A. Konsep Mutu
Definisi dan sejarah pengendalian kualitas
Kualitas diartikan sebagai derajat / tingkat produk atau jasa dapat memenuhi
keinginan pengguna / konsumen.
Mutu adalah ukuran relatif kebaikan suatu produk. Produk bermutu (quality product
) adalah suatu produk yang memenuhi harapan konsumen.
Produk bermutu (Quality
Product) merupakan salah satu keunggulan perusahaan
dalam menempati posisi tertentu dalam persaingan tertentu. Konsep mutu dapat dibagi menjadi 2 golongan:
1.
Mutu desain ( quality Of Design ), merupakan
fungsi spesifikasi produk. Semakin banyak spesifikasi produk yang dimasukkan
kedalam mutu, menyebabkan biaya produksi tinggi sehingga harga jual menjadi
tinggi.
2.
Mutu Kesesuaian ( Quality Of Conformance
),adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau
spesifikasi mutu yang yang telah ditetapkan..
Pengendalian Kualitas adalah aktivitas pengendalian proses untuk mengukur ciri-ciri
kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan, dan
mengambil tindakan perbaikan yang sesuai apabila ada perbedaan dengan standar.
Jadi ada 3 aktifitas di dalam pengendalian kualitas:
- Pengamatan
- Membandingkan dengan standar
- Tindakan perbaikan
Prinsip-prinsip pengendalian kualitas pertama kali dikembangkan
tahun 1923 oleh Walter A. Shewhart di The Bell Telephone Laboratories. Buku
pertama pengendalian kualitas dipublikasikan oleh Shewhart pada tahun 1931
dengan judul Economic Control of Quality
of Manufactured Product. Teknik-teknik dan standardisasi pengendalian
kualitas semakin berkembang luas pada era perang dunia II. Pada tanggal 16
Februari 1946 dibentuk American Society for Quality Control.
TOTAL QUALITY MANAGEMENT
Definisi TQM
TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai
strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan
seluruh anggota organisasi. TQM berupaya memaksimumkan daya saing perusahaan
melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungannya.
Sejarah TQM
1946 – 1950, periode perintisan dan penelitian. Dr.W.E.Deming
menyampaikan seminar 8 hari mengenai kualitas pada para ilmuwan, insinyur, dan
para eksekutif perusahaan Jepang.
1951 – 1954, periode pengendalian mutu statistik (Statistical
Quality Qontrol)
1955 – 1960, periode pengendalian mutu sistematik. Diperkenalkan
istilah CWQC ( Company Wide Quality Control )
1961 – sekarang, periode pemantapan dan pengembangan. Prof.DR.Kaoru
Ishikawa memperkenalkan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle)
Prinsip dan Unsur TQM
Prinsip-prinsip TQM:
- Kepuasan pelanggan
- Partisipasi
- Manajemen berdasar fakta
- Perbaikan berkesinambungan
Unsur-unsur TQM:
- Pelanggan (internal dan eksternal)
- Obsesi terhadap kualitas
- Pendekatan Ilmiah
- Komitmen jangka panjang
- Kerjasama tim
- Perbaikan sistem berkelanjutan
- Pendidikan dan Pelatihan
- Kebebasan terkendali
- Kesatuan tujuan
- Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
Konsep Pelanggan
Pelanggan Eksternal adalah orang / pihak yang menggunakan produk /
jasa perusahaan.
Pelanggan Internal adalah orang / pihak yang menggunakan produk
/jasa hasil kerja dari orang / pihak yang berada dalam perusahaan.
Beberapa cara pemantauan atau pengukuran terhadap kepuasan
pelanggan:
- kotak saran
- ghost shopping
- analisa pada pelanggan yang berhenti
- survey
- dll
Keterlibatan Karyawan (Employee Involvement)
Sangat penting bagi manajemen untuk mengetahui dan menyesuaikan
antara keinginan karyawan dengan tujuan perusahaan. Dan salah satu keinginan
karyawan adalah dilibatkan dan diberdayakan pada semua tingkat organisasi dalam
proses pemecahan masalah. Karena dua kepentingan itulah, maka proses
keterlibatan karyawan perlu dilakukan terutama menyangkut masalah kualitas.
Beberapa metode keterlibatan karyawan:
- Brainstorming
- Gugus kualitas
- Kotak Saran
- MBWA (management by walking around)
Ada satu faktor penting dalam proses keterlibatan karyawan, yaitu
penghargaan atas prestasi kerja. Penghargaan harus dilakukan sebagai salah satu
alat motivasi agar karyawan bersedia menyumbangkan seluruh kemampuannya bagi
pencapaian tujuan bersama.
Perbaikan
Berkesinambungan
Dalam istilah Jepang dikenal dengan nama Kaizen.
Titik awal perbaikan adalah menyadari akan adanya masalah. Karena
itu masalah harus diangkat ke permukaan dan diselesaikan secepat mungkin, bukan
dibiarkan atau bahkan dipendam. Perasaan cepat puas atas apa yang telah
tercapai merupakan musuh besar dari filosofi Kaizen.
Ada 5 aktivitas pokok dalam Kaizen:
- Komunikasi
- Memperbaiki kesalahan yang nyata. Gunakan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action)
- Memandang ke hulu. Gunakan diagram sebab-akibat (Fishbone Diagram)
- Dokumentasi
- Memantau perubahan
B.
Biaya Mutu ( Quality Cost )
Biaya mutu (Quality cost)
adalah biaya yang bersangkutan dengan penciptaan,
pengidentifikasian,perbaikan dan pencegahan produk cacat.
Biaya mutu diperlukan oleh manajemen dalam melakukan
perencanaan,pengendalian dan pengambilan keputusan tentang mutu produk.
Manajemen perlu memahami biaya mutu (quality cost ) yang merupakan biaya yang
terjadi karena adanya atau kemungkinan mutu produk yang rendah.
Biaya mutu dapat dibagi
menjadi empat kelompok:
1.
Biaya pencegahan ( Prevention Cost )
Biaya yang dikeluarkan
untuk mencegah terjadinya cacat dalam produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaa
/biaya-biaya yang berhubungan dengan upaya pencegahan kegagalan internal maupun
eksternal. Tujuan
dikeluarkan biaya pencegahan ini adalah untuk menurunkan kuantitas produk yang
tidak memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan, sehingga menurunkan
biaya kegagalan.
Contoh Biaya pencegahan
adalah :
a.
Perencanaan kualitas : Biaya –biaya yang
berkaitan dengan aktivitas perencanaan kualitas secara keseluruhan, termasuk
penyiapan prosedur-prosedur yang
diperlukan untuk mengkomunikasikan rencana kualitas keseluruh pihak yang
berkepentingan. Contohnya : biaya perencanaan
mutu,
b.
Tinjauan ulang produk baru ( New product Review ) : Biaya – biaya yang berkaitan dengan rekayasa keandalan (reliability
engineering) dan aktivitas-aktivitas lain yang terkait dengan kualitas yang
berhubungan dengan pemberitahuan desain baru.Contonya: biaya pelaporan mutu ,
biaya penelaahan terhadap terhadap desain produk, gugus kendali mutu (quality
cicle).
c.
Pengendalian Proses : Biaya –biaya
inspeksi dan pengujian dalam proses untuk menentukan status dari produk.
d.
Audit kualitas : Biaya-biaya yang
berkaitan dengan evaluasi atas pelaksanaan aktivitas dalam rencana kualitas
secara keseluruhan.Contohnya : biaya rekayasa mutu
e.
Pelatihan ; biaya –biaya yang berkaitan
dengan penyiapan dan pelaksanaan program-program pelatihan yang berkaitan
dengan kualitas.Contohnya : biaya program pelatihan mutu
2.
Biaya penilaian ( Appraisal Cost ) yaitu : biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk menentukan apakah produk & jasa sesuai ( derajat
konformansi ) dengan persyaratan kualitas ( spesifikasi yang ditetapkan ).
Contoh biaya penilaian
adalah :
a.
Inspeksi dan pengujian kedatangan material : biaya–biaya yang berkaitan dengan penentuan kualitas dari material
yang dibeli, apakah melalui inspeksi pada saat penerimaan, dilakukan oleh
pemasok, atau inspeksi yang dilakukan oleh pihak ketiga. Contohnya : biaya pengujian bahan baku, biaya inspeksi pembungkusan,
verifikasi pemasok, pengujian dilapangan, biaya penilaian pemasok
b.
Inspeksi dan pengujian produk dalam proses: biaya-biaya yang berkaitan dengan evaluasi tentang kesesuaian produk
dalam proses terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi) yang ditetapkan.
c.
Inspeksi dan pengujian produk akhir: biaya-biaya
yang berkaitan dengan evaluasi tentang kesesuaian produk akhir terhadap
persyaratan kualitas (spesifikasi) yang ditetapkan.
d.
Audit kualitas produk: biaya-biaya untuk
melakukan audit kualitas pada produk dalam proses atau produk akhir. Contohnya
biaya aktivitas pengawasan. Product Acceptance adalah pengambilan sampel dari satu
batch produk jadi untuk menentukan apakah produk dalam batch tersebut memenuhi
mutu yang telah ditetapkan. Process
Acceptance adalah pengambilan sampel dari proses produksi yang sedang
berjalan untuk melihat apakah proses produksi berjalan dalam kendali dan tidak
menghasilkan produk cacat..
e.
Pemeliharaan akurasi ( ketepatan, ketelitian ) peralatan pengujian :
biaya-biaya dalam melakukan penyesuaian untuk
mempertahankan akurasi pengukuran dan peralatan.
f.
Evaluasi stok : biaya-biaya yang
berkaitan dengan pengujian produk dalam penyimpanan untuk menilai degradasi (
penurunan tingkat ) kualitas.
3.
Biaya kegagalan intern (internal failure costs) yaitu : biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan atau
terjadinya ketidaksesuaian produk dengan spesifikasi mutu yang telah ditetapkan
namun sudah dapat ditemukan (dideteksi ) sebelum produk sampai ke konsumen.
Contohnya :
a.
Scrap : biaya yang dikeluarkan untuk
tenaga kerja, material dan overhead pada produk cacat yang secara ekonomis
tidak dapat diperbaiki kembali.
b.
Pekerjaan ulang (rework): biaya yang
dikeluarkan untuk memperbaiki kesalahan (mengerjakan ulang) produk guna
menentukan penyebab-penyebab kegagalan .
c.
Analisis kegagalan (Failure Analysis):
biaya yang dikeluarkan untuk inspeksi ulang dan pengujian ulang produk yang
telah mengalami pengerjaan ulang atau perbaikan kembali.
d.
Inspeksi ulang dan pengujian ulang (reinspection and retesting) : biaya-biaya yang dikeluarkan untuk inspeksi ulang dan pengujian
ulang produk yang telah mengalami pengerjaan ulang atau perbaikan kembali.
e.
Down grading : selisih antara harga jual
normal dan harga yang dikurangi karena alasan kualits.
f.
Avoidable Process Losses : biaya-biaya
kehilangan yang terjadi, meskipun produk itu tidak cacat.
4.
Biaya kegagalan eksternal (eksternal failure costs)
yaitu : biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan atau terjadinya ketidaksesuaian
produk dengan spesifikasi mutu yang telah ditetapkan namun sudah dapat
ditemukan (dideteksi ) setelah produk sampai ke konsumen.
Contohnya :
a.
Jaminan (Warranty): Biaya yang
dikeluarkan untuk penggantian atau perbaikan kembali produk yang masih berada
dalam masa jaminan.
b.
Penyelesaian keluhan (complaint adjustment) : biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penyelidikan dan penyelesaian
keluhan yang berkaitan dengan produk cacat.
c.
Produk dikembalikan (Returned Product) : biaya-biaya yang berkaitan dengan penerimaan dan penempatan produk
cacat yang dikembalikan oleh pelanggan.
d.
Allowances : biaya-biaya yang berkaitan
dengan konsesi pada pelanggan karena produk yang berada dibawah standar
kualitas yang sedang diterima oleh pelanggan atau yang tidak memenuhi
spesifikasi dalam penggunaan.
Mengukur
Biaya mutu (Quality cost)
1.
Metode pengganda; Biaya total produk
gagal adalah beberapa kali lipat dari biaya produk gagal yang diukur.
2.
Metode penilaian pasar : survai para
tenaga penjual terhadap konsumen tentang pengaruh mutu yang jelek.
3.
Metode rugi mutu Taguchi : setiap
variasi nilai target dari karakteristik mutu akan menimbulkan biaya mutu yang
tersembunyi.
Rumus Taguchi : L (Y) =
k(y-T)2
Di mana :
k = (konstanta), konstanta proporsionalitas yang besarnya tergantung
pada struktur biaya produk gagal eksternal.
y=(yield), nilai aktual dari karakteristik mutu
T=(target), nilai target dari karakteristik mutu
L=(loss), rugi mutu
Contoh perhitungan :
k=Rp.400 T= 10 inci diameter, unit dihasilkan 2.000, deviasi kuadrat
rata-rata 0,025. Maka biaya per unit yang diharapkan adalah Rp.10(0.025)xRp.400= Rp. 20.000 adalah
total kerugian untuk 2.000 unit.
Unit
|
y
|
(y-T)
|
(y-T)2
|
K(y-T)2
|
1
|
9.9
|
-0,10
|
0,010
|
4,00
|
2
|
10,1
|
0,10
|
0,010
|
4,00
|
3
|
10,2
|
0,20
|
0,040
|
16,00
|
4
|
9.8
|
-0,20
|
0,040
|
16,00
|
Total
|
0,100
|
40,00
|
||
Rata-rata
|
0,025
|
10,00
|
Laporan Biaya Mutu
Laporan biaya mutu sesungguhnya berisi setiap kategori biaya mutu
yang dihubungkan dalam bentuk persentase dari pendapatan penjualan. Contoh
laporan biaya mutu disajikan seperti berikut ini:
PT.
ELOK
Laporan
Biaya Mutu
Untuk
Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Desember 20x2
(Angka
Rupiah dalam Jutaan)
|
|||
|
Biaya
Mutu
|
Jumlah
Golongan Biaya Mutu
|
Persentase
dari Pendapatan Penjualan
|
Biaya
Pencegahan
|
|
|
|
Biaya
pelatihan mutu
|
Rp.
1.000
|
|
|
Biaya rekayasa
mutu
|
1.500
|
|
|
Biaya
perencanaan mutu
|
500
|
|
|
Biaya
pelaporan mutu
|
200
|
|
|
Biaya
penilaian pemasok
|
50
|
|
|
Biaya gugus
kendali mutu
|
75
|
|
|
Biaya review
design
|
25
|
|
|
|
|
Rp. 3.350
|
5,58%
|
Biaya
penilaian
|
|
|
|
Biaya inspeksi
bahan baku
|
Rp. 500
|
|
|
Biaya product acceptance
|
200
|
|
|
Biaya process acceptance
|
100
|
|
|
|
|
800
|
1,33
|
Biaya
kegagalan intern
|
|
|
|
Biaya sisa
bahan
|
Rp. 40
|
|
|
Biaya
pengerjaan kembali
|
160
|
|
|
|
|
200
|
0,33
|
Biaya
kegagalan ekstern
|
|
|
|
Biaya
penanganan keluhan customer
|
Rp. 250
|
|
|
Biaya jaminan
|
300
|
|
|
Biaya
perbaikan
|
125
|
|
|
|
|
675
|
1,12
|
|
|
Rp. 5.025
|
8,38%
|
|
|
|
|
* Pendapatan penjualan adalah Rp. 60.000.
* Rp.5.025 : Rp.60.000 = 8,38%. Perbedaan
dengan jumlah yang seharusnya disebabkan pembulatan
Dari laporan tersebut diperoleh informasi mengenai signifikan atau
tidaknya setiap kategori biaya mutu yang dibandingkan dengan pendapatan
penjualan. Biaya mutu di PT.ELOK menyerap 8,38% dari pendapatan penjualan.
Manajemen memiliki kesempatan untuk menyusun program yang lebih baik
dalam perbaikan mutu produk atau jasa yang dijual pada customer. Program
perbaikan mutu memerlukan perencanaan yang dituangkan dalam anggaran biaya
mutu. Dalam pelaksanaan program perbaikan mutu, manajemen memerlukan umpan
balik berupa laporan biaya mutu yang berisi informasi biaya penuh sesungguhnya yang berkaitan dengan mutu produk / jasa
dibandingkan dengan biaya yang
dianggarkan. Laporan biaya mutu ini ini digunakan untuk memantau
efektivitas pelaksanaan program yang telah ditetapkan. Contoh laporan biaya
mutu yang berisi perbandingan biaya mutu sesungguhnya dengan anggarannya
disajikan sebagai berikut :
PT.
ELOK
Laporan
Biaya Mutu
Untuk
Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Desember 20x2
(Angka
Rupiah dalam Jutaan)
|
||||
|
Realisasi
|
Anggaran
|
Selisih
|
|
Biaya
Pencegahan
|
|
|
|
|
Biaya Tetap
|
|
|
|
|
Biaya
pelatihan mutu
|
Rp.
1.000
|
Rp. 950
|
Rp. 50
|
R
|
Biaya rekayasa
mutu
|
1.500
|
1.600
|
100
|
L
|
Biaya
perencanaan mutu
|
500
|
600
|
100
|
L
|
Biaya
penilaian pemasok
|
50
|
65
|
15
|
L
|
Biaya gugus
kendali mutu
|
75
|
70
|
5
|
R
|
Biaya review
design
|
25
|
35
|
10
|
L
|
Biaya Variabel
|
|
|
|
|
Biaya
pelaporan mutu
|
200
|
250
|
50
|
L
|
Jumlah
biaya pencegahan
|
Rp. 3.350
|
Rp. 3.565
|
Rp. 215
|
L
|
|
|
|
|
|
Biaya
penilaian
|
|
|
|
|
Biaya Variabel
|
|
|
|
|
Biaya inspeksi
bahan baku
|
Rp. 500
|
Rp. 475
|
Rp. 25
|
R
|
Biaya product acceptance
|
200
|
300
|
100
|
L
|
Biaya process acceptance
|
100
|
175
|
75
|
L
|
Jumlah
biaya penilaian
|
Rp. 800
|
Rp. 950
|
Rp. 150
|
L
|
|
|
|
|
|
Biaya
kegagalan intern
|
|
|
|
|
Biaya Variabel
|
|
|
|
|
Biaya sisa
bahan
|
Rp. 40
|
Rp. 60
|
Rp. 20
|
L
|
Biaya
pengerjaan kembali
|
160
|
190
|
30
|
L
|
Jumlah
biaya kegagalan intern
|
Rp. 200
|
Rp. 250
|
Rp. 50
|
L
|
|
|
|
|
|
Biaya
kegagalan ekstern
|
|
|
|
|
Biaya Tetap
|
|
|
|
|
Biaya
penanganan keluhan customer
|
Rp. 250
|
Rp. 240
|
Rp. 10
|
R
|
Biaya Variabel
|
|
|
|
|
Biaya jaminan
|
300
|
350
|
50
|
L
|
Biaya
perbaikan
|
125
|
140
|
15
|
L
|
Jumlah
biaya kegagalan ekstern
|
Rp. 675
|
Rp. 730
|
Rp. 470
|
L
|
|
|
|
|
|
Jumlah
biaya mutu
|
Rp. 5.025
|
Rp. 5.495
|
Rp. 470
|
L
|
|
8,38%
|
9,16%
|
0,78%
|
|
|
|
|
|
|
* Pendapatan penjualan adalah Rp. 60.000.
* Rp.5.025 : Rp.60.000 = 8,38%
* Rp.5.495 : Rp.60.000 = 9,16%
* Rp.470 : Rp.60.000 = 0,78%
Informasi Biaya Mutu
Informasi biaya mutu digunakan untuk:
1.
Mengevaluasi kinerja
2.
Memperbaiki berbagai keputusan
manajerial dan analisis produk baru
Hakikat dari informasi biaya mutu adalah untuk perbaikan mutu produk
perusahaan secara terus menerus. Informasi biaya mutu yang digunakan untuk
penetapan harga strategis dan untuk mengetahui laba siklus hidup produk baru
adalah disajikan seperti contoh dibawah ini:
Laporan Biaya Mutu, Penjualan = Rp. 1.000
Keterangan
|
Biaya Mutu (Rp)
|
% terhadap penjualan
|
Biaya
Pencegahan:
|
|
|
Pelatihan mutu
|
10
|
|
Reliabilitas
mutu
|
30
|
|
|
40
|
4,00
|
Biaya
Penilaian:
|
|
|
Pemeriksaan
bahan
|
5
|
|
Penilaian
produk
|
10
|
|
Penilaian
proses
|
15
|
|
|
30
|
3,00
|
Produk Gagal
Internal:
|
|
|
Sisa bahan
|
10
|
|
Pengerjaan
ulang
|
20
|
|
|
30
|
3,00
|
Produk Gagal
Eksternal:
|
|
|
Keluhan
pelanggan
|
10
|
|
Jaminan
|
10
|
|
Perbaikan
|
20
|
|
|
40
|
4,00
|
Total
|
140
|
14,00
|
Unit diproduksi 100 unit
Penetapan Harga Strategis
Estimasi Biaya Mutu
|
(Rp)
|
Biaya
pencegahan
|
40
|
Biaya
penilaian
|
30
|
Biaya produk
gagal internal
|
30
|
Biaya produk
gagal eksternal
|
40
|
Total
|
140
|
Keputusan: Biaya mutu akan dikurangi 50% dalam 18 bulan yaitu
sebesar 50% x Rp.140 = Rp.70, atau per unitnya = (Rp.70 / 100 unit) = Rp.0,7.
Jika manajemen mampu mengurangi biaya mutu, maka harga dapat diturunkan,
misalnya 2% x Rp.10 = Rp.0,2 setiap enam bulan, tujuannya untuk menjaga pangsa
pasar. Tindakan yang demikian ini disebut keputusan strategis dalam penurunan
harga jual melalui penghematan biaya mutu.
Analisis Laba Siklus Hidup
Produk Baru
Laporan:
Analisis Produk Baru Proyek No.001
Estimasi
siklus hidup produk: 2 tahun
Proyeksi
potensi penjualan: 1000 unit (siklus hidup), harga Rp 2/unit
Target
operating profit margin 20%
Proyeksi
laporan laba-rugi siklus hidup
|
|
Penjualan
(1000 unit @ Rp 2)
|
2.000
|
Biaya Input:
|
|
Bahan
|
500
|
Upah
|
400
|
Biaya overhead pabrik
|
300
|
Biaya mutu
|
100
|
Biaya pemasaran
|
250
|
Biaya administrasi
|
150
|
Laba siklus hidup (laba operasi)
|
300
|
Berdasarkan proyeksi laba rugi di atas menunjukkan bahwa laba
operasi terhadap penjualan (operating profit margin) sebesar: (Rp 300 / Rp
2.000) = 15%. Dengan demikian produk baru tersebut ditolak, karena target laba
operasi terhadap penjualan sebesar 20%.
C.
Product Life Cycle
Dengan pesatnya perkembangan pemanfaatan komputer berkembangnya
dalam tahap desain, engineering, dan produksi maka jarak waktu yang diperlukan
dari ide rancangan sampai dengan produksi menjadi sangat pendek. Kondisi ini
memungkinkan perusahaan-perusahaan kelas dunia memilih startegi inovasi sebagai senjata untuk memenangkan perebutan pasar
dunia. Staregi ini menjadikan daur hidup produk menjadi pendek. Oleh karena
itu, manajemen yang bersaing dikelas dunia tidak cukup hanya memperoleh
informasi biaya periodik yang dihasilkan oleh sistem akuntansi tradisional,
namun jauh lebih penting dari itu, manajemen memerlukan informasi product life
cycle costs yang memungkinkan manajemen melakukan strategic cost analysis pada
saat mempertimbangkan peluncuran produk baru, penghentian produksi produk yang
ada, dan product profitability analysis . Semakin pendeknya daur hidup
produk semakin memerlukan perancangan yang matang keseluruhan pendapatan dan
biaya yang diproyeksikan selama daur hidup produk, agar investasi yang
dilakukan oleh perusahaan untuk desain dan pengembangan produk dan untuk mesin
dan ekuipmen yang bersangkutan dengan produk
dapat tertutup dari kas masuk bersih selama daur hidup yang
diperkirakan.
Product Life Cycle Cost
Daur hidup produk (
product Life cycle ) adalah : waktu suatu produk mampu memenuhi kebutuhan customer sejak lahir sampai diputuskan dihentikan
pemasarannya.
Biaya daur hidup produk (
product Life cycle cost ) adalah: biaya yang
bersangkutan dengan produk selama daur hidupnya, yang meliputi : biaya
pengembangan ( perencanaan,desain,pengujian), biaya produksi (aktivitas
pengubahan bahan baku menjadi produk jadi ) dan biaya dukungan logistik (
iklan, distribusi, jaminan dan sebagainya )
Product life cycle costing
adalah sistem akuntansi biaya yang menyediakan
informasi biaya produk bagi manajemen untuk memantau biaya produk selama daur
hidupnya.
Daur hidup produk paling diperlukan oleh perusahaan manufaktur yang
produknya mempunyai daur hidup yang pendek. Produk harus dapat menutup semua
biaya daur hidupnya dan menghasilkan laba tertentu selama daur hidupnya. Jika produk mempunyai daur hidup yang
panjang, perusahaan dapat menaikkan labanya dengan mengubah harga jual produk
dan dengan mengubah komposisi produk yang dijual. Perusahaan yang mempunyai daur
hidup yang pendek tidak memiliki kesempatan untuk mengubah harga jual atau
mengubah komposisi produk yang dijual. Oleh karena itu, pendekatan yang
dipakai oleh perusahaan yang yang daur hidupnya pendek harus bersifat proaktif,
yaitu dengan merencanakan sebaik-baiknya pendapatan dan biaya yang diperkirakan
akan diperoleh selama daur hidup produk. Umpan balik pelaksanaan
rencana pendapatan dan biaya selama daur hidup produk ini sangat membantu
manajemen dalam mengelola seluruh aktivitas sejak tahap pegembangan, produksi,
maupun tahap distribusi produk ke tangan customer.
D. Mengenal Sistem Produksi Tepat Waktu (Just In Time System)
I.
Sistem Produksi Barat
Sistem produksi yang paling banyak dipakai saat ini adalah yang
berasal dari Eropa dan Amerika. Sistem produksi tersebut dikenal sebagai sistem produksi western. Ciri-ciri dari
sistem produksi ini antara lain:
·
melakukan peramalan dalam
menentukan kuantitas produksi,
·
melakukan optimasi dalam
penjadwalan produksi, penentuan kebutuhan bahan, penentuan kebutuhan mesin,
pekerja, dll.
·
terdapatnya departemen
pengendalian kualitas,
·
terdapatnya gudang receiver dan
gudang warehouse sebagai penyimpan persediaan, dll.
Secara garis besarnya adalah masih terdapatnya unsur- unsur
probabilistik dalam melakukan keputusan untuk masalah-masalah sistem produksi. Filosofi dasar dari sistem produksi western
adalah bagaimana mengoptimalkan unsur-unsur sistem produksi yang tersedia.
Hal ini memungkinkan karena negara-negara barat waktu itu masih memiliki
resources yang cukup banyak.
Pada tahun 1970-an terjadi krisis minyak bumi yang sangat
mempengaruhi industri-industri barat sebagai consumer terbesar. Sedangkan
Jepang tidak begitu terpengaruh krisis tersebut karena Jepang sudah biasa hemat
dalam menggunakan resources khususnya minyak bumi. Akibatnya industri-industri
barat mengalami kemerosotan sedangkan sebaliknya di Jepang justru mulai muncul.
Pada tahun 1980-an sistem produksi jepang mulai menunjukkan
keunggulan-keunggulannya sedangkan barat justru baru mulai merekonstruksi dan
merestrukturisasi sistem produksinya baik melalui teknik-teknik produksinya
maupun manajemennya. Pada tahun 1990-an Jepang nampak berkembang pesat dan jauh
meninggalkan Eropa ataupun Amerika.
II.
Sistem Produksi Jepang
Sistem produksi Jepang dikenal dengan nama Sistem Produksi
Tepat-Waktu (Just In Time). Filosofi dasar dari sistem produksi jepang (JIT)
adalah memperkecil ke mubadziran (Eliminate of Waste). Bentuk kemubadziran
antara lain adalah:
Kemubadziran dalam Waktu, misalnya ada pekerja yang menganggur (idle time), mesin yang
menganggur, waktu transport dalam pabrik tidak efisien, jadwal produksi yang
tidak ditepati, keterlambatan material, lintasan produksi yang tidak seimbang
sehingga terjadi bottle-neck, terlambatnya pengiriman barang, banyak-nya
karyawan yang absen, dsb.
Kemubadziran dalam
Material, misalnya terlalu banyak buangan (scraps,
chips) akibat proses produksi, banyak terjadi kerusakan material atau material
dalam proses, banyaknya material yang hilang, material yang usang, nilai
material yang menurun akibat terlalu lama disimpan, dll.
Kemubadziran dalam
Manajemen, misalnya terlalu banyak karyawan kantor,
banyak terjadi mis-informasi antar departemen, banyaknya overlapping dalam
penugasan, pelaksanaan tugas yang tidak efektif, sulit dalam koordinasi, dll.
Jepang melakukan eliminate of waste karena jepang tidak punya resources yang
cukup. Jadi dalam setiap melakukan pengambilan keputusan terutama untuk masalah
produksi selalu menganut kepada prinsip efisiensi, efektifitas dan
produktivitas.
Untuk dapat melaksanakan eliminate
waste Jepang melakukan strategi sebagai berikut :
-
Hanya memproduksi jenis produk
yang diperlukan
-
Hanya memproduksi produk
sejumlah yang dibutuhkan
-
Hanya memproduksi produk pada
saat diperlukan.
Tujuan utama dari sistem
produksi JIT adalah untuk dapat memproduksi produk
dengan Kualitas (quality) terbaik, Ongkos (cost) termurah, dan Pengiriman
(delivery) pada saat yang tepat, dan disingkat QCD. Tujuan utama ini bisa
dicapai jika ketiga unsur berikut dapat dilaksanakan secara terpadu, yaitu:
1.
Melakukan pengendalian kuantitas dengan baik.
Untuk dapat menentukan kuantitas yang tepat maka diperlukan sistem
informasi yang baik. Sistem informasi untuk memproses produk tersebut di Jepang
dikenal dengan istilah Kanban (kartu berjalan). Pelaksanakan pengendalian
kuantitas akan berjalan dengan baik jika didukung oleh suplier dan consumer
yang pasti dan tepat waktu. Jika hal ini dapat dilakukan maka kita akan dapat
mengeliminir waste dalam material sehingga konsep Zero Inventory dapat
dilaksanakan.
2.
Melakukan pengendalian kualitas dengan baik.
Dalam melakukan pengendalian kualitas di Jepang dikenal dengan
istilah TQC (Total Quality Control). Tujuannya adalah untuk dapat memenuhi
konsep Zero Defect. Didalam sistem produksi di jepang tidak ada departemen
pengendalian kualitas, tetapi yang ada adalah Quality Assurance (jaminan kualitas).
Konsep zero defect tersebut akan dapat berjalan dengan baik jika para pekerja
diberi kewenangan (otonomi), agar tidak memberikan hasil produk yang tidak baik
ke rekan kerja berikutnya sehingga tidak menyusahkan pekerja lainnya.
3.
Menjunjung tinggi harkat kemanusiaan karyawan.
Didalam sistem produksi dikenal 5 faktor produksi yang penting agar
produksi dapat berjalan dengan baik yang dikenal dengan istilah Lima M, yaitu
Man, Machine, Material, Money, dan Method. JIT tidak ingin menganggap Man hanya
sebagai salah satu faktor produksi saja, tetapi lebih dari itu yakni ingin
mengangkat harkat karyawan sehingga karyawan tersebut merasa memiliki sebagian
dari perusahaan. Untuk dapat melakukan ini ada 3 cara, yaitu :
a.
Otonomi (kewenangan).
Karena karyawan sebagai pelaku dan penentu dalam proses produksi
maka perlu kewenangan sehingga dapat mengambil keputusan-keputusan sesuai
dengan batasan tugas dan tanggungjawabnya.
b.
Flexibility
Karyawan perlu mengetahui dan bisa melakukan pekerjaan- pekerjaan
lain diluar pekerjaannya. Hal ini dilakukan agar dapat mengurangi kebosanan
(boredom) atau kejenuhan dan dapat melakukan subtitusi kerja lainnya jika
karyawan yang ber-sangkutan absen.
Ditinjau dari segi manajemen adalah menguntungkan dalam segi
pengkoordinasian karena setiap karyawan mengerti akan keterkaitannya dan
tugas-tugas rekan kerjanya yang lain. Dengan cara tersebut akan didapat
karyawan yang bersifat multifungsi. Jika karyawan diarahkan kepada pekerjaan
yang bersifat Spesialisasi saja maka akan muncul hal-hal negatif antara lain
adalah kesulitan dalam mengkoordinasi karena timbulnya blok-blok atau
pengkotakan antar job-nya masing-masing, tidak ada sifat gotong-royong dalam
bekerja, antara karyawan tidak ada sifat kepedulian, dll.
c.
Creativity
Jika wewenang, tanggung-jawab, job, dan flexibility sudah dimiliki
setiap karyawan tetapi kreativitas belum tersalurkan maka akan muncul
kejengkelan atau unek-unek dari karyawan tersebut. Untuk itu perlu adanya
penyaluran kretivitas apakah dalam bentuk Urun rembug, brainstorming, atau yang
lainnya. Dengan demikian akan terbentuk suatu Demokrasi dalam sistem produksi.
Sistem JIT hakikatnya adalah pengendalian mutu total (total quality
control = TQC), dimana pekerja bertanggung jawab mulai dari proses awal sampai
produk jadi yang berkualitas tanpa cacat. Sistem ini berbeda dengan sistem
tradisional yang mengizinkan tingkat mutu yang dapat diterima (Acceptable
Quality Level = AQL).
Berikut ini disajikan perbedaan sistem JIT dan tradisional.
Tabel. 10.1
Perbedaan sistem JIT dantradisional
Just In time
|
Tradisional
|
Persediaan
tidak signifikan
|
Persediaan signifikan
|
Jumlah pemasok
kecil
|
Jumlah pemasok banyak
|
Kontrak jangka
panjang dengan pemasok, pemasok
adalah partner yang paling baik
|
Kontrak jangka
pendek dengan pemasok, pemasok
adalah pihak yang dieksploitir
|
Tenaga kerja
multi ahli
|
Tenaga kerja
terspesialisasi
|
Jasa
terdesentralisasi
|
Jasa
tersentralisasi
|
Keterlibatan
pegawai tinggi,loyalitas tinggi,kerja sepanjang masa
|
Keterlibatan
pegawai rendah, kerja mencari upah,tidak ada loyalitas, sering pindah kerja
|
Gaya manajemen partisifatif
|
Gaya manajemen otoriter
|
Pengendalian
mutu total ( TQC )
|
Pengendalian
mutu terbatas
|
Sebagai penutup dapat dikatakan bahwa JIT sebenarnya berakar pada
ilmu-ilmu barat. JIT dapat berjalan dan berhasil di Jepang karena didukung oleh
budaya jepang yang sesuai. Jadi secara tidak langsung Jepang dapat memilih dan
membudidayakan budaya asing yang baik untuk disesuaikan dan dikembangkan
menjadi budayanya.
III. Kalkulasi Biaya JIT
Kalkulasi biaya JIT sangat mudah sekali.Misalnya perusahaan memliki
tiga produk, dikerjakan dalam tiga sel manufaktur, yaitu K, L, M. Tiap-tiap sel
manufaktur sudah diketahui biaya overheadnya,biaya tenaga kerjanya dan biaya
bahan langsungnya. Kalkulasi biaya model JIT disajikan dalam tabel 10.2.
Kalkulasi biaya model JIT adalah yang paling mudah teknik
perhitungannya karena biaya overhead pabrik sudah dikelompokkan pada pada
tiap-tiap sel manufaktur. Biaya overhead pabrik dibebankan ke produk
berdasarkan penelusuran langsung. Dengan demikian tidak diperlukan alokasi atau
pembebanan biaya overhead pabrik seperti pada kalkulasi biaya tradisional dan
model ABC. Model JIT pada umumnya digunakan pada perusahaan-perusahaan di
Jepang.
Tabel 10.2
Kalkulasi Biaya Produksi
JIT
Keterangan
|
Sel K
|
Sel L
|
Sel M
|
Bahan langsung
|
Rp.
1.000
|
Rp.
1.000
|
Rp.
1.000
|
Upah langsung
|
4.000
|
5.000
|
6.000
|
Biaya overhead pabrik
|
3.000
|
2.000
|
1.000
|
Jumlah
|
Rp. 8.000
|
Rp. 9.000
|
Rp. 10.000
|
Unit yang diproduksi
|
1.000
|
1.000
|
1.000
|
Biaya perunit
|
Rp. 8
|
Rp. 9
|
Rp. 10
|
IV. Ilustrasi Kalkulasi Biaya
Tradisional, ABC, dan JIT
Ilustrasi perbedaan
model kalkulasi biaya tradisional, ABC, dan JIT disajikan dalam tabel
10.4,10.5,10.6. Dalam tabel 10.3 disajikan data akuntansi untuk ketiga model
tersebut.
Tabel 10.3
Data akuntansi
Keterangan
|
Produk A
|
Produk B
|
Total
|
|
Unit yang diproduksi
|
200 unit
|
I00 unit
|
|
|
|
|
|
|
|
Biaya bahan langsung
|
Rp.
600.000
|
Rp.
150.000
|
Rp.
750.000
|
|
Biaya tenaga kerja langsung
|
Rp.
200.000
|
Rp.
50.000
|
Rp.
250.000
|
|
Total biaya utama
|
Rp. 800.000
|
Rp. 200.000
|
Rp. 1.000.000
|
|
|
|
|
|
|
Biaya overhead pabrik:
|
Aktivitas
|
Aktivitas
|
Total Biaya
|
|
Biaya pemeliharaan mesin
|
4.000
jam
|
4.000
jam
|
Rp.
250.000
|
|
Biaya penanganan bahan
|
400
jam
|
200
jam
|
Rp.
300.000
|
|
Biaya persiapan mesin
|
100
jam
|
50
jam
|
Rp.
450.000
|
|
Total
|
4.500 jam
|
1.250 jam
|
Rp.1.000.000
|
|
|
|
|
|
|
Just In Time
|
|
|
|
|
Biaya pemeliharaan mesin
|
Rp.100.000
|
Rp.150.000
|
Rp.250.000
|
|
Biaya penanganan bahan
|
Rp.200.000
|
Rp.100.000
|
Rp.300.000
|
|
Biaya persiapan batch
|
Rp.300.000
|
Rp.150.000
|
Rp.450.000
|
|
Total
|
Rp.600.000
|
Rp.400.000
|
Rp.1.000.000
|
|
Pembebanan biaya overhead pabrik ke proses produksi :
a.
Model tradisional costing,
didasarkan pada jam mesin
b.
Model Activity Based Costing,
didasarkan pada aktivitas
c.
Model JIT, didasarkan pada
jumlah biaya sel
Berdasarkan
data akuntansi dalam tabel 10.3 dapat disajikan kalkulasi biaya model
tradisional, ABC, dan JIT yang disajikan dalam tabel 10.4, 10.5, 10.6
Tabel 10.4
Kalkulasi Biaya Tradisional
Keterangan
|
Produk
A
|
Produk
B
|
Biaya
bahan langsung
|
Rp. 600.000
|
Rp. 150.000
|
Biaya
tenaga kerja langsung
|
Rp. 200.000
|
Rp. 50.000
|
Biaya
overhead pabrik*
|
Rp. 800.000
|
Rp. 200.000
|
Total
|
Rp. 1.600.000
|
Rp. 400.000
|
Unit
yang diproduksi
|
200 unit
|
100 unit
|
Biaya
perunit
|
Rp. 8.000
|
Rp. 4.000
|
*Keterangan
:
a.
Total biaya overhead Rp. 1.000.000. Tarif BOP = (Rp. 1.000.000 / 5000 jam mesin
)= Rp.200
b.
BOP dibebankan : A= 4.000 X Rp.200 = Rp. 800.000 ; B= 1.000 X Rp. 200=
Rp.200.000
Tabel 10.5
Kalkulasi Biaya Activity
Based Costing
Keterangan
|
Produk
A
|
Produk
B
|
Biaya
bahan langsung
|
Rp.
600.000
|
Rp.
150.000
|
Biaya
tenaga kerja langsung
|
Rp.
200.000
|
Rp.50.000
|
Biaya
overhead pabrik
|
Rp.
200.000
|
Rp.
50.000
|
Biaya
pemeliharaan mesin
|
Rp.
200.000
|
Rp.
100.000
|
Biaya
penanganan bahan
|
Rp.
300.000
|
Rp.
150.000
|
Biaya
persiapan mesin
|
|
|
Total
|
Rp. 1.500.000
|
Rp. 500.000
|
Unit
yang diproduksi
|
200 unit
|
100 unit
|
Biaya
perunit
|
Rp.7.500
|
Rp.5.000
|
Keterangan :
Tarif overhead pabrik berdasar aktivitas :
a.
Pemeliharaan : (Rp.
250.000/5000) = Rp. 50/jam mesin
b.
Penanganan bahan : (Rp.
300.000/600) = Rp. 500/jam
penanganan bahan
c.
Persiapan mesin : (Rp. 450.000/150) = Rp.3000/jam persiapan mesin
Produk A :
Pembebanan BOP :
Pemeliharaan ( 4.000 X Rp. 50 ) = Rp. 200.000
Penanganan bahan ( 400 X Rp. 500 ) = Rp. 200.000
Persiapan ( 100 X Rp.
3.000 ) = Rp. 300.000
Produk B :
Pembebanan BOP :
Pemeliharaan ( 1.000 X Rp. 50 ) = Rp. 50.000
Penanganan bahan ( 200 X Rp. 500 ) = Rp. 100.000
Persiapan ( 50 X Rp. 3.000
) = Rp. 150.000
Tabel 10.6
Kalkulasi Biaya Just In Time
( JIT )
Keterangan
|
Produk
A
|
Produk
B
|
Biaya
bahan langsung
|
Rp. 600.000
|
Rp. 150.000
|
Biaya
tenaga kerja langsung
|
Rp. 200.000
|
Rp.50.000
|
Biaya
overhead pabrik*
|
Rp. 600.000
|
Rp. 400.000
|
Total
|
Rp.
1.400.000
|
Rp.
600.000
|
Unit
yang diproduksi
|
200
unit
|
100
unit
|
Biaya
perunit
|
Rp.7.000
|
Rp.6.000
|
Keterangan :
Biaya perunit
sistem produksi JIT paling akurat karena semua biaya dapat ditelusi, langsung
ke masing-masing produk
Daftar Pustaka :
1.
Mulyadi; Akuntansi Manajemen : Konsep,
Manfaat dan Rekayasa; Penerbit Salemba Empat; edisi 3; 2001
2.Darsono
Prawironegoro; Akuntansi Manajemen :
Kajian Pengambilan Keputusan Berdasar InformasiAkuntansi;Diadit Media
Jakarta, edisi Novenber 2005
3.
VincentGaspersz : Manajemen Kualitas :
Penerapan Konsep-Konsep Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total : Gramedia
Februari 1997
No comments:
Post a Comment