Dasar
negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal
18 Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia
tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Dalam
sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara
Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan
manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan
tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi ideologi negara
Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang seperti ini
Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta
pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi,
dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat
itu. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang
dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak
terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan
terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi,
namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platform
dalam format dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil
akan dapat survive
dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.
Berdasarkan
kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya untuk
mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar
negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui
Ketetapan Sidang Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan
P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas
bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga
mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangan
untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila.
Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah
yang harus segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki
tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua
mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah
dan obyektif.
Dampak
yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada
masa lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian
masyarakat beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde
Baru. Sehingga mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan
mengembalikan kewibawaan Orde Baru. Pandangan sinis serta upaya
melemahkan ideology Pancasila berakibat fatal yaitu melemahkan
kepercayaan rakyat yang akhirnya mengancam persatuan dan kesatuan
bangsa, contoh: kekacauan di Aceh,Kalimantan, Sulawesi, Ambon ,
Papua, dll.
Berdasarkan
alasan tsb diatas, maka tanggung jawab kita bersama sebagai warga
negara untuk selalu mengkaji dan mengembangkan Pancasila setingkat
dengan idelogi/paham yang ada seperti Liberalisme, Komunisme,
Sosialisme.
A. Landasan Pendidikan Pancasila
- Landasan Historis
Bangsa
Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan
Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa
Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang
merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan
hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat
karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri
bangsa kita (the
founding father)
dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip
(sila) dan diberi nama Pancasila.
Dalam
era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan
hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah
masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran
berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara
historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara
obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri.
Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari
bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa
materialis
Pancasila.
- Landasan Kultural
Bangsa
Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan
melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan
kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah
merupakan hasil konseptual seseorang saja melainkan merupakan suatu
hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai
kultural yang dimiliki melalui proses refleksi filosofis para pendiri
negara. Oleh karena itu generasi penerus terutama kalangan
intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami serta mengkaji
karya besar tersebut dalam upaya untuk melestarikan secara dinamis
dalam arti mengembangkan sesuai dengan tuntutan jaman.
- Landasan Yuridis
Landasan
yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi
diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang
pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan.
Demikian
juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum setiap
program studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Sebagai
pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan
Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan
bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai
kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas
sebagai manusia intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK
Pancasila adalah terdiri atas segi historis, filosofis,
ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara serta etika
politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar mahasiswa mampu
mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah hidup
terutama kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai
peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.
- Landasan Filosofis
Pancasila
sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa
Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral
untuk secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara
filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai
bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan
kenyataan obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME. Setiap
aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai
Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses
reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila
merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam
pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, maupun
pertahanan keamanan.
B. Tujuan Pendidikan Pancasila
Dengan
mempelajari pendidikan Pancasila diharapkan untuk menghasilkan
peserta didik dengan sikap dan perilaku :
- Beriman dan takwa kepada Tuhan YME
- Berkemanusiaan yang adil dan beradab
- Mendukung persatuan bangsa
- Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan individu/golongan
- Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan social dalam masyarakat.
Melalui
Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia diharapkan mampu
memahami, menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan
cita-cita dan tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.
C. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah
Pancasila
termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus
memenuhi syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam
bukunya “Tahu dan Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat ilmiah
sebagai berikut :
-
berobyek
- bermetode
- bersistem
- bersifat universal
- Berobyek
Dalam
filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan obyek
materia. Obyek materia Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu
dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang misalnya : Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi
Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila),
dsb. Obyek Materia Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan
sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat
empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa materia
(asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek materia pembahasan
Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam
bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek materia empiris berupa
lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah dan
budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek materia
non empiris non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai
moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat,
karakter dan pola-pola budaya.
- Bermetode
Metode
adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan
Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat obyektif.
Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada
karakteristik obyek forma dan materia Pancasila. Salah satu metode
adalah “analitico
syntetic”
yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh karena obyek
Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek
sejarah maka sering digunakan metode “hermeneutika”
yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek, demikian juga
metode “koherensi
historis”
serta metode “pemahaman
penafsiran”
dan interpretasi.
Metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika
dalam suatu penarikan kesimpulan.
- Bersistem
Suatu
pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh.
Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan
antara bagian-bagian saling berhubungan baik hubungan interelasi
(saling hubungan maupun interdependensi
(saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus
merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima
sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan
kesatuan dan kebulatan.
- Universal
Kebenaran
suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya
kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi
maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan
kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila
Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.
Tingkatan
Pengetahuan Ilmiah
Tingkat
pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam
hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik
pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat
ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sbb :
Deskriptif
suatu pertanyaan “bagaimana”
Kausal
suatu pertanyaan “mengapa”
Normatif
suatu pertanyaan “ kemana”
Essensial
suatu pertanyaan “ apa “
- Pengetahuan Deskriptif
Pengetahuan
deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu
keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif
berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai
Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya.
- Pengetahuan Kausal
Pengetahuan
kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab
akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses
kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa
materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis.
Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai,
yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma.
- Pengetahuan Normatif
Pengetahuan
normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ukuran,
parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan
secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das
sollen) dan
kenyataan faktual (das
sein)
dari Pancasila yang bersifat dinamis.
- Pengetahuan Esensial
Pengetahuan
esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan
yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian
Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu
pengetahuan tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila
Pancasila (hakekat Pancasila).
Lingkup
Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan
Pancasila
yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasila dalam kedudukannya
sebagai dasar negara Republik Indonesia, sehingga meliputi pembahasan
bidang yuridis dan ketatanegaraan. Realisasi Pancasila dalam aspek
penyelenggaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma hukum
maupun norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek
penyelenggaraan negara.
Tingkatan
pengetahuan ilmiah dalam pembahasan Pancasila yuridis kenegaraan
adalah meliputi tingkatan
pengetahuan
deskriptif,
kausal dan normatif.
Sedangkan tingkat pengetahuan essensial
dibahas
dalam bidang filsafat Pancasila, yaitu membahas sila-sila Pancasila
sampai inti sarinya, makna yang terdalam atau membahas sila-sila
Pancasila sampai tingkat hakikatnya.
D. Beberapa Pengertian Pancasila
Kedudukan
dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian
yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan
hidup bangsa, ideologi negara dan sebagai kepribadian bangsa bahkan
dalam proses terjadinya, terdapat berbagai macam terminologi yang
harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu untuk
memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya
maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila meliputi :
- Pengertian Pancasila secara Etimologis
Pancasila
berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad Yamin
dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara
leksikal, yaitu :
Panca
artinya lima
Syila
artinya batu sendi, alas, dasar
Syiila
artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh
Secara
etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila
yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur.
Kata
Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam
ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan
melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang
berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila,
Pancasyiila.
Pancasyiila
menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus
ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan
larangan minum-minuman keras.
Melalui
penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia
sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman
Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara
Kertagama
karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke
lima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam
tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih
dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo
limo/M5)
: mateni
(membunuh), maling
(mencuri), madon
(berzina), mabok
(minuman keras/candu), main
(berjudi).
- Pengertian Pancasila Secara Historis
Sidang
BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan diterapkan.
Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo
dan Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut
Pancasila.
Tanggal
18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang
didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar negara.
Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata
Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Indonesia adalah
disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi
historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara yang
secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat.
Secara historis proses perumusan Pancasila adalah :
- Mr. Muhammad Yamin
Pada
sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan
lima asas dasar negara sebagai berikut :
- Peri Kebangsaan
- Peri Kemanusiaan
- Peri Ketuhanan
- Peri Kerakyatan
- Kesejahteraan Rakyat
Setelah
berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai
rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar
negara sebagai berikut :
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kebangsaan persatuan Indonesia
- Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
- Mr. Soepomo
Pada
sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar
negara sebagai berikut :
- Persatuan
- Kekeluargaan
- Keseimbangan lahir dan bathin
- Musyawarah
- Keadilan rakyat
- Ir. Soekarno
Pada
sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar
negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks
sebagai berikut :
- Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme atau Perikemanusiaan
- Mufakat atau Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan yang berkebudayaan
Selanjutnya
beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri
Sila
yaitu Sosio
Nasional
(Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio
Demokrasi
(Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan
yang Maha Esa.
Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka
Sila
yang intinya adalah “gotong
royong”
.
- Piagam Jakarta
Pada
tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia
Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya
termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Pengertian Pancasila Secara Terminologis
Dalam
Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI
tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan
Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang
secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik
Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya
bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan eksistensinya,
terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut :
- Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (29 Desember – 17 Agustus 1950)
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Peri Kemanusiaan
- Kebangsaan
- Kerakyatan
- Keadilan Sosial
- Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Peri Kemanusiaan
- Kebangsaan
- Kerakyatan
- Keadilan Sosial
- Dalam kalangan masyarakat luas
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Peri Kemanusiaan
- Kebangsaan
- Kedaulatan Rakyat
- Keadilan Sosial
Dari
berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.
No comments:
Post a Comment