Sponsor

Sunday 2 September 2012

Riwayat Hidup Jerome Bruner



Jerome Bruner adalah seorang akhli psikologi  perkembangan dan akhli  psikologi belajar kognitif . Pendekatannya tentang psikologi adalah ekliktik . Penelitiannya sangat banyak yang meliputi persepsi manusia , motivasi belajar dan berfikir . Dalam mempelajari manusia ia menganggap manusia sebagai pemroses , pemikir dan pencipta informasi .
Buku Bruner  tentang The Process  Of Education  yang diterbitkan pada tahun 1960 , merupakan rangkuman  dari hasil konfrensi Woods Hole yang diadakan padatahun 1959 , suatu konfrensi yang membawa banyak pengaruh pada dunia pendidikan pada umumnya , pengajaran sains pada khususnya .
Bruner mengembangkan cara-cara bagaimana orang memilih , mempertahankan dan mentransformasi informasi secara aktif . Dan inilah menurut Bruner  inti dari belajar . Oleh karena itu , Bruner memusatkannya pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya , dan apa yang dilakukannya sesudah menerima informasi untuk mencapai pemahaman  yang memberikan kemampuan padanya .
1.   Pokok-Pokok  Pemikiran Bruner
Dalam bukunya ( Bruner , 1960 ) , Bruner mengemukakan empat tema pendidikan . Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan . Kurikulum hendaknya  mementingkan struktur pengetahuan  . Hal ini perlu , sebab dengan struktur pengetahuan  kita menolong para siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya  tidak ada hubungan  , dapat dihubungkan satu dengan yang lainnya , dan pada informasi yang telah mereka miliki .
Tema kedua ialh tentang kesiapan  ( readiness )  untuk belajar . Menurut Bruner  , kesiapan terdiri atas penguasaan  keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang mengizinkan orang untuk mencapai keterampilan yang lebih tinggi .
Tema yang ketiga  menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan  . Dengan intuisi  , dimaksudkan oleh Bruner , teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu  merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak .
Tema keempat  ialah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar  , dan cara-cara yang tersedia pada guru untuk merangsang motivasi . Pengalaman-pengalaman pendidikan yang merangsang motivasi ialah pengalaman-pengalaman di mana siswa berpartisifasi secara aktif dalam menghadapi alamnya .















A.   Teori belajar   Kognitif
1. Hakikat belajar  kognitif 
Menurut teori-teori Gestalt-field , belajar merupakan suatu proses perolehan atau perubahan insight-insight ( berpikir )  , pandangan-pandangan ( outlooks) , dan harapan-harapan . Para penganut teori Gestalt-field lebih memilih istilah orang dari pada organisma ,  lingkungan psikologi daripada lingkungan fisik  , dan interaksi darpada aksi atau reaksi . mereka berpendapat bahwa konsep-konsep ini memungkinkan guru untuk melihat seseorang, lingkungannya  dan interaksi  dengan lingkungannya terjadi pada waktu yang sama .
Selanjutnya , para penganut teori Gestalt-field yakin bahwa prilaku yang tidak tampak atau tidak dapat diamati adalah mungkin untuk dipelajari secara ilmiah , misalnya pikiran-pikiran . Teori-teori ini dinamakan teori kognitif  karena memusatkan diri pada menganalisa proses-proses kognitif .
Teori belajar kognitif adalah keluarga  teori belajar  yang bersumber dari teori belajar Gestalt-field yang bertentangan dengan teori belajar behavior . Teori belajar kognitif memusatkan diri pada menganalisa proses-proses mental  yang tidak dapat diamati ,  sedangkan teori belajar behavior menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
2.    Tokoh-tokoh Berpengaruh dalam  Teori Belajar Kognitif
Ada tiga tokoh belajar kognitif yang paling perpengaruh dengan masing-masing model belajar yang diusungnya yaitu Jarome Bruner  ( 1966 ) , David Ausabel ( 1968 ) , da Robert Gagne ( 1970 ) . Jarome Bruner mengusung  model belajar penemuan , David Ausabel , menyajikan model belajar bermakna , dan Robert Gagne  menawarkan model pemrosesan informasi. 
B.  Teori Belajar Jarome Bruner  
Menurut bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap yang macamnya dan urutannya adalah sebagai berikut.
a)      Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkrit atau menggunakan situasi yang nyata.
b)      Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkrit atau situasi konkrit yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas (butir a).
c)      Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbol, yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal(misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses pembelajaran di awali dengan tahap enaktif, dan kemudian, jika tahap belajar yang pertama ini telah dirasa cukup, peserta didik beralih ke kegiatan belajar tahap kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik; dan selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.
Selanjutnya seiring dengan struktur kognitif anak, maka Bruner dalam mengembangkan teorinya mendasarkan atas dua asumsi yaitu: Pertama, perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan terjadi pada diri individu dan lingkungannya. Kedua, seseorang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang telah dimilikinya. (Asikin, 2004: 8-10)

C.   Model   Belajar    ( Kognitif )  Penemuan ,  Jerome Bruner 
1.      Hakikat Belajar
Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh  ialah model dari Jerome Bruner ( 1966 ) yang dikenal dengan nama belajar  penemuan ( discovery learning ) .
Menurut bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.  Bruner  memandang bahwa belajar sebagai pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia. Oleh karena itu , belajar membuat pengetahuan peserta didik akan menjadi lebih baik. Bruner  menganggpa  bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik . Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah  serta pengetahuan yang menyertainya , menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna .
Dalam hal ini Bruner tidak mengembangkan teori belajar secara sistematis, namun yang penting adalah bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi secara aktif.
Bruner menyarankan agar proses belajar mengajar  hendaknya melalui partisifasi secara aktif para siswa dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip , melalui penemuan sendiri.  Para siswa dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dengan mencari dan menemukan serta  melakukan eksperimen-eksperimen yang memungkinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri .
2.      Prinsip  Belajar  
Pendekakatan Bruner terhadap  belajar didasarkan pada dua asumsi ( Rosser , 1984 ). Pertama , perolehan pengetahuan  merupakan suatu proses interaktif . Bruner yakin  , bahwa  orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif .  Asumsi kedua ,  ialah bahwa  orang mengkonstruksi pengetahuan dengan menghubungkan informasi yang masuk  dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya .
Bruner mengemukakan , bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan . Ketiga proses itu ialah  ( 1) memperoleh informasi baru , (2 ) transformasi informasi , dan ( 3 ) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan .
Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya , yang dimiliki seseorang  , atau informasi itu dapat bersifat berlawanan dengan informasi sebelumnya . Sebagai contoh seseorang setelah mempelajari bahwa darah itu beredar  , barulah ia mempelajari secara terperinci sistem peredaran atau sirkulasi darah . Demikian pula  , setelah berfikir bahwa energi itu dibuang-buang atau tidak dihemat  , baru ia belajar teori konservasi energi .
Dalam transformasi informasi ( pengetahuan )   , seseorang memperlakukan pengetahuan  agar cocok atau sesuai dengan tugas baru . Jadi transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan  . Dalam  menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan , kita menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada .
3.      Kondisi yang Diperlukan bagi Berlangsungnya  Proses Belajar Mengajar
Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya  proses belajar mengajar yang efektif  berdasarkan pendekatan  belajar ini ialah sebagi berikut .
1)     Pengalaman-pengalaman optimal  bagi siswa untuk mau dan dapat belajar .
2)     Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal
3)     Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal .
4)     Bentuk dan pemberian reinforcement .
Ciri-ciri Model Pembelajaran Penemuan 
Model Pembelajaran penemuan   memiliki beberapa ciri, di antaranya:
Pertama, pembelajaran menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya,  pembelajaran model penemuan  menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima materi pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, pada pembelajaran model penemuan  menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar,  tetapi lebih diposisikan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.
Ketiga, tujuan dari pembelajaran model penemuan  adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam pembelajaran pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Tahapan-tahapan Proses Pembelajaran Model Penemuan
1.    Penjelasan singkat ( guru ) tentang tujuan pembelajaran dan materi pokok yang akan dibelajarkan.
2.    Penyajian teks atau  contoh-contoh kasus  sebagai media belajar berkaitan dengan   konsep-konsep , definisi, prinsip , ciri-ciri dan semacamnya  yang akan dibelajarkan pada siswa .
3.    Penyajian pertanyaan – pertanyaan atas konsep , definisi , prinsip , ciri-ciri yang jawabannya harus ditemukan sendiri  oleh siswa .
4.    Penjelasan ( guru )  mengenai langkah-langkah kegiatan siswa dalam menemukan jawaban .
5.    Penyampaian jawaban-jawaban siswa melalui interaksi ( tanya-jawab ) guru-siswa –siswa .
6.    Merumuskan bersama jawaban-jawaban yang benar .
7.    Evaluasi hasil belajar .

Kebaikan – kebaikan Belajar Model Penemuan
                   Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan menunjukkan beberapakebaikan . Pertama , pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat , bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan  cara-cara lain . Kedua , hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya . Dengan perkataan lain , konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru  . Ketiga , secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas . Keempat , secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain . Kelima , membangkitkan keingintahuan siswa , memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban .

Kesulitan Belajar dan Faktor Penyebabnya
Teori belajar kognitif  menggunakan pendekatan  belajar penemuan dari Jarome
Burner  mengandung sisi kesulitan atau masalah yaitu :
1.    Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
  1. Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
Upaya Mengatasi Kesulitan
            Burner menyarankan agar penggunaan belajar penemuan itu hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu yaitu dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi . 
            Struktur bidang studi terutama berupa konsep-konsep dasar  dan prinsip-prinsip dari bidang studi tersebut . Dengan kata lain proses belajar mengajar  diarahkan pada perolehan kerangka pengetahuan  yang bermakna , yang dapat digunakan untuk  melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang studi itru yang dapat  menjadi dasar  untuk memahami hal-hal yang mendetail .
            Menurut Bruner , mengerti struktur suatu bidang studi ialah memahami bidang studi itu  sedemikian rupa sehingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada stuktur itu secara bermakna . Secara singkat dapat dikatakan bahwa mempelajari struktur  adalah mempelajari  bagaimana hal-hal dihubungkan .















TEORI BELAJAR KOGNITIF 
MODEL BELAJAR PENEMUAN
JEROME BRUNER




      TINJAUAN DESKRIPTIF 





Oleh : Maryanto , Dodi , Rahmat

 




                          PASCA SARJANA  KAJIAN BUDAYA PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
DAFTAR PUSTAKA
Bell Gredler, Margaret E. Belajar dan Pembelajaran. Terjemahan Munandir, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada bekerjasam a dengan PAU-UT, 1994.
Hergenhahn , B.R., Olson , Matthew H. Theories of Learning  ( Edisi ketujuh ) , Jakarta : Prenada Media Group , 2008.
Mudjiono, Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Kerjasam a Pusat Perbukuan, Depdiknas dan PT. Rineka Cipta, 2002.
Uno, Hamzah B., Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007.
Wilis Dahar , Ratna. Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga , 1989.
Winkel, W.S., Psikologi Pengajaran. (Cetakan Ketujuh), Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, 2005.








DAFTAR PUSTAKA
Bell Gredler, Margaret E. Belajar dan Pembelajaran. Terjemahan Munandir, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada bekerjasam a dengan PAU-UT, 1994.
Depdiknas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas, 2003.
Merril, Irving R., Harold A. Drob, Criteria for Planning the Collage and University Learning Resource Center. Washington Dc,: Association for Educational Communication and Technology, 1977.
Mudjiono, Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Penerbit Kerjasam a Pusat Perbukuan, Depdiknas dan PT. Rineka Cipta, 2002.
Peterson, Gary T., Conceptualizing the Learning Center. Washington Dc: Planning and Operating Media Centers, Association for Educational Communication and Technology, 1975.
Soedijarto, Pendidikan Nasional, Sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara-Bangsa (Sebuah Usaha Memahami Makna UUD 1945), Jakarta: Penerbit CINAPS, 2000.
Suparman, M. Atwi, Desain lnstruksional. Jakarta: Penerbitan Universitas Terbuka, 2004.
Suciati, Irawan, Prasetya, Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta: Depdiknas, Ditjen PT. PAU­UT, 2001.
Uno, Hamzah B., Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara, 2007.
Winkel, W.S., Psikologi Pengajaran. (Cetakan Ketujuh), Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, 2005.

TEORI BELAJAR PENEMUAN
JEROME BRUNER

 

Telaah Sekilas Teori Belajar Kognitif


Oleh : Maryanto , Dodi , Rahmat





Pasca Sarjana  Kajian Budaya Pendidikan

Universitas Padjadjaran Bandung


Proposal  Penelitian

Membangun Sikap Kebersamaan dalam Keberagaman
Melalui Kearifan Adat Istiadat dan Sistem Sosial
Komunitas Sunda Wiwitan
 Desa Cigugur , Kabupaten Kuningan
( Analisis Transformasi Edukatif pada Masyarakat di Kabupaten Kuningan )

Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif
Pengampu  :
1.  Prof . Dr. H.M. Ahman Sya
2.  Yuyu Yohana Risagarniwa, Ph. D.

Oleh : Maryanto 

Program Doktor  Kajian Budaya (Pendidikan)

Fakultas Sastra

Universitas Padjadjaran


BAB I
PENDAHULUAN
1.1                           Latar Belakang
Upaya pelestarian dan pemberdayaan  budaya warisan leluhur yang sarat dengan nilai adiluhung menjadi  urgen  terkait dengan maraknya fenomena dalam keseharian masyarakat bangsa kita yang  dirasakan sudah tidak senafas lagi dengan nilai-nilai budaya dan karakter warisan leluhur kita yang adiluhung . Fenomena yang yang dirasakan sangat memprihatinkan tersebut seperti terjadinya  konflik sosial baik yang berlatar belakang   agama ,   ekonomi , politik , termasuk konflik di kalangan remaja yang berlatar belakang fanatisme kelompok atau komunitas dalam pergaulan .
Padahal ,  bangsa kita , khususnya masyarakat  Sunda leluhur kita  , sejatinya dikenal sebagai masyarakat yang  berkarakter dan berbudaya luhur seperti dikenal sebagai masyarakat yang ramah , santun,  religius , gotong – royong dan semangat kekeluargaan dan kebersamaan  yang tinggi . Hal ini tercermin dari warisan nilai-nilai budaya ,   berupa  kebudayaan ideal ( nilai ) dan sistem sosial yang adiluhung .
Kebudayaan ideal ( nilai )  disebut adat tata kelakuan, atau secara singkat adat dalam arti khusus, atau adat istiadat dalam bentuk jamaknya .Sistem sosial yaitu aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul datu dengan lain berdasarkan adat tata kelakuan dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu mengikuti pola-pola tertentu ( Koencaraningrat ) .
Tata kelakuan warisan budaya leluhur tersebut berfungsi untuk mengatur, mengendali dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat agar perikehidupannya teratur , damai dan sentosa  .
Banyak adat-istiadat sebagai   sistem nilai budaya dan  sistem sosial mengenai kelakuan berupa  sistem norma dan sistem hukum adiluhung warisan leluhur kita yang terabaikan sebagai dampak  dari perkembangan zaman , khususnya modernisasi hidup dan kehidupan  yang tidak terkendali    . Sikap dan prilaku  ramah , santun,  religius , gotong – royong serta  semangat kekeluargaan dan kebersamaan yang terdapat dalam sistem nilai budaya dan  sistem sosial warisan leluhur tersebut dewasa ini kian memudar .  Akibatnya,  munculah fenomena-fenomena seperti tersebut di atas .
Berangkat dari situasi dan kondisi tersebut , penulis sebagai bagian dari anak bangsa tergerak untuk mencari jalan bagi  suatu solusi dalam mengatasi keprihatinan tersebut . Sebagai anak bangsa yang  berkhidmat di dunia pendidikan ,  penulis mencoba menggali nilai budaya lokal di tempat tinggal penulis  yang  mengandung kearifan    sikap dan prilaku  ( santun,  religius , gotong – royong serta  semangat kekeluargaan dan kebersamaan ) yang dapat ditransformasikan dalam dunia pendidikan baik formal , nonformal maupun informal  untuk mengurangi terjadinya fenomena-fenomena memprihatinkan seperti telah diungkapkan di atas .
Penelitian yang berhubungan dengan ikhtiar membangun sikap kebersamaan dalam keberagaman melalui kearifan budaya lokal (adat Istiadat dan sistem sosial ) , sepanjang pengetahuan penulis  belum ada yang berwujud karya akademik berupa skripsi , tesis atau disertasi . Ada karya tulis dalam bentuk buku , namun isinya hanya  berupa deskripsi nilai-nilai tersebut . Ada beberapa judul tesis dari beberapa mahasiswa Program Doktor Kajian Budaya Pendidikan pada Fakultas Sastra  Universitas Padjadjaran yang terkait dengan penerapan kearipan budaya lokal ( Sunda) dalam pengembangan pendidikan yang penulis temukan namun tesis tersebut masih dalam proses penggarapan dan fokus masalah penelitiaanya tidak  sama .

1.2.         Rumusan Masalah Penelitian  (Research Problem)
Sesuai dengan uraian latar belakang di atas , fokus telaahan yang akan dikaji dan dicarikan jawabannya dalam penelitian ini adalah  ‘perlunya  pewarisan dan penanaman nilai –nilai kearifan lokal berupa adat istiadat dan sistem sosial dalam membangun sikap kebersamaan dalam keberagaman .
Masalah pewarisan nilai –nilai kearifan lokal berupa adat istiadat dan sistem sosial yang berisi ajaran semangat kekeluargaan  warisan leluhur menjadi urgen  ketikasikap dan prilaku  kebersamaan dalam keberagaman terkikis oleh perkembangan zaman .  
Rumusan masalah penelitian ini, dapat dilihat dari permasalahan maraknya fenomena konflik sosial akibat dari melunturnya nilai  kebersamaan dalam keberagaman pada sebagian besar masyarakat .  Dalam hal ini , rumusannya adalah nilai-nilai kearifan  lokal berupa adat istiadat dan sistem sosial warisan budaya Sunda  yang terkait dengan nilai  kebersamaan dalam keberagaman kurang terwariskan dengan baik sehingga  fenomena konflik sosial budaya dalam masyarakat  bangsa  Indonesia yang majemuk  kerap muncul   .
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut  , secara umum permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “ Bagaimanakah sistem nilai adat istiadat dan sistem sosial terkait  dengan nilai kebersamaan dalam keragaman terumus dan terimplementasikan dalam kehidupan sosial  budaya masyarakat  ?”   
Sesuai dengan rumusan fokus masalah penelitian dan pertanyaan penelitian umum di atas, maka permasalahan penelitian ini dibatasi pada aspek-aspek seperti dirumuskan dalam pertanyaan khusus di bawah ini:
1. Bagaimana kondisi aktual masyarakat Kuningan berkaitan dengan sikap kebersamaan dalam keberagaman dalam kehidupan sosial ?
 2. Faktor-faktor apa saja yang menentukan kuatnya sikap kebersamaan dalam keberagaman dalam masyarakat ?
3. Adakah  nilai-nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan penanaman sikap kebersamaan dalam keberagaman ?
3. Adakah upaya pewarisan nilai-nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan penanaman sikap kebersamaan dalam keberagaman kepada generasi penerus ? 
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
         Penelitian ini penulis lakukan untuk mendapatkan manfaat baik dalam kaitan dengan pengembangan keilmuan( teoritis )maupun manfaat praktis(guna laksana ) sebagai berikut .
        a. Manfaat Teoritis
Berdasarkan temuan-temuan penelitian ini nantinya diharapkan dapat diperoleh nilai-nilai teoretis yang dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan ilmu lajian budaya ( pendidikan ) pada umumnya, serta menemukan dalil-dalil , teori-teori  dan prinsip-prinsip dalam mengimplementasikan kearifan budaya lokal dalam dunia pendidikan baik formal , non-formal maupun informal  di daerah yang sarat dengan tantangan   perkembangan zaman yang berpotensi melunturkan nilai-nilai adiluhung warisan budaya lokal  .
b. Manfaat Praktis

Nilai praktis ( guna laksana ) penelitian ini berhubungan dengan kontribusinya dalam kondisi melunturnya nilai-nilai kebersamaan dalam keberagaman di kalangan masyarakat  dan strategi menanggulanginya melalui kearifan budaya lokal . Lebih jauh lagi, temuan penelitian ini diharapkan berkontribusi secara signifikan bagi penguatan karakter bangsa berbasis budaya lokal  .
Secara praksis hasil penelitian Membangun Sikap Kebersamaan dalam Keberagaman
Melalui Kearifan Adat Istiadat dan Sistem Sosial dimaksudkan untuk memperkokoh jati diri dan karakter bangsa khususnya masyarakat Sunda  berbasis budaya  lokal yang sejatinya religius , bersikap santun , welas asih , kekeluargaan dan kebersamaan serta gotong-  royong .
1.3.2. Tujuan Penelitian
Melalui deskripsi, analisis, dan pemaknaan atas temuan di lapangan, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang hubungan fungsional antara  sistem nilai adat istiadat dan sistem sosial dalam budaya lokal terkait  dengan penguatan  nilai kebersamaan dalam keragaman .
Temuan-temuan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan dalam upaya penguatan  nilai kebersamaan dalam keragaman dalam transformasi dukatif pada masyarakat khususnya di Kabupaten Kuningan .

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.     Kajian Pustaka
3.    Penelitian yang berhubungan dengan ikhtiar membangun sikap kebersamaan dalam keberagaman melalui kearifan budaya lokal (adat Istiadat dan sistem sosial ) , sepanjang pengetahuan penulis  belum ada yang berwujud karya akademik berupa skripsi , tesis atau disertasi . Ada karya tulis dalam bentuk buku , namun isinya hanya  berupa deskripsi nilai-nilai tersebut . Ada beberapa judul tesis dari beberapa mahasiswa Program Doktor Kajian Budaya Pendidikan pada Fakultas Sastra  Universitas Padjadjaran yang terkait dengan penerapan kearipan budaya lokal ( Sunda) dalam pengembangan pendidikan yang penulis temukan namun tesis tersebut masih dalam proses penggarapan dan fokus masalah penelitiaanya tidak  sama .
 Pengertian  kebudayaan
Kata budaya berasal dari kata  budi dan daya . Budi yang berarti akal dan daya yang berarti kemampuan atau kekuatan . Jadi , secara etimologis budaya berarti kemampuan akal budi . Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah  yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal . Dalam bahasa Inggris , kata budaya berasal dari culture , dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur .
Kemudian , pengertian ini berkembang dalam arti culture , yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam . Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari beberapa ahli  :
1)    E.B.Taylor , budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan , kepercayaan , kesenian , moral  , keilmuan , hukum , adat istiadat  , dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat .
2)    R. Linton , kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari , di mana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya .
3)    Koentjaraningrat , mengartikan kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan milik diri manusia dengan belajar .
4)    Selo Soemarjan  dan soelaeman Soemardi , mengatakan bahwa kebudayaan  adalah semua hasil karya , rasa dan cipta masyarakat .
5)    Herkovits  , kebudayaan  adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia .
Dengan demikian , kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non-material . sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini mungkin dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme  , yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang  dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks .
2.2 Perwujudan  Kebudayaan
Beberapa ilmuwan seperti Talcot Parson ( Sosiolog ) dan Al Koeber (Antropolog )menganjurkan untuk  membedakan wujud kebudayaan  secara tajam sebagai suatu sistem .  Di mana wujud kebudayaan itu adalah sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia  yang berpola . Demikian pula J. J. Honingmann dalam bukunya  The world of man  ( 1959 ) membagi budaya dalam tiga wujud  , yaitu ideas , activities, and artifact . sejalan dengan pikiran para ahli tersebut , Koentjaraningrat  mengemukakan bahwa kebudayaan itu  dibagi atau digolongkan dalam tiga wujud  yaitu :
1.    Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan-peraturan . Disebut adat tata kelakuan atau adat istiadat  .
2.    Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Disebut sistem sosial .
3.    Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Disebut kebudayaan fisik .
Wujud pertama adalah : ideel dari kebudayaan. Sifatnya abstrak tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala, atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kalau warga masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka itu dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideel sering berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat yang bersangkutan. Sekarang kebudayaan ideel juga banyak tersimpan dalam disk, drive, tape, koleksi microfilam, dan microfish, kartu computer, disk, silinder, dan tape computer.
Kebudayaan ideal ini dapat kita sebut adat tata kelakuan, atau secara singkat adat dalam arti khusus, atau adat istiadat dalam bentuk jamaknya. Sebutan tata kelakuan itu, maksudnya menunjukkan bahwa kebudayaan ideal itu biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan  yang mengatur, mengendali dan member arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam fungsi itu secara lebih khusus lagi adat terdiri dari beberapa lapisan, yaitu dari yang paling abstrak dan terbatas. Lapisan yang paling abstrak adalah misalnya sistem nilai budaya. Lapisan kedua, yaitu sistem norma-norma adalah lebih konkrit, dan sistem hukumyang bersandar kepada norma-norma adalah lebih konkrit lagi. Sedanglan peraturan-peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas sehari-hari dalam kehidupan masyarakat manusia (seperti misalnya aturan sopan santun), merupakan lapisan adat istiadat yang paling konkrit tetapi terbatas ruang lingkupnya.
Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sistem sosial mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul datu dengan lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu mengikuti pola-pola tertentu yang berdasrkan adat tat kelakuan. Sebagai rangjaian aktivitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat, maka sistem sosial itu bersifat konkrit, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, dofoto, dan didokumentasi.
Wujud ketiga dari kebudayaan tersebut kebudayaan fisik, yaitu  merupakan seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan ini sifatnya paling konkrit, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.
Contohnya Candi Borobudur  ( besar ) , kain batik dan kancing baju ( kecil )  , teknik bangunan misalnya , cara pembuatan tembok  dengan fondasi rumah yang berbeda bergantung pada  kondisi . Jadi ,  kebudayan fisik  merupakan perwujudan kebudayaan  yang bersifat konkkret  , dalam bentuk materi / artefak .
Sudah tentu dalam analisa sistematis, kebudayaan fisik yang dimiliki atau dihasikan oleh suatu bangsa itu, harus lebih dulu digolong-golongkan menurut tingkatnya masing-masing. Sebagai pangkal penggolongan dapat kita pakai unsur-unsur kebudayaan yang terbesar, ialah unsur-unsur universal yang telah saya uraikan dalam tulisan ke-1 dalam seri ini. Kemudian tiap unsur besar tadi kita pecah ke dalam sub unsu-unsurnya; tiap sub unsur ke dalam sub-sub unsurnya; tiap sub-sub unsur ke dalam sub-sub sub unsurnya, dan demikian seterusnya.
Sebagai contoh : aspek fisik dari suatu religi sebagai suatu unsur kebudayaan yang universal, adalah gedung (bangunan) tempat pemujaan. Unsur besar itu dapat kita pecah kedalam beberapa sub unsur, yaitu antara lain misalnya perabot upacara. Sub unsur tersebut dapat dibagi lagi ke dalam beberapa sub-sub unsur, dan diantaranya ada misalnya jubah pendeta pemuka upacara. Sub-sub unsur ini kalau dipecah lagi membawa kita kepada bagian-bagian dari jubah tadi, dan sub-sub-sub unsur yang kecil dari jubah adalah kancing jubah dari sang pendeta pemuka upacara.
Ketika wujud dari kebudayaan teruarai diatas, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tidak terpisah satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun perbuatan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berfikirnya.
Sungguh pun ketiga wujud dari kebudayaan tadi erat berkaitan, untuk keperluan analisa toh perlu diadakan pemisahan yang tajam. Hal ini yang sering dilupakan; tidak hanya dalam diskusi-diskusi atau dalam pekerjaan sehari-hari, ketiga wujud (atau paling sedikit wujud pertama dan kedua) dari kebudayaan, sering dikacaukan tetapi juga dalam analisis ilmiah oleh para sarjana yang menamakan dirinya ahli kebudayaan atau ahli masyarakat. Sering kali suatu pemisahan yang tajam antara ketiga hal terurai diatas tidak dibuat.
Dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan, dengan tidak sengaja sebenarnya sudah ada semacam pembagian lapangan dalam studi terhadap ketiga wujud kebudayaan tadi. Sarjana-sarjana ilmu kesusastraan dan ilmu filologi terutama menganggap kebudayaan dalam wujud ideal. Demikian juga ilmu-ilmu sosial yang berdasarkan pendekatan normatif seperti ilmu hukum adat, dan sebenarnya ilmu hukum pada umumnya.
Sarjana-sarjana ilmu sosiologi, antropologi dan sikologi serta ilmu-ilmu sosial lain yang tergolong ilmu-ilmu tentang kelakuan manusia (behavioral sciences) terutama menggarap kebudayaan dalam wujudnya yang kedua, sungguh pun mereka juga menaruh perhatian besar terhadap kebudayaan idealnya. Demikian pula ilmu-ilmu sosial lain seperti ilmu sejarah dan ilmu politik.
Para ahli ekonomi menganggap wujud kedua dan ketiga dari kebudayaan, walaupun akhir-akhir ini mereka juga mulai menaruh perhatian terhadap kebudayaan ideal dalam masyarakat mereka. Akhirnya sarjana-sarjana seperti ahli arkeologi (ahli sejarah kebudayaan kuno), terutama menggarap kebudayaan dalam wujudnya yang ketiga. Namun walaupun pusat perhatian dari para ahli arkeologi itu adalah misalnya suatu nekara perunggu yang asal dari jaman prehistory, atau suatu kompleks candi-candi yang indah megah, mereka toh selalu membuat referensi ke kebudayaan ideal yang merupakan latar belakang dari benda perunggu atau bangunan batu tadi.
2.3 Unsur   Kebudayaan
Guna keperluan analisa konsep , kebudayaan itu perlu diurai   ke dalam unsur-unsurnya. Berikut pendapat beberapa ahli mengenai unsur pokok kebudayaan .
1)    Menurut Bronislaw Malinnowski :
Ø  Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat  di dalam upaya menguasai alam  sekelilingnya
Ø  Organisasi ekonomi
Ø  Alat-alat dan lembaga pendidikan
Ø  Organisasi kekuatan
2)    Menurut Melville :
Ø  Alat-alat teknologi
Ø  Sistem ekonomi
Ø  Keluarga
Ø  Kekuasan politik
3)    Menurut Koentjaraningrat  :
Unsur- unsur terbesar kebudayaan disebut “unsur-unsur kebudayaan yang universal”, dan merupakan unsur-unusr yang pasti bisa ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik yuang hidup dalam masyarakat pedesaan yang kecil terpencil maupun dalam masyarakat perkotaan yang besar dan kompleks. Unsur-unsur universal itu, yang  merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini, adalah
1.    System religi dan upacara keagamaan,
2.    System dan ogranisasi kemasyarakatan,
3.    System pengetahuan,
4.    Bahasa,
5.    Kesenian,
6.    System mata pencaharian hidup,
7.    System teknologi dan peralatan.
Ketujuh unsur universal tersebut masing-masing dapat dipecah lagi ke dalam subunsur-unsurnya. Demikian ketujuh unsur kebudayaan universal tadi memang mencakup seuluruh kebudayaan universal tadi yang  memang mencakup seluruh kebudayaan makhluk manusia di manapun juga di dunia, dan menunjukkan ruang lingkup dari kebudayaan serta isi dari konsepnya.
Susunan tata urut dari unsur-unsur kebudayaan universal seperti tercantum di atas dibuat dengan sengaja untuk  menggambarkan unsur-unsur mana yang paling sukar berubah atau kena pengaruh kebudayaan lain dan mana yang paling mudah berubah atau diganti dengan unsur-unsur serupa dari kebudayaan-kebudayaan lain. Dalam tata-urut itu akan segera terlihat bahwa unsur-unsur yang berada di bagian atas dari deretan, merupakan unsur-unsur yang lebih sukar berubah daripada unsur-unsur yang tersebut kemudian.
System religi dan sebagian besar dari subunsur-unsurnya biasanya memang mengalami perubahan yang lebih lambat bila dibandingkan dengan misalnya suatu teknologi atau suatu peralatan bercaocok tanam tertentu. Namun,  toh harus diperhatikan bahwa ini hanya dalam garis besarnya saja, karena ada kalanya ada sub-sub-unsur dari suatu unsur lebih sukar diubah daripada sub-sub-unsur dari suatu unsur yang tercantum di atasnya.
2.4 Manusia Sebagai Pencipta Kebudayaan
Suatu  kebudayaan terwujud atau terciptanya  sebagai hasil interaksi manusia dengan segala isi alam raya . Manusia yang telah dilengkapi oleh Tuhan dengan  akal dan pikirannya  diberikan kemampuan  yang disebut oleh Supartono ( dalam Rafael Raga Maran  , 1999 : 36 ) sebagai daya manusia . Manusia mempunyai kemampuan daya antara lain akal , intelgensia , dan intuisi ; perasaan dan emosi; kemauan ; fantasi, dan prilaku .
Dengan sumber-sumber kemampuan daya manusia tersebut nyatlah bahwa manusia menciptakan kebudayaan . Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan . Kebudayaan adalah produk manusia, namun ( aktifitas , hasil karya , rasa dan cipta  ) manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan  . Dengan kata lain , kebudayaan ada karena ada manusia penciptanya dan manusia dapat hidup di tengah kebudayaan yang diciptakannya .
Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai pendukungnya . dialektika ini didasarkan pada pendapat Peter L. Berger , yang menyebutkan sebagi dialektika fundamental . Dialektika fundamental ini terdiri dari tiga tahap eksternalisasi , tahap objektivasi , dan tahap internalisasi .
Tahap eksternalisasi adalah proses pencurahan diri manusia secara terus menerus ke dalam dunia melalui aktivasi fisik dan mental . Tahap objektivasi adalah tahap aktivasi manusia  menghasilkan suatu realita objektif , yang berada di luar diri manusia .Tahap internalisasi adalah tahap di mana realitas objektif hasil ciptaan manusia diserap oleh manusia kembali . Jadi , ada hubungan berkelanjutan antara realitas internal dengan realitas eksternal ( Yusdi Ahmad , Makalah , 2006 : 5 ) .
2.5 Peran  Kebudayaan
Kebudayaan memiliki peran sebagi berikut .
1)    Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya .
2)    Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan-kemampuan lain.
3)    Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia .
4)    Pembeda manusia dengan binatang
5)    Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak  dan berprilaku dalam pergaulan .
6)    Pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak , berbuat , menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain .
7)    Sebagai modal dasar pembangunan .
2.6 Keterkaitan Budaya  dengan Lingkungan
Kata lingkungan umumnya disamaartikan dengan ciri-ciri atau hal-hal menonjol yang menandai habitat alami: cuaca, flora dan fauna, tanah, pola hujan, dan bahkan ada-tidaknya mineral di bawah tanah. Salah satu kaidah dasar ekologi-budaya adalah pembedaan antara lingkungan-sebagaimana-adanya dengan lingkungan efektif, yakni lingkungan sebagimana dikonseptualisasikan, dimanfaatkan dan dimodifikasi oleh manusia.
Kebudayaan yang dimiliki dan hidup dalam suatu komunitas sosial terbentuk dengan pengaruh lingkungan dan berimplikasi pada lingkungan tempat kebudayaan itu berkembang . Suatu kebudayaan memancarkan suatu ciri khas dari masyarakatnya yang tampak dari luar , artinya orang asing . Suatu lingkungan tertentu akan menghasilkan suatu budaya tertentu yang berbeda pula . Dengan demikian dapat dikatakan , bahwa kebudayaan yang berlaku dan dikembangkan dalam lingkungan tertentu berimplikasi terhadap pola tata laku , norma , nilai , dan aspek kehidupan lainnya yang akan menjadi ciri khas suatu masyarakat .
Suatu sistem budaya beradaptasi terhadap lingkungan totalnya. Adaptasi merupakan proses yang menghubungkan sistem budaya dengan lingkungannya. Budaya dan lingkungan berinteraksi dalam sesuatu sistem tunggal tidaklah berarti bahwa pengaruh kausal dari budaya ke lingkungan niscaya sama besar dengan pengaruh lingkungan terhadap budaya. Dengan kemajuan teknologi, maka faktor dinamik dalam kepaduan budaya dan lingkungan makin lama makin didominasi oleh budaya dan bukannya oleh lingkungan sebagai lingkungan itu sendiri.
            2.7 Budaya Lokal sebagai Akar Kebudayaan Nasional  
Kebudayaan lokal adalah kebudayaan yang dimiliki masyarakat lokal di dalam negara Indonesia.Masyarakat lokal atau sering disebut masyarakat setempat adalah masyarakat yang mendiami suatu wilayah dengan batas-batas geografis seperti gunung, laut, sungai, lembah, hutan, bukti, selat, persawahan. Atau batas-batas buatan manusia seperti tugu, palda gapura.  Keberadaan budaya tersebut kemudian  tercakup dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Menurut Parsudi Suparlan secara garis besar ada tiga macam kebudayaan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk yaitu sebagai berikut:
  1. Kebudayaan nasional Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
  2. Kebudayaan suku bangsa, terwujud pada kebudayaan suku bangsa dan menjadi unsur pendukung bagi lestarinya kebudayaan suku bangsa
  3. Kebudayaan umum lokal yang berfungsi dalam pergaulan umum (ekonomi, politik, sosial dan emosional) yang berlaku dalam lokal di daerah.
2.8 Perubahan Sosial dan Perubahan Budaya.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya.Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya.Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit  untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial.Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960).
Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan adalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan
kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara
penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya.
2.9  Konflik Sosial-Budaya
Yang disebut dengan konflik sosial budaya di sini tidak hanya konflik antara kelompok atau ras (SARA), tetapi juga konflik sosial internal kelompok.Konflik sosial-budaya biasanya terjadi karena terdapat benturan kepribadian baik antar kelompok masyarakat maupun antar individu.Tetapi tidak hanya benturan kepribadian yang dapat menyebabkan konflik sosial budaya, perbedaan idealisme, stratifikasi sosial, perubahan sosial juga dapat menyebabkan terjadinya konflik sosial budaya antar kelompok dan individu.
Dalam kehidupan nyata dapat diambil banyak contoh, seperti kasus rasialis yang masih marak terjadi di manapun di belahan dunia ini.Konflik berbau SARA yang beberapa tahun lalu terjadi di Indonesia juga merupakan contoh konkrit konflik sosial-budaya.
Bagaimanapun konflik sosial-budaya merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang multikultural.Namun, konflik tersebut bisa diantisipasi dan dihindari apabila individu maupun kelompok mengerti dan paham unsur-unsur universal, fungsi utama, sifat hakikat kebudayaan. Selain itu peranan pemerintah dan pranata social juga sangat signifikan untuk melakukan pengendalian social baik dengan nilai, norma, dan hukum yang telah disepakati. Sehingga konflik social dapat dihindari .
2.10    Nilai-Nilai
Nilai-nilai, values, standard, acuan, atau sesuatu yang berharga, yang berkenaan dengan aspek-aspek material (benda) ataupun aspek-aspek non-material yang keberlakuannya relatif universal. Adapun apa yang disebut norma atau norm, adalah termasuk juga nilai, hanya saja keberlakuannya tergantung pada beberapa faktor, antara lain faktor waktu, tempat dan kelomppokorangnya. Artinya norma tersebut hanya berlaku pada waktu tertentu, tempat tertentu  dan kelompok tertentu pula
2.11    Kearifan
Kearifan disini bisa diartikan sebagai kemampuan berpikir, berasa, bersikap dan bertindak dari seseorang atau kelompok orang dalam upaya memperkenalkan dan menanamkan ide, gagasan, anjuran, harapan, atau sejumlah informasi yang berkenaan dengan nilai-nilai dan norma-norma sebagai acuan tentang bagaimana selayaknya hidup kehidupan dikembangkan, dinikmati dan disyukuri, sehingga bermakna atau bermanfaat bagi individu yang bersangkutan, sesama, dan lingkungannya sesuai dengan situasi kondisi dan tuntutan yang ada pada saat itu. Dengan demikian, kontroversi dan desintegrasi dalam kehidupan sosial senantiasa dapat dihindari
2.12    Kehidupan
Makna kehidupan, erat kaitannya dengan suatu kondisi yang memuat aspek manusia, benda, peristiwa, ruang dan waktu yang memberikan akses dalam pengembangan kualifikasi pada eksistensi manusia itu sendiri agar tetap survive di permukaan bumi ini, baik dalam skala individu maupun dalam skala kelompok. Makna survive disini adalah ketahanan  dan keberlangsungan menjalani kehidupan sesuai dengan kualifikasi setiap individu dan kelompok atau satuan sosialnya masing-masing
2.13    Masyarakat
Masyarakat adalah, suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan  (Soekanto, 1985). Dirumuskan juga, bahwa masyarakat adalah sekelomppok manusia yang secara nisbi mampu menghidupi kelompoknya sendiri, bersifat independent dan mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan, serta kebanyakan kegiatannya berlangsung di dalam kelompoknya it sendiri (Horton dan Hunt, 1991).
Atas dasar definisi-definisi tadi, maka spessifikasi masyarakat dapat ditampilkan sebagai berikut, (1) sekelompok manusia yang hidup bersama, (2) berinteraksi (bergaul) dalam rentang waktu yang relatif lama, (3) setiap anggotanya sangat menyadari bahwa mereka adalah satu kesatuan, (4) dan secara bersama pula mereka membangun kebudayaan yang membuat keteraturan dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, sehingga tak ada masyarakat tanpa kebudayaan, dan sebaliknya, tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai pencipta dan pemiliknya.
         2.2. Kerangka Pemikiran
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Kebudayaan memiliki peran antara lain sebagai 1) Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya 2) sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia 3) petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak  dan berprilaku dalam pergaulan 4) pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak , berbuat , menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain .
Kebudayaan yang dimiliki dan hidup dalam suatu komunitas sosial terbentuk dengan pengaruh lingkungan dan berimplikasi pada lingkungan tempat kebudayaan itu berkembang . Suatu lingkungan tertentu akan menghasilkan suatu budaya tertentu yang berbeda pula . Dengan demikian dapat dikatakan , bahwa kebudayaan yang berlaku dan dikembangkan dalam lingkungan tertentu berimplikasi terhadap pola tata laku , norma , nilai , dan aspek kehidupan lainnya yang akan menjadi ciri khas suatu masyarakat .
Suatu sistem budaya beradaptasi terhadap lingkungan totalnya. Adaptasi merupakan proses yang menghubungkan sistem budaya dengan lingkungannya. Budaya dan lingkungan berinteraksi dalam sesuatu sistem tunggal tidaklah berarti bahwa pengaruh kausal dari budaya ke lingkungan niscaya sama besar dengan pengaruh lingkungan terhadap budaya. Dengan kemajuan teknologi, maka faktor dinamik dalam kepaduan budaya dan lingkungan makin lama makin didominasi oleh budaya dan bukannya oleh lingkungan sebagai lingkungan itu sendiri.
Kebudayaan lokal adalah kebudayaan yang dimiliki masyarakat lokal di dalam negara Indonesia.Masyarakat lokal atau sering disebut masyarakat setempat adalah masyarakat yang mendiami suatu wilayah dengan batas-batas geografis seperti gunung, laut, sungai, lembah, hutan, bukti, selat, persawahan. Atau batas-batas buatan manusia seperti tugu, palda gapura.  Keberadaan budaya tersebut kemudian  tercakup dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya.Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya.Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit  untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial.Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960).
Dengan demikian patut diduga bahwa  nilai-nilai kearifan  lokal berupa adat istiadat dan sistem sosial warisan budaya Sunda  yang terkait dengan nilai  kebersamaan dalam keberagaman kurang terwariskan dengan baik sehingga  fenomena konflik sosial dalam masyarakat  bangsa  Indonesia yang majemuk  kerap muncul .


BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1.        Objek Penelitian
        Yang menjadi objek dalam penelitian ini ialah nilai –nilai budaya dan sistem sosial  pada komunitas Sunda wiwitan di Cigugur Kabupaten Kuningan .
1.2.        Metode Penelitian
Sebelum melakukan penelitian di lapangan sudah seharusnya dibuat suatu metode penelitian sehingga langka-langkah yang akan ditempuh telah terencana dengan baik dan terhindar dari kesulitan. Berikut ini beberapa pendapat tentang metode penelitian itu sendiri.
Menurut Winarno Surakhmad (1998:131):
Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa, dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama itu digunakan setelah penyelidik memperhitungkan kewajarannya ditinjau dari tujuan penyelidikan serta dari situasi penyelidikan.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang ditujukan untuk mengkaji permasalahan pada saat penelitian dilakukan. Penelitian deskriptif diarahkan untuk mengidentifikasi situasi pada waktu penyelidikan dilakukan, melukiskan variabel atau kondisi apa yang ada dalam suatu situasi (Winarno, 1980; Best, 1981; Donald, 1982; Nana Sudjana dan Ibrahim, 1989). Lebih lanjut Best (1978: 116) mengemukakan bahwa:
"A descriptive study describes and interprets what is. It is concerned with condition or relationship that exist, opinion that are held, processes that are going on, affects that are evident, or trend that are developing"
Model deskriptif bersifat menjabarkan, menguraikan, dan menafsirkan kondisi peristiwa, proses yang sedang terjadi dalam konteks permasalahan. Untuk kepentingan tersebut ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Memilih lokasi penelitian. Sesuai dengan masalah penelitian sebagaimana   dikemukakan di atas, sekolah merupakan lokasi penelitian.
2.      Setelah menetapkan lokasi penelitian, peneliti berusaha memasuki lapangan melalui hubungan formal dan informal sebelumnya.
3.      Mengidentifikasi informan, yang terdiri dari pendukung budaya yang akan diteliti ( emik ) dan  pengamat budaya yang bukan bagian dari pendukung kebudayaan tersebut  ( etik ). Mencatat segala sesuatu yang terjadi di lokasi penelitian berdasarkan dokumen, observasi dan wawancara. Pencatatan dilakukan apa adanya secara segera setelah suatu kegiatan berlangsung.

Penelitian   ini   menempuh   tahapan-tahapan   baku   penelitian kualitatif yaitu  penggalian data, display data, reduksi  data,  dan pengambilan kesimpulan   yang dilakukan secara berulang dan berkesinambungan. S. Nasution (1989: 12), merumuskan batasan tentang penelitian kualitatif sebagai berikut: "Penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati orang dalam lingkungannya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tatsiran mereka tentang dunia sekitarnya". Stuart A. Schegel (1984) dalam Lexy Moleong (1990:34), menegaskan bahwa "tahap akhir dari penelitian adalah peneliti harus  menafsirkan hasil-hasil penelitiannya".
Sesuai dengan kedalaman informasi yang ingin penulis peroleh dari lapangan, penelitian ini memilih rancangan studi kasus. Studi kasus berupaya mencari kebenaran ilmiah dengan cara mempelajari secara mendalam dan dalam jangka waktu yang lama. Di dalam studi kasus, menurut Muhadjir (2000), bukan banyaknya individu dan juga bukan rerata yang menjadi dasar penarikan kesimpulan, melainkan didasarkan ketajaman peneliti melihat kecenderungan, pola, arah, interaksi banyak faktor dan hal lain yang memacu atau menghambat perubahan.
Sesuai dengan prinsip penelitian kualitatif, selama berada di lapangan   peneliti berusaha untuk tidak mengganggu suasana. Meskipun pada mulanya   kehadiran peneliti akan menjadi pusat perhatian, terutama ketika mengadakan   pengamatan di lapangan , Namun hal ini akan dapat diatasi karena kegiatan dilakukan berulang-ulang sehingga terjadi pembiasaan.
Dalam referensi yang disampaikan oleh Lexy J. Moleong (1990) dikatakan abhwa “penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, dan mengadakan analisis data secara induktif.
Dalam rangka mengumpulkan data penelitian, peneliti melakukan kontak langsung (face to face) dengan responden agar dapat mengamati perilaku, pendapat, sikap, dan pendayagunaanya berdasarkan pandangan subjek penelitian, Penelitian yang bersifat deskriptif lebih mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, sasaran penelitian diarahkan kepada usaha menemukan teori-teori dasar, responden dapat menilai kembali data dan informasi yang diberikan perlu direvisi atau untuk metengkapi data dan informasi baru.
Bogdan CR dan Biklen CK, (1982: 29), mengemukakan lima karakteristik penelitian kualitatif, sebagai berikut:
1.    Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and the researchers is the key instrument.
2.    Qualitative research is descriptive.
3.    Qualitative  researchers are concerned with process rather than simply with outcomes or product.
4.    Qualitative researcliers tend to analyze their data inductively.
5.    Meaning is of essential concern to the Qualitative approach.
Dari pernyataan di atas, dapat dimaknai bahwa penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.    Peneliti sebagai instrumen utama langsung mendatangi sumber data,
2.    Data yang dikumpulkan cenderung berbentuk kata-kata daripada angka-angka.
3.    Peneliti lebih menekankan pada proses, bukan semata-mata pada hasil.
Metode deskriptif kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan sebagai berikut:
1.    Peneliti bermaksud mengembangkan konsep pemikiran, pemahaman pola yang terkandung dalam data, melihat secara keseluruhan suatu keadaan, proses individu dan kelompok tanpa mengurangi variabel, tetapi variabel digambarkan secara keseluruhan, sensitif terhadap orang yang diteliti, mendeskripsikan dan menganalisanya secara induktif.
2.    Peneliti bermasud menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa yang berkaitan dengan nilai kebersamaan dalam keragaman dalam kehidupan masyarakat Kuningan .
3.    Bidang kajian  peneliti  merupakan  kajian  nilai adat istiadat dan sistem sosial yang    berkepentingan dengan peningkatan nilai kebersamaan dalam keragaman dalam kehidupan masyarakat Kuningan .
4.    Peneliti melakukan analisis induktif cenderung mengungkapkan makna dari keadaan yang diamati.
5.    Kedekatan peneliti (dengan responden) sangat penting dalam penelitian.
B. Penjajagan Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan yang dapat diteliti sehubungan dengan tema yang dipilih, peneliti lebih dahulu mengadakan penjajagan lokasi penelitian. Penjajagan dilakukan untuk mengetahui lebih jauh hal-hal yang ada hubungannya dengan kegiatan penelitian, mengenali konsep dasar masalah yang mungkin dapat dikembangkan, dan melihat kemungkinan tersedia tidaknya sumber data yang diperlukan dan dapat dikembangkan dalam penelitian.
Penjajagan lokasi penelitian dilakukan pada komunitas masyarakat Sunda Wiwitan di desa Cigugur , Kabupaten Kuningan . serta mengamati berbagai fenomena –fenomena konflik sosial budaya di Kabupaten Kungan .

C. Subjek Penelitian
Pada penelitian kualitatif, menurut Lincoln dan Cuba (Lexy J. Moleong, 1997:165), peneliti mulai dengan asumsi bahwa konteksnya sendiri. Selain itu dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Dalam hal ini sampling diharapkan mampu menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam rumusan konteks yang unik dan menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Sampel diambil secara purpossive (bertujuan), yaitu pengambilait subyek sebagai sampel penelitian yang didasarkan kepada adanya tujuan tertentu. Teknik sampling tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Lexy J. Moleong, 1997:165-166):
1.    Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.
2.    Pemilihan sampel secara berurutan, teknik "Snowball Sampling", dengan cara responden diminta menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi dan responden berikutnya diminta pula menunjuk lagi dan begitu seterusnya, sehingga makin lama sampling akan semakin banyak.
3.    Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya setiap sampel dapat sama kegunaannya, Pada saat informasi semakin banyak diperoleh dan semakin mengembangkan hipotesis kerja, sampel dipilih atas dasar fokus penelitian.
4.    Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan, jika tidak ada lagi informasi yang dapat djjaring, maka penarikan sampel dihentikan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kata-kata atau ungkapan dan tindakan dari masyarakar pendudukung budaya Sunda Wiwitan  serta berbagai dokumen dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan peningkatan semangat kebersamaan dalam keberagaman dalam kehidupan masyarakat
Sesuai dengan data yang dikumpulkan, sumber data dalam penelitian ini ditetapkan sebagai berikut:
1.    Berbagai dokumen yang berkaitan dengan penguatan nilai-nilai adat istiadat dan sistem sosial yang berkaitan dengan kokohnya semangat kebersamaan dalam keragaman di Kabupaten Kuningan .  
2.    Masyarakat pendukung budaya Sunda Wiwitan di Cigugur , Kabu[paten Kuningan .
3.    Para pemerhati budaya dan budayawan Sunda di Kabupaten Kuningan .
Berbagai sumber data di atas, khususnya yang berkaitan dengan subjek penelitian telah dipertimbangkan kelayakannya sesuai dengan kriteria yang dikemukakan Sanafiah (1990: 57), bahwa, "dalam menentukan subjek penelitian perlu dipertimbangkan hal-hal berikut: (a) subjek sudah cukup lama dan intensif menyatu dalam kegiatan atau bidang yang menjadi kajian penelitian; (b) subjek masih aktif atau terlibat penuh dengan kegiatan atau bidang tersebut; dan (c) subjek memiliki waktu yang cukup baik untuk dimintai informasi.
D. Teknik Pengumpulan data
Sesuai dengan jenis pendekatan penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif, maka peneliti sendiri merupakan instrumen utama penelitian. Dalam hal ini, Lincoln dan Cuba (1985:39) dalam Imron Arifin (1996:119), mengemukakan bahwa "seorang peneliti naturalistik memilih menggunakan sendiri sebagai human instrument pengumpul data primer. Dalam kedudukannya sebagai instrumen utama, maka peneliti dapat menangkap secara utuh situasi yang sesungguhnya serta dapat memberikan makna atas apa yang diamatinya itu".
Terdapat di atas, diperkiiat dengan penyataan Nasution (1988: 55-56) tentang cirt-ciri mainusia (peneliti) sebagai instrumen penelitian, yaitu:
1.    Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakan bermakna;
2.    Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka data sekaligus;
3.    Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan. Tidak ada suatu mstrumen berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi kecuali manusia;
4.    Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata. Untuk memahami, kita perlu merasakannya, menyelaminya berdasarkan penghayatan kita;
5.    Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh dan menafsirkannya;
6.    Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan dan penolakan.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik berikut:
1. Observasi
Observasi dilakukan dengan mendatangi lokasi  tempat hidupnya budayaa Sunda Wiwitan di Cigugur , Kabupaten Kuningan . Sehingga peneliti berada bersama subjek penelitian selama kegiatan berlangsung. Selama observasi, peneliti memperhatikan berbagai hal yang dilakukan para pendukung budayaa Sunda Wiwitan di Cigugur , Kabupaten Kuningan . Selama kegiatan berlangsung, dicacat berbagai hal yang dianggap penting dan berkaitan langsung dengan masalah penelitian. Observasi dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh data yang cukup untuk menjawab permasalahan penelitian.
Observasi juga dilakukan di luar masyarakat pendukung budaya tersebut. Data diperoleh dari aktivitas pergaulan dan pembicaraan subjek penelitian, serta komentar komentar mereka berkaitan dengan nilai-nilai adiluhung yang akan dikaji . Hal ini biasanya dilakukan pada waktu-waktu luang misalnya saat istirahat, oleh karena itu peneliti berusaha untuk mendekati subjek penelitian tanpa mereka mencurigai bahwa proses penelitian sedang berlangsung, sebab hal ini akan menghambat penelitian.
2. Wawancara
Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk mengumpulkan data melalui kata-kata atau ungkapan subjek penelitian, berkaitan nilai-nilai adat istiadatdan sistem sosial yang guna laksana untuk menguatkan semangat kebersamaan dalam keberagaman . Wawancara dilakukan untuk menemukan informasi tentang sesuatu yang diketahui oleh responden yang menjadi sumber data lisan. Dengan komunikasi dua arah, penggunaan wawancara akan memudahkan para responden untuk memahami jawaban atau informasi yang diinginkan oleh pewawancara (peneliti) melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan untuk menelusuri dan menemukan informasi tentang nilai-nilai adat istiadatdan sistem sosial yang guna laksana untuk menguatkan semangat kebersamaan dalam keberagaman  pada lingkungan, melalui berbagai dokumen yang bersifat permanen dan tercatat agar data yang diperoleh lebih absah.
Seluruh data yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi dicatat dalam Catatan lapangan yang memuat deskripsi yang luas tentang peenguatan semangat kebersamaan dalam keberagaman  di Kabupaten Kuningan .
Pencatatan dilakukan secara selektif sesuai tujuan penelitian. Penelitian    memilih fakta dan informasi mana yang harus diperhatikan dan mana yang harus diabaikan. Fakta dan informasi yang dicatat itulah yang dijadikan data.

E.  Proses Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan desain dalam bentuk funnel (cerobong) sebabagaimana dikemukakan Bogdan dan Biklen (1982). Bentuk cerobong yang dikemukakan tersebut melukiskan proses penelitian yang berawal dari eksplorasi yang bersifat luas dan dalam, kemudian berlanjut dengan aktivitas mengumpulkan dan analisis data yang lebih menyempit dan terarah pada suatu topik tertentu.
Proses pengumulan data dimulai dengan wawancara, diikuti dengan observasi, studi dokumentasi dan kembali dengan wawancara yang mendalam. Meskipun demikian, pada beberapa kesempatan di lapangan, ketiga teknik pengumpulan data tersebut digunakan secara simultan.
F. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara memilah dan mengelompokan data berdasarkan klarifikasi data dengan tahapan : (1) menelusuri data guna melihat kemungkinan keteraturan pola, tema atau topik yang mencakup data, (2) mencatat kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan rangkaian peristiwa guna menampilkan pola, tema atau topik tersebut.
1.  Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan bersamaan dan setelah pengumpulan data melalui pengorganisasian data dengan cara memilah serta mengelompokan data berdasarkan klasifikasi data. Mencatat kata-kata, ungkapan-ungkapan dalam menelusuri data guna menampilkan pola, tema atau topik yang mencakup data inilah yang dimaksudkan sebagai kategori koding (Bogdan dan Biklen, 1982: 156)

2. Analisis Data
Data yang diperoleh dari responden melalui teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi merupakan deskripsi tentang pendapat, pengetahuan, pengalaman, dan aspek lainnya untuk dianalisis dan disajikan sehingga memiliki makna. Analisis dan interpretasi dilakukan dengan merujuk pada landasan teoritis dan berdasarkan consensus judgement.
Menurut Lexy J. Moleong (1990:112) yang mengutip pendapat Patton bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif adalah "proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan situasi uraian data". Pada dasarnya dalam penelitian kualitatif belum ada metode yang baku dalam menganalisis data.
Subino Hadisubroto (1988:20) mengemukakan bahwa:
... dalam analisis data kuantitatif itu metodenya sudah jelas dan pasti, sedangkan dalam analisis data kualittaif, metode seperti ini belum tersedia. Oleh sebab itu ketajaman dan ketepatan analisis data kualitatif ini sangat tergantung ketajaman melihat data oleh peneliti serta kekayaan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki peneliti.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, Analisis data ini dilakukan secara berulang-ulang (cyclical) untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan dalam penelitian ini. Dengan demikian, secara teoritis analisis dan pengumpulan data dilaksanakan secara berulang-ulang guna memecahkan masalah.
G.   Keabsahan Hasil Penelitian
Menurut Lincoln dan Cuba (1981) dan S. Nasution (1988:114-124), menjelaskan kriteria keabsahan data, sebagai berikut:
1.    Kredibilitas, untuk menunjukkan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian  dapat dipercaya. Derajat kepercayaan (credibility) menggantikan konsep validitas internal pada penelitian non kualitatif. Kredibilitas dalam penelitian    kualitatif akan rnenggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan yang ada pada responden. Untuk mencapai kredibilitas akan digunakan teknik: (a) triangulasi, yaitu proses  pengecekan   kebenaran   data  yang  diperoleh  dengan cara membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, (b) peer-debriefing (pembicaraan dengan kolega), yaitu kegiatan untuk mcmbahas  dan   membkrarakan  hasil-hasil  penelitian  di lapangan dengan teman; dan (c) penggunaan bahan referensi.
2.    Transferabilitas, yaitu untuk mcngetahui sejauhmana hasil penelitian dapat diaplikasikan dalam situasi lain, hal ini diserahkan kepada pembaca dan   pemakai. Unluk dilakukan melakukan pengalihan seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian-kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dalam hal ini, peneliti bertanggungjawab untuk menyediakan data deskriptif untuk membuat keputusan tentang pengalihaan tersebut. Untuk itu peneliti memverifikasi hasil-hasil penelitian. Maka transferabilitas dari hasil penelitian ini kemungkinan dapat diterapkannya hasil temuan tentang mutu kepala sekolah dasar yang dijadikan obyek penelitian di atas pada situasi lain dengan mengadakan penyesuaian tanpa mengabaikan asumsi-asumsi yang mendasarinya.
3.    Dependabilitas, akan berguna untuk melihat sejauhmana hasil penelitian bergantung pada keandalan. Dependability ini dapat diusahakan dengan melakukan "audit trial", yaitu dengan mempelajari laporan-laporajn lapangan dan laporan-laporan selanjutnya, sampai laporan penelitian sclesai untuk mengetahui kekonsistenan peneliti dalam setiap aspek penelitian.
4.    Confirmabilitas, yaitu sejauhmana hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya, sejauhmana hasil penelitian cocok dan sesuai dengan data yang telah dikumpulkan, dan sejauhmana kebulatan hasil penelitian tanpa mengandung unsur-unsur yang bertentangan.
H. Validitas Data
Untuk memperoleh data yang sahih dan absah, terutama yang diperoleh lewat observasi dan wawancara diperlukan teknik pemeriksaan. Salah satu teknik yang digunakan adalah memeriksa derajat kepercayaan atau kredibilitasnya. Kredibilitas data dapat dipercaya melalui berbagai cara, sedangkan cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah memperpanjang waktu keikutsertaan, melakukan pengamatan secara tekun, triangulasi, mengupayakan referensi yang cukup dan melakukan membercheck.
1.    Melakukan pengamatan secara seksama
Pengamatan secara seksama dilakukan untuk menemukan ciri-ciri data yang sesuai dengan situasi yang diteliti secara lebih mendalam. Hal tersebut berkaitan dengan ciri-ciri atau unsur data yang sesuai dengan peningkatan keterampilan kepemimpinan kepala sekolah dasar dalam pengelolaan sekolah.
Melalui pengamatan secara seksama, peneliti dapat membedakan hal-hal yang bermakna dan yang tidak bermakna.
2.    Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber dengan  pendekatan   yang   berbeda, untuk mengecek atau membandingkan data penelitian yang telah dikumpulkan. Hal ini dilakukan dengan cara, antara lain ; untuk mendapatkan data tentang nilai-nilai adat istiadat dan sistemsosial yang dapat meperkuat semangat kebersamaan dalam keberagaman  digunakan wawancara dengan pola pertanyaan yang berbeda atau diambil dari satu sumber yang berbeda seperti dari dokumen   dan observasi. Jika terdapat perbedaan, maka pendapat kepala sekolah yang dijadikan pedoman atau acuan.

4.    Mengupayakan referensi yang cukup
Upaya ini dilakukan untuk menlngkatkan keabsahan informasi yang diperlukan dengan menggunakan dukungan bahan referensi secukupnya, baik dari media cetak maupun media elektronika. Mengupayakan referensi yang cukup adalah menyediakan semaksimal mungkin sumber data dari media cetak (buku, jurnal, majalah , koran dan makalah), serta realitas di lapangan seperti catatan observasi dan foto dokumentasi.

5.    Melakukan membercheck
Seperti halnya pemeriksaan data yang lain, membercheck juga dimaksudkan untuk memeriksa keabsahan data. Membercheck dilakukan pada setiap akhir kegiatan wawancara, kepada pendukung kebudayaan Sunda Wiwitan di Cigugur , Kabupaten Kuningan , pengamat budaya dan budayawan Sunda di Kabupaten Kuningan.  Dalam hal ini, peneliti   berusaha   mengulangi   kembali   dalam   garis  besarnya, berdasarkan   catatan   peneliti,   apa   yang   telah  dikatakan  oleh responden tentang  nilai-nilai adat istiadat dan sistemsosial yang dapat meperkuat semangat kebersamaan dalam keberagaman di Kabupaten Kuningan .
Melalui membercheck mereka bisa memperbaiki jika ada kekeliruan dan dapat menambahkan jika terdapat kekurangan. Dengan membercheck dimaksudkan agar informasi yang diperolehdan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud dengan responden.







DAFTAR PUSTAKA
Ahman Sya . Metode penelitian budaya (pendidikan) , Catatan Perkuliahan , 2011.
Koentjaraningrat . Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan  ,  Jakarta: Djambatan , 1994.
Maleong , Lexy J . Metode Penelitian Kualitatif , Bandung : Remaja Rosda Karya , 1999
Nasutin , S . Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif , Bandung : Tarsito , 1996.
Setiadi , Elly M . dkk .Ilmu Sosial dan Budaya Dasar ( Edisi kedua ) , Jakarta: Prenada Media Group , 2007.
Tilaar , H.A.R. , Pendidikan , Kebudayaan , dan Masyarakat Madani Indonesia , Jakarta: Kerjasama PT Remaja Rosda Karya dengan Yayasan AdikaryaIKAPI dan Ford Foundation , 1999. 





     





























Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Keterampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki Keterampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkan pada yang lebih kompleks (belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan­pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas (Winkel, 1996 : 53). Menurut Gagne (Dahar 1996 : 11) belajar merupakan suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Sama halnya dengan definisi belajar menurut Slameto (2003 : 2) bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar sebagai proses yang terbentuk dari pengalaman karena adanya interaksi individu dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan pada pribadi individu tersebut. Perubahan ini dapat berupa tingkah laku, pengetahuan, atau keterampilan. Sedangkan perubahan yang menjadi karakteristik perilaku belajar menurut Syah (2006 : 116) yaitu:
a.       Perubahan intensional. Perubahan yang terjadi karena proses belajar merupakan hasil dari pengalaman yang disengaja dan disadari.
b.      Perubahan positif dan aktif. Perubahan itu harus lebih baik dari sebelumnya, bermanfaat dan sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu perubahan tidak terjadi dengan sendirinya melainkan terjadi karena usaha siswa sendiri.




Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Hakikat belajar menurut teori behavioristik  adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Prinsip-prinsip  Belajar Behavioristik
Prinsip belajar dalam teori behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Reinforcement and Punishment
Dengan model hubungan stimulus-responnya, orang yang belajar didudukkan sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu diperoleh dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan (reinforcement)  dan akan menghilang bila dikenai hukuman (punishment ).Dengan kata lain ,bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila penguatan  dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kurang.
Primary and Secondary Reinforcement
Dalam pengelompokan waktu , teori belajar behavioristik adalah teori belajar abad ke-20 yang muncul semasa dengan teori belajar Gestalt-field . Sementara teori-teori sebelum abad ke -20 , yang dikembangkan berdasarkan pemikiran filsafat tanpa dilandasi eksperimen , yaitu teori disiplin mental , teori pengembangan alamiah , dan teori apersepsi .




Karakteristik  Teori Behavioristik:
  1. Mementingkan faktor lingkungan
  2. Menekankan pada faktor bagian
  3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
  4. Sifatnya mekanis
  5. Mementingkan masa lalu


Teori belajar behavioristik meliputi teori-teori stimulus - respon dan teori belajar Gestalt-field meliputi teori-teori kognitif .













Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang menjelaskan bahwa belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).

No comments: