selama daur hidupnya.
Daur hidup produk paling diperlukan oleh perusahaan manufaktur yang produknya mempunyai daur hidup yang pendek. Produk harus dapat menutup semua biaya daur hidupnya dan menghasilkan laba tertentu selama daur hidupnya. Jika produk mempunyai daur hidup yang panjang, perusahaan dapat menaikkan labanya dengan mengubah harga jual produk dan dengan mengubah komposisi produk yang dijual. Perusahaan yang mempunyai daur hidup yang pendek tidak memiliki kesempatan untuk mengubah harga jual atau mengubah komposisi produk yang dijual. Oleh karena itu, pendekatan yang dipakai oleh perusahaan yang yang daur hidupnya pendek harus bersifat proaktif, yaitu dengan merencanakan sebaik-baiknya pendapatan dan biaya yang diperkirakan akan diperoleh selama daur hidup produk. Umpan balik pelaksanaan rencana pendapatan dan biaya selama daur hidup produk ini sangat membantu manajemen dalam mengelola seluruh aktivitas sejak tahap pegembangan, produksi, maupun tahap distribusi produk ke tangan customer.        

D.    Mengenal Sistem Produksi Tepat Waktu (Just In Time System)
                                               
I.        Sistem Produksi Barat

Sistem produksi yang paling banyak dipakai saat ini adalah yang berasal dari Eropa dan Amerika. Sistem produksi tersebut dikenal sebagai sistem produksi western. Ciri-ciri dari sistem produksi ini antara lain:
·         melakukan peramalan dalam menentukan kuantitas produksi,
·         melakukan optimasi dalam penjadwalan produksi, penentuan kebutuhan bahan, penentuan kebutuhan mesin, pekerja, dll.
·         terdapatnya departemen pengendalian kualitas,
·         terdapatnya gudang receiver dan gudang warehouse sebagai penyimpan persediaan, dll.
Secara garis besarnya adalah masih terdapatnya unsur- unsur probabilistik dalam melakukan keputusan untuk masalah-masalah sistem produksi. Filosofi dasar dari sistem produksi western adalah bagaimana mengoptimalkan unsur-unsur sistem produksi yang tersedia. Hal ini memungkinkan karena negara-negara barat waktu itu masih memiliki resources yang cukup banyak.
Pada tahun 1970-an terjadi krisis minyak bumi yang sangat mempengaruhi industri-industri barat sebagai consumer terbesar. Sedangkan Jepang tidak begitu terpengaruh krisis tersebut karena Jepang sudah biasa hemat dalam menggunakan resources khususnya minyak bumi. Akibatnya industri-industri barat mengalami kemerosotan sedangkan sebaliknya di Jepang justru mulai muncul.
Pada tahun 1980-an sistem produksi jepang mulai menunjukkan keunggulan-keunggulannya sedangkan barat justru baru mulai merekonstruksi dan merestrukturisasi sistem produksinya baik melalui teknik-teknik produksinya maupun manajemennya. Pada tahun 1990-an Jepang nampak berkembang pesat dan jauh meninggalkan Eropa ataupun Amerika.

II.      Sistem Produksi Jepang

Sistem produksi Jepang dikenal dengan nama Sistem Produksi Tepat-Waktu (Just In Time). Filosofi dasar dari sistem produksi jepang (JIT) adalah memperkecil ke mubadziran (Eliminate of Waste). Bentuk kemubadziran antara lain adalah:

Kemubadziran dalam Waktu, misalnya ada pekerja yang menganggur (idle time), mesin yang menganggur, waktu transport dalam pabrik tidak efisien, jadwal produksi yang tidak ditepati, keterlambatan material, lintasan produksi yang tidak seimbang sehingga terjadi bottle-neck, terlambatnya pengiriman barang, banyak-nya karyawan yang absen, dsb.

Kemubadziran dalam Material, misalnya terlalu banyak buangan (scraps, chips) akibat proses produksi, banyak terjadi kerusakan material atau material dalam proses, banyaknya material yang hilang, material yang usang, nilai material yang menurun akibat terlalu lama disimpan, dll.

Kemubadziran dalam Manajemen, misalnya terlalu banyak karyawan kantor, banyak terjadi mis-informasi antar departemen, banyaknya overlapping dalam penugasan, pelaksanaan tugas yang tidak efektif, sulit dalam koordinasi, dll. Jepang melakukan eliminate of waste karena jepang tidak punya resources yang cukup. Jadi dalam setiap melakukan pengambilan keputusan terutama untuk masalah produksi selalu menganut kepada prinsip efisiensi, efektifitas dan produktivitas.

Untuk dapat melaksanakan eliminate waste Jepang melakukan strategi sebagai berikut :
-          Hanya memproduksi jenis produk yang diperlukan
-          Hanya memproduksi produk sejumlah yang dibutuhkan
-          Hanya memproduksi produk pada saat diperlukan.

Tujuan utama dari sistem produksi JIT adalah untuk dapat memproduksi produk dengan Kualitas (quality) terbaik, Ongkos (cost) termurah, dan Pengiriman (delivery) pada saat yang tepat, dan disingkat QCD. Tujuan utama ini bisa dicapai jika ketiga unsur berikut dapat dilaksanakan secara terpadu, yaitu:



1.       Melakukan pengendalian kuantitas dengan baik.
Untuk dapat menentukan kuantitas yang tepat maka diperlukan sistem informasi yang baik. Sistem informasi untuk memproses produk tersebut di Jepang dikenal dengan istilah Kanban (kartu berjalan). Pelaksanakan pengendalian kuantitas akan berjalan dengan baik jika didukung oleh suplier dan consumer yang pasti dan tepat waktu. Jika hal ini dapat dilakukan maka kita akan dapat mengeliminir waste dalam material sehingga konsep Zero Inventory dapat dilaksanakan.

2.       Melakukan pengendalian kualitas dengan baik.
Dalam melakukan pengendalian kualitas di Jepang dikenal dengan istilah TQC (Total Quality Control). Tujuannya adalah untuk dapat memenuhi konsep Zero Defect. Didalam sistem produksi di jepang tidak ada departemen pengendalian kualitas, tetapi yang ada adalah Quality Assurance (jaminan kualitas). Konsep zero defect tersebut akan dapat berjalan dengan baik jika para pekerja diberi kewenangan (otonomi), agar tidak memberikan hasil produk yang tidak baik ke rekan kerja berikutnya sehingga tidak menyusahkan pekerja lainnya.

3.       Menjunjung tinggi harkat kemanusiaan karyawan.
Didalam sistem produksi dikenal 5 faktor produksi yang penting agar produksi dapat berjalan dengan baik yang dikenal dengan istilah Lima M, yaitu Man, Machine, Material, Money, dan Method. JIT tidak ingin menganggap Man hanya sebagai salah satu faktor produksi saja, tetapi lebih dari itu yakni ingin mengangkat harkat karyawan sehingga karyawan tersebut merasa memiliki sebagian dari perusahaan. Untuk dapat melakukan ini ada 3 cara, yaitu :
a.       Otonomi (kewenangan).
Karena karyawan sebagai pelaku dan penentu dalam proses produksi maka perlu kewenangan sehingga dapat mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan batasan tugas dan tanggungjawabnya.

b.       Flexibility
Karyawan perlu mengetahui dan bisa melakukan pekerjaan- pekerjaan lain diluar pekerjaannya. Hal ini dilakukan agar dapat mengurangi kebosanan (boredom) atau kejenuhan dan dapat melakukan subtitusi kerja lainnya jika karyawan yang ber-sangkutan absen.

Ditinjau dari segi manajemen adalah menguntungkan dalam segi pengkoordinasian karena setiap karyawan mengerti akan keterkaitannya dan tugas-tugas rekan kerjanya yang lain. Dengan cara tersebut akan didapat karyawan yang bersifat multifungsi. Jika karyawan diarahkan kepada pekerjaan yang bersifat Spesialisasi saja maka akan muncul hal-hal negatif antara lain adalah kesulitan dalam mengkoordinasi karena timbulnya blok-blok atau pengkotakan antar job-nya masing-masing, tidak ada sifat gotong-royong dalam bekerja, antara karyawan tidak ada sifat kepedulian, dll.

c.        Creativity
Jika wewenang, tanggung-jawab, job, dan flexibility sudah dimiliki setiap karyawan tetapi kreativitas belum tersalurkan maka akan muncul kejengkelan atau unek-unek dari karyawan tersebut. Untuk itu perlu adanya penyaluran kretivitas apakah dalam bentuk Urun rembug, brainstorming, atau yang lainnya. Dengan demikian akan terbentuk suatu Demokrasi dalam sistem produksi.

Sistem JIT hakikatnya adalah pengendalian mutu total (total quality control = TQC), dimana pekerja bertanggung jawab mulai dari proses awal sampai produk jadi yang berkualitas tanpa cacat. Sistem ini berbeda dengan sistem tradisional yang mengizinkan tingkat mutu yang dapat diterima (Acceptable Quality Level = AQL).
Berikut ini disajikan perbedaan sistem JIT dan tradisional.

Tabel. 10.1
Perbedaan sistem JIT dantradisional

Just In time

Tradisional
Persediaan tidak signifikan
Persediaan signifikan
Jumlah pemasok kecil
Jumlah pemasok banyak
Kontrak jangka panjang dengan pemasok, pemasok
 adalah partner yang paling baik
Kontrak jangka pendek dengan pemasok, pemasok
 adalah pihak yang dieksploitir
Tenaga kerja multi ahli
Tenaga kerja terspesialisasi
Jasa terdesentralisasi
Jasa tersentralisasi
Keterlibatan pegawai tinggi,loyalitas tinggi,kerja sepanjang masa
Keterlibatan pegawai rendah, kerja mencari upah,tidak ada loyalitas, sering pindah kerja
Gaya manajemen partisifatif
Gaya manajemen otoriter
Pengendalian mutu total ( TQC )
Pengendalian mutu terbatas
               
Sebagai penutup dapat dikatakan bahwa JIT sebenarnya berakar pada ilmu-ilmu barat. JIT dapat berjalan dan berhasil di Jepang karena didukung oleh budaya jepang yang sesuai. Jadi secara tidak langsung Jepang dapat memilih dan membudidayakan budaya asing yang baik untuk disesuaikan dan dikembangkan menjadi budayanya.

III.   Kalkulasi Biaya JIT

Kalkulasi biaya JIT sangat mudah sekali.Misalnya perusahaan memliki tiga produk, dikerjakan dalam tiga sel manufaktur, yaitu K, L, M. Tiap-tiap sel manufaktur sudah diketahui biaya overheadnya,biaya tenaga kerjanya dan biaya bahan langsungnya. Kalkulasi biaya model JIT disajikan dalam tabel 10.2.
Kalkulasi biaya model JIT adalah yang paling mudah teknik perhitungannya karena biaya overhead pabrik sudah dikelompokkan pada pada tiap-tiap sel manufaktur. Biaya overhead pabrik dibebankan ke produk berdasarkan penelusuran langsung. Dengan demikian tidak diperlukan alokasi atau pembebanan biaya overhead pabrik seperti pada kalkulasi biaya tradisional dan model ABC. Model JIT pada umumnya digunakan pada perusahaan-perusahaan di Jepang.

Tabel 10.2
Kalkulasi Biaya Produksi JIT
Keterangan
Sel K
Sel L
Sel M
Bahan langsung
Rp. 1.000
Rp. 1.000
Rp. 1.000
Upah langsung
4.000
5.000
6.000
Biaya overhead pabrik
3.000
2.000
1.000
Jumlah
Rp. 8.000
Rp. 9.000
Rp. 10.000
Unit yang diproduksi
1.000
1.000
1.000
Biaya perunit
Rp. 8
Rp. 9
Rp. 10

IV.    Ilustrasi Kalkulasi Biaya Tradisional, ABC, dan JIT

Ilustrasi perbedaan model kalkulasi biaya tradisional, ABC, dan JIT disajikan dalam tabel 10.4,10.5,10.6. Dalam tabel 10.3 disajikan data akuntansi untuk ketiga model tersebut.
Tabel 10.3
Data akuntansi

Keterangan
Produk A
Produk  B
Total
Unit yang diproduksi
200 unit
I00 unit





Biaya bahan langsung
Rp. 600.000
Rp. 150.000
Rp. 750.000
Biaya tenaga kerja langsung
Rp. 200.000
Rp. 50.000
Rp. 250.000
Total biaya utama
Rp. 800.000
Rp. 200.000
Rp. 1.000.000




Biaya overhead pabrik:
Aktivitas
Aktivitas
Total Biaya
Biaya pemeliharaan mesin
4.000 jam
4.000 jam
Rp. 250.000
Biaya penanganan bahan
400 jam
200 jam
Rp. 300.000
Biaya persiapan mesin
100 jam
50 jam
Rp. 450.000
Total
4.500 jam
1.250 jam
Rp.1.000.000




Just In Time



Biaya pemeliharaan mesin
Rp.100.000
Rp.150.000
Rp.250.000
Biaya penanganan bahan
Rp.200.000
Rp.100.000
Rp.300.000
Biaya persiapan batch
Rp.300.000
Rp.150.000
Rp.450.000
Total
Rp.600.000
Rp.400.000
Rp.1.000.000


Pembebanan biaya overhead pabrik ke proses produksi :
a.       Model tradisional costing, didasarkan pada jam mesin
b.       Model Activity Based Costing, didasarkan pada aktivitas
c.        Model JIT, didasarkan pada jumlah biaya sel
Berdasarkan data akuntansi dalam tabel 10.3 dapat disajikan kalkulasi biaya model tradisional, ABC, dan JIT yang disajikan dalam tabel 10.4, 10.5, 10.6

                                                        Tabel 10.4
                                        Kalkulasi Biaya Tradisional

Keterangan
Produk A
Produk B
Biaya bahan langsung
Rp. 600.000
Rp. 150.000
Biaya tenaga kerja langsung
Rp. 200.000
Rp. 50.000
Biaya overhead pabrik*
Rp. 800.000
Rp. 200.000
Total
Rp. 1.600.000
Rp. 400.000
Unit yang diproduksi
 200 unit
 100 unit
Biaya perunit
Rp. 8.000
Rp. 4.000

                *Keterangan :
                a. Total biaya overhead Rp. 1.000.000. Tarif BOP = (Rp. 1.000.000 / 5000 jam mesin )= Rp.200
                b. BOP dibebankan : A= 4.000 X Rp.200 = Rp. 800.000 ; B= 1.000 X Rp. 200= Rp.200.000

                                                        Tabel 10.5
                                        Kalkulasi Biaya Activity Based Costing

Keterangan
Produk A
Produk B
Biaya bahan langsung
Rp. 600.000
Rp. 150.000
Biaya tenaga kerja langsung
Rp. 200.000
Rp.50.000
Biaya overhead pabrik
Rp. 200.000
Rp. 50.000
Biaya pemeliharaan mesin
Rp. 200.000
Rp. 100.000
Biaya penanganan bahan
Rp. 300.000
Rp. 150.000
Biaya persiapan mesin


Total
Rp. 1.500.000
Rp. 500.000
Unit yang diproduksi
200 unit
100 unit
Biaya perunit
Rp.7.500
Rp.5.000

Keterangan : Tarif overhead pabrik berdasar aktivitas :
a.       Pemeliharaan : (Rp. 250.000/5000)        = Rp. 50/jam mesin
b.       Penanganan bahan : (Rp. 300.000/600)                = Rp. 500/jam penanganan bahan
c.        Persiapan mesin    : (Rp. 450.000/150)   = Rp.3000/jam persiapan mesin

Produk A :
Pembebanan BOP :
Pemeliharaan ( 4.000 X Rp. 50 )                              =              Rp. 200.000
Penanganan bahan ( 400 X Rp. 500 )                     =              Rp. 200.000
Persiapan      ( 100 X Rp. 3.000 )                              =              Rp. 300.000

Produk B :
Pembebanan BOP :
Pemeliharaan ( 1.000 X Rp. 50 )                              =              Rp. 50.000
Penanganan bahan ( 200 X Rp. 500 )                     =              Rp. 100.000
Persiapan      ( 50 X Rp. 3.000 )                                =              Rp. 150.000








                                                        Tabel 10.6
                                        Kalkulasi Biaya Just In Time ( JIT )

Keterangan
Produk A
Produk B
Biaya bahan langsung
Rp. 600.000
Rp. 150.000
Biaya tenaga kerja langsung
Rp. 200.000
Rp.50.000
Biaya overhead pabrik*
Rp. 600.000
Rp. 400.000
Total
Rp. 1.400.000
Rp. 600.000
Unit yang diproduksi
200 unit
100 unit
Biaya perunit
Rp.7.000
Rp.6.000

Keterangan :
Biaya perunit sistem produksi JIT paling akurat karena semua biaya dapat ditelusi, langsung ke masing-masing produk













Daftar Pustaka :
1. Mulyadi; Akuntansi Manajemen : Konsep, Manfaat dan Rekayasa; Penerbit Salemba Empat; edisi 3; 2001
2.Darsono Prawironegoro; Akuntansi Manajemen : Kajian Pengambilan Keputusan Berdasar InformasiAkuntansi;Diadit Media Jakarta, edisi Novenber 2005
3. VincentGaspersz : Manajemen Kualitas : Penerapan Konsep-Konsep Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total : Gramedia Februari 1997

No comments: