Jerome Bruner adalah seorang akhli psikologi perkembangan dan akhli psikologi belajar kognitif . Pendekatannya
tentang psikologi adalah ekliktik . Penelitiannya sangat banyak yang meliputi
persepsi manusia , motivasi belajar dan berfikir . Dalam mempelajari manusia ia
menganggap manusia sebagai pemroses , pemikir dan pencipta informasi .
Buku Bruner tentang The Process Of Education yang diterbitkan pada
tahun 1960 , merupakan rangkuman dari
hasil konfrensi Woods Hole yang diadakan padatahun 1959 , suatu konfrensi yang
membawa banyak pengaruh pada dunia pendidikan pada umumnya , pengajaran sains
pada khususnya .
Bruner mengembangkan cara-cara bagaimana orang memilih , mempertahankan dan
mentransformasi informasi secara aktif . Dan inilah menurut Bruner inti dari belajar . Oleh karena itu , Bruner
memusatkannya pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang
diterimanya , dan apa yang dilakukannya sesudah menerima informasi untuk
mencapai pemahaman yang memberikan
kemampuan padanya .
1.
Pokok-Pokok Pemikiran Bruner
Dalam bukunya ( Bruner , 1960 ) , Bruner mengemukakan
empat tema pendidikan . Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur
pengetahuan . Kurikulum hendaknya
mementingkan struktur pengetahuan
. Hal ini perlu , sebab dengan struktur pengetahuan kita menolong para siswa untuk melihat
bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya
tidak ada hubungan , dapat
dihubungkan satu dengan yang lainnya , dan pada informasi yang telah mereka
miliki .
Tema kedua ialh tentang kesiapan ( readiness )
untuk belajar . Menurut Bruner ,
kesiapan terdiri atas penguasaan
keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang mengizinkan orang
untuk mencapai keterampilan yang lebih tinggi .
Tema yang ketiga
menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan . Dengan intuisi , dimaksudkan oleh Bruner , teknik-teknik
intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui
langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih
atau tidak .
Tema keempat ialah
tentang motivasi atau keinginan untuk belajar
, dan cara-cara yang tersedia pada guru untuk merangsang motivasi .
Pengalaman-pengalaman pendidikan yang merangsang motivasi ialah pengalaman-pengalaman
di mana siswa berpartisifasi secara aktif dalam menghadapi alamnya .
A.
Teori belajar Kognitif
1. Hakikat
belajar kognitif
Menurut teori-teori Gestalt-field
, belajar merupakan suatu proses perolehan atau perubahan insight-insight (
berpikir ) , pandangan-pandangan (
outlooks) , dan harapan-harapan . Para penganut teori Gestalt-field lebih
memilih istilah orang dari pada organisma ,
lingkungan psikologi daripada lingkungan fisik , dan interaksi darpada aksi atau reaksi .
mereka berpendapat bahwa konsep-konsep ini memungkinkan guru untuk melihat
seseorang, lingkungannya dan
interaksi dengan lingkungannya terjadi
pada waktu yang sama .
Selanjutnya , para penganut teori
Gestalt-field yakin bahwa prilaku yang tidak tampak atau tidak dapat diamati
adalah mungkin untuk dipelajari secara ilmiah , misalnya pikiran-pikiran .
Teori-teori ini dinamakan teori kognitif
karena memusatkan diri pada menganalisa proses-proses kognitif .
Teori belajar kognitif adalah
keluarga teori belajar yang bersumber dari teori belajar
Gestalt-field yang bertentangan dengan teori belajar behavior . Teori belajar
kognitif memusatkan diri pada menganalisa proses-proses mental yang tidak dapat diamati , sedangkan teori belajar behavior menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
2. Tokoh-tokoh Berpengaruh
dalam Teori Belajar Kognitif
Ada tiga tokoh belajar
kognitif yang paling perpengaruh dengan masing-masing model belajar yang
diusungnya yaitu Jarome Bruner ( 1966 )
, David Ausabel ( 1968 ) , da Robert Gagne ( 1970 ) . Jarome Bruner
mengusung model belajar penemuan ,
David Ausabel , menyajikan model belajar bermakna , dan Robert Gagne menawarkan model pemrosesan informasi.
B. Teori Belajar Jarome Bruner
Menurut bruner, belajar merupakan suatu proses aktif
yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang
diberikan kepada dirinya. Jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan
(misalnya suatu konsep matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari dalam
tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran
(struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara
sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika
pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap yang macamnya dan
urutannya adalah sebagai berikut.
a) Tahap enaktif, yaitu
suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari
secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkrit atau menggunakan situasi
yang nyata.
b) Tahap ikonik, yaitu
suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu
direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery),
gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkrit atau situasi konkrit
yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas (butir a).
c) Tahap simbolik, yaitu
suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk
simbol-simbol abstrak (abstract symbol, yaitu simbol-simbol arbiter yang
dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang bersangkutan), baik
simbol-simbol verbal(misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat),
lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara
optimal jika proses pembelajaran di awali dengan tahap enaktif, dan kemudian,
jika tahap belajar yang pertama ini telah dirasa cukup, peserta didik beralih
ke kegiatan belajar tahap kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus
representasi ikonik; dan selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan
kegiatan belajar tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus
representasi simbolik.
Selanjutnya seiring dengan struktur kognitif anak,
maka Bruner dalam mengembangkan teorinya mendasarkan atas dua asumsi yaitu: Pertama,
perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya orang yang
belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan terjadi pada
diri individu dan lingkungannya. Kedua, seseorang mengkonstruksi pengetahuannya
dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang telah
dimilikinya. (Asikin, 2004: 8-10)
C.
Model Belajar ( Kognitif ) Penemuan , Jerome Bruner
1.
Hakikat Belajar
Salah satu model instruksional
kognitif yang sangat berpengaruh ialah
model dari Jerome Bruner ( 1966 ) yang dikenal dengan nama belajar penemuan ( discovery learning ) .
Menurut bruner, belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal
baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Bruner memandang bahwa belajar sebagai pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia. Oleh
karena itu , belajar
membuat pengetahuan peserta didik akan menjadi lebih baik. Bruner menganggpa bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik .
Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya , menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna .
Dalam hal ini Bruner tidak
mengembangkan teori belajar secara sistematis, namun yang penting adalah
bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan
informasi secara aktif.
Bruner
menyarankan agar proses belajar mengajar
hendaknya melalui partisifasi secara aktif para siswa dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip , melalui penemuan sendiri. Para siswa dianjurkan untuk memperoleh
pengalaman dengan mencari dan menemukan serta
melakukan eksperimen-eksperimen yang memungkinkan mereka untuk menemukan
prinsip-prinsip itu sendiri .
2. Prinsip Belajar
Pendekakatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi ( Rosser ,
1984 ). Pertama , perolehan pengetahuan
merupakan suatu proses interaktif . Bruner yakin , bahwa
orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif . Asumsi kedua , ialah bahwa
orang mengkonstruksi pengetahuan dengan menghubungkan informasi yang
masuk dengan informasi yang disimpan
yang diperoleh sebelumnya .
Bruner mengemukakan , bahwa
belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan . Ketiga
proses itu ialah ( 1) memperoleh
informasi baru , (2 ) transformasi informasi , dan ( 3 ) menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan .
Informasi baru dapat merupakan
penghalusan dari informasi sebelumnya , yang dimiliki seseorang , atau informasi itu dapat bersifat
berlawanan dengan informasi sebelumnya . Sebagai contoh seseorang setelah
mempelajari bahwa darah itu beredar ,
barulah ia mempelajari secara terperinci sistem peredaran atau sirkulasi darah
. Demikian pula , setelah berfikir bahwa
energi itu dibuang-buang atau tidak dihemat
, baru ia belajar teori konservasi energi .
Dalam transformasi informasi (
pengetahuan ) , seseorang memperlakukan
pengetahuan agar cocok atau sesuai
dengan tugas baru . Jadi transformasi menyangkut cara kita memperlakukan
pengetahuan . Dalam menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan ,
kita menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas
yang ada .
3. Kondisi
yang Diperlukan bagi Berlangsungnya Proses
Belajar Mengajar
Kondisi yang diperlukan bagi
berlangsungnya proses belajar mengajar
yang efektif berdasarkan pendekatan belajar ini ialah sebagi berikut .
1) Pengalaman-pengalaman
optimal bagi siswa untuk mau dan dapat
belajar .
2) Penstrukturan pengetahuan untuk
pemahaman optimal
3) Perincian urutan-urutan penyajian
materi pelajaran secara optimal .
4) Bentuk dan pemberian reinforcement
.
Ciri-ciri Model Pembelajaran Penemuan
Pertama, pembelajaran menekankan
kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan.
Artinya, pembelajaran model
penemuan menempatkan siswa sebagai
subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai
penerima materi pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka
berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang
dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari
sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya
diri (self
belief). Dengan demikian, pada pembelajaran model penemuan menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya
sumber belajar, tetapi lebih diposisikan sebagai fasilitator dan
motivator belajar siswa.
Ketiga, tujuan dari pembelajaran
model penemuan adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam
pembelajaran pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai
materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang
dimilikinya.
Tahapan-tahapan Proses
Pembelajaran Model Penemuan
1.
Penjelasan
singkat ( guru ) tentang tujuan pembelajaran dan materi pokok yang akan dibelajarkan.
2.
Penyajian
teks atau contoh-contoh kasus sebagai media belajar berkaitan dengan konsep-konsep , definisi, prinsip ,
ciri-ciri dan semacamnya yang akan
dibelajarkan pada siswa .
3.
Penyajian
pertanyaan – pertanyaan atas konsep , definisi , prinsip , ciri-ciri yang
jawabannya harus ditemukan sendiri oleh
siswa .
4.
Penjelasan
( guru ) mengenai langkah-langkah
kegiatan siswa dalam menemukan jawaban .
5.
Penyampaian
jawaban-jawaban siswa melalui interaksi ( tanya-jawab ) guru-siswa –siswa .
6.
Merumuskan
bersama jawaban-jawaban yang benar .
7.
Evaluasi
hasil belajar .
Kebaikan
– kebaikan Belajar Model Penemuan
Pengetahuan
yang diperoleh melalui belajar penemuan menunjukkan beberapakebaikan . Pertama , pengetahuan itu bertahan lama
atau lama dapat diingat , bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari
dengan cara-cara lain . Kedua , hasil belajar penemuan
mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya . Dengan
perkataan lain , konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik
kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru . Ketiga , secara
menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk
berpikir secara bebas . Keempat , secara khusus belajar penemuan melatih
keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah
tanpa pertolongan orang lain . Kelima ,
membangkitkan keingintahuan siswa , memberi motivasi untuk bekerja terus sampai
menemukan jawaban-jawaban .
Kesulitan
Belajar dan Faktor Penyebabnya
Teori belajar kognitif menggunakan pendekatan belajar penemuan dari Jarome
Burner mengandung sisi kesulitan atau masalah yaitu
:
1. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena
terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
- Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
Upaya Mengatasi Kesulitan
Burner
menyarankan agar penggunaan belajar penemuan itu hanya diterapkan sampai
batas-batas tertentu yaitu dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi
.
Struktur
bidang studi terutama berupa konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip dari bidang studi
tersebut . Dengan kata lain proses belajar mengajar diarahkan pada perolehan kerangka
pengetahuan yang bermakna , yang dapat
digunakan untuk melihat
hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang studi itru yang dapat menjadi dasar
untuk memahami hal-hal yang mendetail .
Menurut
Bruner , mengerti struktur suatu bidang studi ialah memahami bidang studi
itu sedemikian rupa sehingga dapat
menghubungkan hal-hal lain pada stuktur itu secara bermakna . Secara singkat
dapat dikatakan bahwa mempelajari struktur
adalah mempelajari bagaimana
hal-hal dihubungkan .
TEORI BELAJAR KOGNITIF
MODEL BELAJAR PENEMUAN
JEROME BRUNER
TINJAUAN DESKRIPTIF
Oleh
: Maryanto , Dodi , Rahmat
PASCA SARJANA KAJIAN BUDAYA PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN
BANDUNG
DAFTAR
PUSTAKA
Bell
Gredler, Margaret E. Belajar dan
Pembelajaran. Terjemahan Munandir, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
bekerjasam a dengan PAU-UT, 1994.
Hergenhahn , B.R., Olson , Matthew H. Theories
of Learning ( Edisi ketujuh ) ,
Jakarta : Prenada Media Group , 2008.
Mudjiono,
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran,
Jakarta: Kerjasam a Pusat Perbukuan, Depdiknas dan PT. Rineka Cipta, 2002.
Uno,
Hamzah B., Model Pembelajaran Menciptakan
Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2007.
Wilis Dahar , Ratna. Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga , 1989.
Winkel,
W.S., Psikologi Pengajaran. (Cetakan
Ketujuh), Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, 2005.
DAFTAR
PUSTAKA
Bell
Gredler, Margaret E. Belajar dan
Pembelajaran. Terjemahan Munandir, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo
Persada bekerjasam a dengan PAU-UT, 1994.
Depdiknas,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan
Organisasi Depdiknas, 2003.
Merril,
Irving R., Harold A. Drob, Criteria for
Planning the Collage and University Learning Resource Center. Washington
Dc,: Association for Educational Communication and Technology, 1977.
Mudjiono,
Dimyati, Belajar dan Pembelajaran,
Jakarta: Penerbit Kerjasam a Pusat Perbukuan, Depdiknas dan PT. Rineka Cipta,
2002.
Peterson,
Gary T., Conceptualizing the Learning
Center. Washington Dc: Planning and Operating Media Centers, Association
for Educational Communication and Technology, 1975.
Soedijarto,
Pendidikan Nasional, Sebagai Wahana
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara-Bangsa (Sebuah
Usaha Memahami Makna UUD 1945), Jakarta: Penerbit CINAPS, 2000.
Suparman,
M. Atwi, Desain lnstruksional.
Jakarta: Penerbitan Universitas Terbuka, 2004.
Suciati,
Irawan, Prasetya, Teori Belajar dan
Motivasi. Jakarta: Depdiknas, Ditjen PT. PAUUT, 2001.
Uno,
Hamzah B., Model Pembelajaran Menciptakan
Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Penerbit PT.
Bumi Aksara, 2007.
Winkel,
W.S., Psikologi Pengajaran. (Cetakan
Ketujuh), Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, 2005.
TEORI BELAJAR PENEMUAN
JEROME BRUNER
Telaah Sekilas Teori
Belajar Kognitif
Oleh : Maryanto , Dodi , Rahmat
Pasca Sarjana Kajian Budaya Pendidikan
Universitas Padjadjaran Bandung
Proposal Penelitian
Membangun Sikap Kebersamaan
dalam Keberagaman
Melalui Kearifan Adat
Istiadat dan Sistem Sosial
Komunitas Sunda Wiwitan
Desa Cigugur , Kabupaten Kuningan
( Analisis Transformasi
Edukatif pada Masyarakat di Kabupaten Kuningan )
Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif
Pengampu :
1. Prof . Dr.
H.M. Ahman Sya
2. Yuyu
Yohana Risagarniwa, Ph. D.
Oleh
: Maryanto
Program Doktor Kajian Budaya (Pendidikan)
Fakultas Sastra
Universitas Padjadjaran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Upaya pelestarian dan pemberdayaan budaya warisan leluhur yang sarat dengan nilai
adiluhung menjadi urgen
terkait dengan
maraknya fenomena dalam keseharian masyarakat bangsa kita yang dirasakan sudah tidak senafas lagi dengan
nilai-nilai budaya dan karakter warisan leluhur kita yang adiluhung
. Fenomena yang yang dirasakan sangat memprihatinkan
tersebut seperti terjadinya konflik
sosial baik yang berlatar belakang agama ,
ekonomi , politik , termasuk konflik di kalangan remaja yang berlatar
belakang fanatisme kelompok atau komunitas dalam pergaulan .
Padahal , bangsa
kita , khususnya masyarakat Sunda leluhur
kita , sejatinya dikenal sebagai
masyarakat yang berkarakter dan
berbudaya luhur seperti dikenal sebagai masyarakat yang ramah , santun, religius , gotong – royong dan semangat
kekeluargaan dan kebersamaan yang tinggi
. Hal ini tercermin dari warisan nilai-nilai budaya , berupa
kebudayaan ideal ( nilai ) dan sistem sosial yang adiluhung .
Kebudayaan ideal ( nilai ) disebut
adat tata kelakuan,
atau secara singkat adat dalam arti khusus, atau adat istiadat dalam bentuk
jamaknya .Sistem sosial yaitu
aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta
bergaul datu dengan lain berdasarkan
adat tata kelakuan dari
detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu mengikuti
pola-pola tertentu (
Koencaraningrat ) .
Tata kelakuan warisan budaya leluhur tersebut
berfungsi untuk mengatur,
mengendali dan memberi
arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat agar perikehidupannya teratur , damai dan sentosa .
Banyak adat-istiadat sebagai sistem nilai budaya dan sistem sosial mengenai kelakuan berupa sistem norma dan sistem hukum adiluhung warisan leluhur kita yang terabaikan sebagai
dampak dari perkembangan zaman ,
khususnya modernisasi hidup dan kehidupan
yang tidak terkendali . Sikap
dan prilaku ramah , santun, religius , gotong – royong serta semangat kekeluargaan dan kebersamaan yang
terdapat dalam sistem nilai budaya dan sistem sosial warisan leluhur tersebut dewasa ini kian memudar . Akibatnya,
munculah fenomena-fenomena seperti tersebut di atas .
Berangkat dari situasi dan kondisi tersebut , penulis
sebagai bagian dari anak bangsa tergerak untuk mencari jalan bagi suatu solusi dalam mengatasi keprihatinan
tersebut . Sebagai anak bangsa yang
berkhidmat di dunia pendidikan ,
penulis mencoba menggali nilai budaya lokal di tempat tinggal
penulis yang mengandung kearifan sikap dan prilaku ( santun,
religius , gotong – royong serta
semangat kekeluargaan dan kebersamaan ) yang dapat ditransformasikan
dalam dunia pendidikan baik formal , nonformal maupun informal untuk mengurangi terjadinya fenomena-fenomena
memprihatinkan seperti telah diungkapkan di atas .
Penelitian yang berhubungan
dengan ikhtiar membangun sikap kebersamaan dalam keberagaman melalui kearifan budaya
lokal (adat Istiadat dan sistem sosial ) , sepanjang pengetahuan penulis belum ada yang berwujud karya akademik berupa
skripsi , tesis atau disertasi . Ada karya tulis dalam bentuk buku , namun
isinya hanya berupa deskripsi nilai-nilai
tersebut . Ada beberapa judul tesis dari beberapa mahasiswa Program Doktor
Kajian Budaya Pendidikan pada Fakultas Sastra
Universitas Padjadjaran yang terkait dengan penerapan kearipan budaya
lokal ( Sunda) dalam pengembangan pendidikan yang penulis temukan namun tesis
tersebut masih dalam proses penggarapan dan fokus masalah penelitiaanya
tidak sama .
1.2.
Rumusan Masalah Penelitian (Research
Problem)
Sesuai dengan uraian latar
belakang di atas , fokus telaahan yang akan dikaji dan dicarikan jawabannya
dalam penelitian ini adalah ‘perlunya pewarisan dan penanaman nilai –nilai kearifan
lokal berupa adat istiadat dan sistem sosial dalam membangun sikap kebersamaan
dalam keberagaman .
Masalah pewarisan nilai –nilai kearifan lokal berupa adat
istiadat dan sistem sosial yang berisi ajaran semangat kekeluargaan warisan leluhur menjadi urgen ketikasikap dan prilaku kebersamaan dalam keberagaman terkikis oleh
perkembangan zaman .
Rumusan masalah penelitian ini, dapat dilihat dari
permasalahan maraknya fenomena konflik sosial akibat dari melunturnya nilai kebersamaan dalam keberagaman pada sebagian
besar masyarakat . Dalam hal ini , rumusannya
adalah nilai-nilai kearifan lokal berupa
adat istiadat dan sistem sosial warisan budaya Sunda yang terkait dengan nilai kebersamaan dalam keberagaman kurang
terwariskan dengan baik sehingga
fenomena konflik sosial budaya dalam masyarakat bangsa
Indonesia yang majemuk kerap
muncul .
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut , secara umum permasalahan yang akan dijawab dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: “ Bagaimanakah sistem nilai adat
istiadat dan sistem sosial terkait
dengan nilai kebersamaan dalam keragaman terumus dan terimplementasikan
dalam kehidupan sosial budaya masyarakat
?”
Sesuai dengan rumusan fokus masalah penelitian dan
pertanyaan penelitian umum di atas, maka permasalahan penelitian ini dibatasi
pada aspek-aspek seperti dirumuskan dalam pertanyaan khusus di bawah ini:
1. Bagaimana kondisi aktual masyarakat Kuningan berkaitan dengan sikap kebersamaan
dalam keberagaman dalam kehidupan sosial ?
2. Faktor-faktor apa saja yang
menentukan kuatnya sikap kebersamaan dalam keberagaman dalam masyarakat ?
3. Adakah nilai-nilai kearifan lokal
yang berkaitan dengan penanaman sikap kebersamaan dalam keberagaman ?
3. Adakah upaya pewarisan nilai-nilai kearifan lokal yang berkaitan dengan
penanaman sikap kebersamaan dalam keberagaman kepada generasi penerus ?
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1.
Maksud Penelitian
Penelitian
ini penulis lakukan untuk mendapatkan manfaat baik dalam kaitan dengan pengembangan
keilmuan( teoritis )maupun manfaat praktis(guna laksana ) sebagai
berikut .
a. Manfaat Teoritis
Berdasarkan temuan-temuan penelitian ini nantinya
diharapkan dapat diperoleh nilai-nilai teoretis yang dapat memberikan
kontribusi yang berarti bagi pengembangan ilmu lajian budaya ( pendidikan )
pada umumnya, serta menemukan dalil-dalil , teori-teori dan prinsip-prinsip dalam mengimplementasikan kearifan
budaya lokal dalam dunia pendidikan baik formal , non-formal maupun informal di daerah yang sarat dengan tantangan perkembangan
zaman yang berpotensi melunturkan nilai-nilai adiluhung warisan budaya lokal .
b. Manfaat Praktis
Nilai praktis ( guna laksana ) penelitian ini berhubungan
dengan kontribusinya dalam kondisi melunturnya nilai-nilai kebersamaan dalam
keberagaman di kalangan masyarakat dan
strategi menanggulanginya melalui kearifan budaya lokal . Lebih jauh lagi,
temuan penelitian ini diharapkan berkontribusi secara signifikan bagi penguatan
karakter bangsa berbasis budaya lokal .
Secara praksis hasil penelitian Membangun
Sikap Kebersamaan dalam Keberagaman
Melalui
Kearifan Adat Istiadat dan Sistem Sosial dimaksudkan untuk memperkokoh jati
diri dan karakter bangsa khususnya masyarakat Sunda berbasis budaya lokal yang sejatinya religius , bersikap
santun , welas asih , kekeluargaan dan kebersamaan serta gotong- royong .
1.3.2.
Tujuan Penelitian
Melalui deskripsi, analisis, dan pemaknaan atas temuan di
lapangan, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
hubungan fungsional antara sistem nilai adat
istiadat dan sistem sosial dalam budaya lokal terkait dengan penguatan nilai kebersamaan dalam keragaman .
Temuan-temuan penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan dalam upaya penguatan nilai kebersamaan dalam keragaman dalam transformasi
dukatif pada masyarakat khususnya di Kabupaten Kuningan .
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Kajian
Pustaka
3. Penelitian yang berhubungan
dengan ikhtiar membangun sikap kebersamaan dalam keberagaman melalui kearifan budaya
lokal (adat Istiadat dan sistem sosial ) , sepanjang pengetahuan penulis belum ada yang berwujud karya akademik berupa
skripsi , tesis atau disertasi . Ada karya tulis dalam bentuk buku , namun
isinya hanya berupa deskripsi nilai-nilai
tersebut . Ada beberapa judul tesis dari beberapa mahasiswa Program Doktor
Kajian Budaya Pendidikan pada Fakultas Sastra
Universitas Padjadjaran yang terkait dengan penerapan kearipan budaya
lokal ( Sunda) dalam pengembangan pendidikan yang penulis temukan namun tesis
tersebut masih dalam proses penggarapan dan fokus masalah penelitiaanya
tidak sama .
Pengertian kebudayaan
Kata budaya berasal dari kata budi dan daya . Budi yang berarti akal dan
daya yang berarti kemampuan atau kekuatan . Jadi , secara etimologis budaya
berarti kemampuan akal budi . Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa
Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak
kata buddhi yang berarti budi atau akal . Dalam bahasa Inggris , kata budaya
berasal dari culture , dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur .
Kemudian , pengertian ini berkembang dalam arti culture ,
yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah
alam . Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari beberapa ahli :
1)
E.B.Taylor ,
budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan ,
kepercayaan , kesenian , moral ,
keilmuan , hukum , adat istiadat , dan
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat .
2)
R. Linton ,
kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan
hasil tingkah laku yang dipelajari , di mana unsur pembentuknya didukung dan
diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya .
3)
Koentjaraningrat
, mengartikan kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan milik diri manusia
dengan belajar .
4)
Selo
Soemarjan dan soelaeman Soemardi ,
mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua
hasil karya , rasa dan cipta masyarakat .
5)
Herkovits , kebudayaan
adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia .
Dengan demikian , kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan
aspek kehidupan manusia baik material maupun non-material . sebagian besar ahli
yang mengartikan kebudayaan seperti ini mungkin dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme , yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa
kebudayaan itu akan berkembang dari
tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks .
2.2 Perwujudan Kebudayaan
Beberapa ilmuwan seperti Talcot Parson ( Sosiolog ) dan
Al Koeber (Antropolog )menganjurkan untuk
membedakan wujud kebudayaan
secara tajam sebagai suatu sistem .
Di mana wujud kebudayaan itu adalah sebagai suatu rangkaian tindakan dan
aktivitas manusia yang berpola .
Demikian pula J. J. Honingmann dalam bukunya
The world of man ( 1959 ) membagi budaya dalam tiga wujud , yaitu ideas
, activities, and artifact . sejalan dengan pikiran para ahli tersebut ,
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa
kebudayaan itu dibagi atau digolongkan
dalam tiga wujud yaitu :
1.
Wujud kebudayaan
sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan
peraturan-peraturan . Disebut
adat tata kelakuan atau adat istiadat .
2.
Wujud kebudayaan
sebagai suatu komplek aktivitas serta kelakuan berpola dari manusia
dalam masyarakat. Disebut
sistem sosial .
3.
Wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil karya manusia. Disebut kebudayaan fisik .
Wujud pertama adalah : ideel dari kebudayaan.
Sifatnya abstrak tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam
kepala-kepala, atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran dari warga
masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kalau warga
masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka itu dalam tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideel sering berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat yang bersangkutan. Sekarang kebudayaan ideel juga
banyak tersimpan dalam disk, drive, tape, koleksi microfilam, dan microfish,
kartu computer, disk, silinder, dan tape computer.
Kebudayaan ideal ini dapat kita sebut adat tata kelakuan,
atau secara singkat adat dalam arti khusus, atau adat istiadat dalam bentuk jamaknya.
Sebutan tata kelakuan itu, maksudnya menunjukkan bahwa kebudayaan ideal itu
biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan
yang mengatur, mengendali dan member arah kepada kelakuan dan perbuatan
manusia dalam masyarakat. Dalam fungsi itu secara lebih khusus lagi adat
terdiri dari beberapa lapisan, yaitu dari yang paling abstrak dan terbatas.
Lapisan yang paling abstrak adalah misalnya sistem nilai budaya. Lapisan kedua,
yaitu sistem norma-norma adalah lebih konkrit, dan sistem hukumyang bersandar kepada
norma-norma adalah lebih konkrit lagi. Sedanglan peraturan-peraturan khusus
mengenai berbagai aktivitas sehari-hari dalam kehidupan masyarakat manusia (seperti
misalnya aturan sopan santun), merupakan lapisan adat istiadat yang paling
konkrit tetapi terbatas ruang lingkupnya.
Wujud kedua dari kebudayaan yang sering
disebut sistem sosial mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri.
Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang
berinteraksi, berhubungan, serta bergaul datu dengan lain dari detik ke detik,
dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu mengikuti pola-pola tertentu
yang berdasrkan adat tat kelakuan. Sebagai rangjaian aktivitas manusia-manusia
dalam suatu masyarakat, maka sistem sosial itu bersifat konkrit, terjadi di
sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, dofoto, dan didokumentasi.
Wujud ketiga dari kebudayaan tersebut
kebudayaan fisik, yaitu merupakan seluruh total dari hasil fisik dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan ini sifatnya
paling konkrit, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat,
dan difoto.
Contohnya Candi Borobudur
( besar ) , kain batik dan kancing baju ( kecil ) , teknik bangunan misalnya , cara pembuatan
tembok dengan fondasi rumah yang berbeda
bergantung pada kondisi . Jadi , kebudayan fisik merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat konkkret , dalam bentuk materi / artefak .
Sudah tentu dalam analisa sistematis,
kebudayaan fisik yang dimiliki atau dihasikan oleh suatu bangsa itu, harus
lebih dulu digolong-golongkan menurut tingkatnya masing-masing. Sebagai pangkal
penggolongan dapat kita pakai unsur-unsur kebudayaan yang terbesar, ialah
unsur-unsur universal yang telah saya uraikan dalam tulisan ke-1 dalam seri
ini. Kemudian tiap unsur besar tadi kita pecah ke dalam sub unsu-unsurnya; tiap
sub unsur ke dalam sub-sub unsurnya; tiap sub-sub unsur ke dalam sub-sub sub
unsurnya, dan demikian seterusnya.
Sebagai contoh : aspek fisik dari suatu religi
sebagai suatu unsur kebudayaan yang universal, adalah gedung (bangunan) tempat
pemujaan. Unsur besar itu dapat kita pecah kedalam beberapa sub unsur, yaitu
antara lain misalnya perabot upacara. Sub unsur tersebut dapat dibagi lagi ke
dalam beberapa sub-sub unsur, dan diantaranya ada misalnya jubah pendeta pemuka
upacara. Sub-sub unsur ini kalau dipecah lagi membawa kita kepada bagian-bagian
dari jubah tadi, dan sub-sub-sub unsur yang kecil dari jubah adalah kancing
jubah dari sang pendeta pemuka upacara.
Ketika wujud dari kebudayaan teruarai diatas,
dalam kenyataan kehidupan masyarakat tentu tidak terpisah satu dengan yang
lain. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada
perbuatan dan karya manusia. Baik pikiran-pikiran dan ide-ide, maupun perbuatan
dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya,
kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama
makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya, sehingga mempengaruhi pula
pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berfikirnya.
Sungguh pun ketiga wujud dari kebudayaan tadi
erat berkaitan, untuk keperluan analisa toh perlu diadakan pemisahan yang tajam.
Hal ini yang sering dilupakan; tidak hanya dalam diskusi-diskusi atau dalam
pekerjaan sehari-hari, ketiga wujud (atau paling sedikit wujud pertama dan
kedua) dari kebudayaan, sering dikacaukan tetapi juga dalam analisis ilmiah
oleh para sarjana yang menamakan dirinya ahli kebudayaan atau ahli masyarakat.
Sering kali suatu pemisahan yang tajam antara ketiga hal terurai diatas tidak
dibuat.
Dalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan, dengan
tidak sengaja sebenarnya sudah ada semacam pembagian lapangan dalam studi
terhadap ketiga wujud kebudayaan tadi. Sarjana-sarjana ilmu kesusastraan dan
ilmu filologi terutama menganggap kebudayaan dalam wujud ideal. Demikian juga
ilmu-ilmu sosial yang berdasarkan pendekatan normatif seperti ilmu hukum adat,
dan sebenarnya ilmu hukum pada umumnya.
Sarjana-sarjana ilmu sosiologi, antropologi
dan sikologi serta ilmu-ilmu sosial lain yang tergolong ilmu-ilmu tentang
kelakuan manusia (behavioral sciences)
terutama menggarap kebudayaan dalam wujudnya yang kedua, sungguh pun mereka
juga menaruh perhatian besar terhadap kebudayaan idealnya. Demikian pula
ilmu-ilmu sosial lain seperti ilmu sejarah dan ilmu politik.
Para ahli ekonomi menganggap wujud kedua dan
ketiga dari kebudayaan, walaupun akhir-akhir ini mereka juga mulai menaruh
perhatian terhadap kebudayaan ideal dalam masyarakat mereka. Akhirnya
sarjana-sarjana seperti ahli arkeologi (ahli sejarah kebudayaan kuno), terutama
menggarap kebudayaan dalam wujudnya yang ketiga. Namun walaupun pusat perhatian
dari para ahli arkeologi itu adalah misalnya suatu nekara perunggu yang asal
dari jaman prehistory, atau suatu kompleks candi-candi yang indah megah, mereka
toh selalu membuat referensi ke kebudayaan ideal yang merupakan latar belakang
dari benda perunggu atau bangunan batu tadi.
2.3 Unsur Kebudayaan
Guna keperluan
analisa konsep , kebudayaan
itu perlu diurai ke dalam unsur-unsurnya. Berikut pendapat beberapa ahli mengenai unsur pokok
kebudayaan .
1)
Menurut
Bronislaw Malinnowski :
Ø Sistem
norma yang memungkinkan kerja
sama antara para anggota masyarakat di
dalam upaya menguasai alam sekelilingnya
Ø Organisasi
ekonomi
Ø Alat-alat
dan lembaga pendidikan
Ø Organisasi
kekuatan
2)
Menurut
Melville :
Ø Alat-alat
teknologi
Ø Sistem
ekonomi
Ø Keluarga
Ø Kekuasan
politik
3)
Menurut
Koentjaraningrat :
Unsur- unsur terbesar kebudayaan disebut
“unsur-unsur kebudayaan yang universal”, dan merupakan unsur-unusr yang pasti
bisa ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik yuang hidup dalam masyarakat
pedesaan yang kecil terpencil maupun dalam masyarakat perkotaan yang besar
dan kompleks.
Unsur-unsur universal itu, yang
merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini, adalah
1.
System religi dan
upacara keagamaan,
2.
System dan
ogranisasi kemasyarakatan,
3.
System
pengetahuan,
4.
Bahasa,
5.
Kesenian,
6.
System mata
pencaharian hidup,
7.
System teknologi
dan peralatan.
Ketujuh
unsur universal tersebut masing-masing dapat dipecah lagi ke dalam
subunsur-unsurnya. Demikian ketujuh unsur kebudayaan universal tadi memang
mencakup seuluruh kebudayaan universal tadi yang memang mencakup seluruh kebudayaan makhluk
manusia di manapun juga di dunia, dan menunjukkan ruang lingkup dari kebudayaan
serta isi dari konsepnya.
Susunan
tata urut dari unsur-unsur kebudayaan universal seperti tercantum di atas
dibuat dengan sengaja untuk menggambarkan
unsur-unsur mana yang paling sukar berubah atau kena pengaruh kebudayaan lain
dan mana yang paling mudah berubah atau diganti dengan unsur-unsur serupa dari
kebudayaan-kebudayaan lain. Dalam tata-urut itu akan segera terlihat bahwa
unsur-unsur yang berada di bagian atas dari deretan, merupakan unsur-unsur yang
lebih sukar berubah daripada unsur-unsur yang tersebut kemudian.
System
religi dan sebagian besar dari subunsur-unsurnya biasanya memang mengalami
perubahan yang lebih lambat bila dibandingkan dengan misalnya suatu teknologi
atau suatu peralatan bercaocok tanam tertentu. Namun, toh harus diperhatikan bahwa ini hanya dalam
garis besarnya saja, karena ada kalanya ada sub-sub-unsur dari suatu unsur
lebih sukar diubah
daripada sub-sub-unsur dari suatu unsur yang tercantum di atasnya.
2.4 Manusia Sebagai Pencipta Kebudayaan
Suatu kebudayaan
terwujud atau terciptanya sebagai hasil
interaksi manusia dengan segala isi alam raya . Manusia yang telah dilengkapi
oleh Tuhan dengan akal dan pikirannya diberikan kemampuan yang disebut oleh Supartono ( dalam Rafael
Raga Maran , 1999 : 36 ) sebagai daya
manusia . Manusia mempunyai kemampuan daya antara lain akal , intelgensia , dan
intuisi ; perasaan dan emosi; kemauan ; fantasi, dan prilaku .
Dengan sumber-sumber kemampuan daya manusia tersebut
nyatlah bahwa manusia menciptakan kebudayaan . Ada hubungan dialektika antara
manusia dan kebudayaan . Kebudayaan adalah produk manusia, namun ( aktifitas ,
hasil karya , rasa dan cipta ) manusia
itu sendiri adalah produk kebudayaan .
Dengan kata lain , kebudayaan ada karena ada manusia penciptanya dan manusia
dapat hidup di tengah kebudayaan yang diciptakannya .
Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai
pendukungnya . dialektika ini didasarkan pada pendapat Peter L. Berger , yang
menyebutkan sebagi dialektika fundamental . Dialektika fundamental ini terdiri
dari tiga tahap eksternalisasi , tahap
objektivasi , dan tahap internalisasi
.
Tahap eksternalisasi adalah proses pencurahan diri
manusia secara terus menerus ke dalam dunia melalui aktivasi fisik dan mental .
Tahap objektivasi adalah tahap aktivasi manusia
menghasilkan suatu realita objektif , yang berada di luar diri manusia
.Tahap internalisasi adalah tahap di mana realitas objektif hasil ciptaan
manusia diserap oleh manusia kembali . Jadi , ada hubungan berkelanjutan antara
realitas internal dengan realitas eksternal ( Yusdi Ahmad , Makalah , 2006 : 5
) .
2.5 Peran Kebudayaan
Kebudayaan memiliki peran sebagi berikut .
1)
Suatu
hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya .
2)
Wadah untuk
menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan-kemampuan lain.
3)
Sebagai
pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia .
4)
Pembeda
manusia dengan binatang
5)
Petunjuk-petunjuk
tentang bagaimana manusia harus bertindak
dan berprilaku dalam pergaulan .
6)
Pengaturan
agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak , berbuat ,
menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain .
7)
Sebagai modal
dasar pembangunan .
2.6 Keterkaitan Budaya
dengan Lingkungan
Kata lingkungan umumnya disamaartikan dengan
ciri-ciri atau hal-hal menonjol yang menandai habitat alami: cuaca, flora dan
fauna, tanah, pola hujan, dan bahkan ada-tidaknya mineral di bawah tanah. Salah
satu kaidah dasar ekologi-budaya adalah pembedaan antara
lingkungan-sebagaimana-adanya dengan lingkungan efektif, yakni lingkungan
sebagimana dikonseptualisasikan, dimanfaatkan dan dimodifikasi oleh manusia.
Kebudayaan yang dimiliki dan hidup dalam suatu komunitas
sosial terbentuk dengan pengaruh lingkungan dan berimplikasi pada lingkungan
tempat kebudayaan itu berkembang . Suatu kebudayaan memancarkan suatu ciri khas
dari masyarakatnya yang tampak dari luar , artinya orang asing . Suatu
lingkungan tertentu akan menghasilkan suatu budaya tertentu yang berbeda pula .
Dengan demikian dapat dikatakan , bahwa kebudayaan yang berlaku dan
dikembangkan dalam lingkungan tertentu berimplikasi terhadap pola tata laku ,
norma , nilai , dan aspek kehidupan lainnya yang akan menjadi ciri khas suatu
masyarakat .
Suatu sistem budaya beradaptasi terhadap
lingkungan totalnya. Adaptasi
merupakan proses yang menghubungkan sistem budaya dengan lingkungannya. Budaya
dan lingkungan berinteraksi dalam sesuatu sistem tunggal tidaklah berarti bahwa
pengaruh kausal dari budaya ke lingkungan niscaya sama besar dengan pengaruh
lingkungan terhadap budaya. Dengan kemajuan teknologi, maka faktor dinamik
dalam kepaduan budaya dan lingkungan makin lama makin didominasi oleh budaya
dan bukannya oleh lingkungan sebagai lingkungan itu sendiri.
2.7
Budaya
Lokal sebagai Akar Kebudayaan Nasional
Kebudayaan
lokal adalah kebudayaan yang dimiliki masyarakat lokal
di dalam negara Indonesia.Masyarakat lokal atau sering disebut masyarakat
setempat adalah masyarakat yang mendiami suatu wilayah dengan batas-batas
geografis seperti gunung, laut, sungai, lembah, hutan, bukti, selat,
persawahan. Atau batas-batas buatan manusia seperti tugu, palda gapura. Keberadaan
budaya tersebut kemudian tercakup dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Menurut
Parsudi Suparlan secara garis besar ada tiga macam kebudayaan dalam masyarakat
Indonesia yang majemuk yaitu sebagai berikut:
- Kebudayaan nasional Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
- Kebudayaan suku bangsa, terwujud pada kebudayaan suku bangsa dan menjadi unsur pendukung bagi lestarinya kebudayaan suku bangsa
- Kebudayaan umum lokal yang berfungsi dalam pergaulan umum (ekonomi, politik, sosial dan emosional) yang berlaku dalam lokal di daerah.
2.8 Perubahan
Sosial dan Perubahan Budaya.
Perubahan
sosial merupakan bagian dari perubahan budaya.Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang
meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya.Akan
tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan
lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian
dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat
sulit untuk
dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan
kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial.Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian
masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antar
organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan
bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan
buah pikiran secara simbolik dan bukan
warisan karena keturunan (Davis, 1960).
Apabila
diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan
setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat,
maka perubahan kebudayaan adalah
segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut.
Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan
kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya.
kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya.
2.9 Konflik
Sosial-Budaya
Yang
disebut dengan konflik sosial budaya di sini tidak hanya konflik antara
kelompok atau ras (SARA), tetapi juga konflik sosial internal kelompok.Konflik
sosial-budaya biasanya terjadi karena terdapat benturan kepribadian baik antar
kelompok masyarakat maupun antar individu.Tetapi tidak hanya benturan
kepribadian yang dapat menyebabkan konflik sosial budaya, perbedaan idealisme,
stratifikasi sosial, perubahan sosial juga dapat menyebabkan terjadinya konflik
sosial budaya antar kelompok dan individu.
Dalam
kehidupan nyata dapat diambil banyak contoh, seperti kasus rasialis yang masih
marak terjadi di manapun di belahan dunia ini.Konflik berbau SARA yang beberapa
tahun lalu terjadi di Indonesia juga merupakan contoh konkrit konflik
sosial-budaya.
Bagaimanapun
konflik sosial-budaya merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara yang multikultural.Namun, konflik tersebut bisa diantisipasi dan
dihindari apabila individu maupun kelompok mengerti dan paham unsur-unsur
universal, fungsi utama, sifat hakikat kebudayaan. Selain itu peranan
pemerintah dan pranata social juga sangat signifikan untuk melakukan pengendalian
social baik dengan nilai, norma, dan hukum yang telah disepakati.
Sehingga konflik social dapat dihindari .
2.10
Nilai-Nilai
Nilai-nilai, values,
standard, acuan, atau sesuatu yang berharga, yang berkenaan dengan aspek-aspek
material (benda) ataupun aspek-aspek non-material yang keberlakuannya relatif
universal. Adapun apa yang disebut norma
atau norm, adalah
termasuk juga nilai, hanya saja keberlakuannya tergantung pada beberapa faktor,
antara lain faktor waktu, tempat dan
kelomppokorangnya. Artinya norma tersebut hanya berlaku pada waktu tertentu, tempat tertentu dan kelompok
tertentu pula
2.11
Kearifan
Kearifan disini bisa diartikan sebagai kemampuan berpikir, berasa, bersikap
dan bertindak dari seseorang atau kelompok orang dalam upaya memperkenalkan dan
menanamkan ide, gagasan, anjuran, harapan, atau sejumlah informasi yang
berkenaan dengan nilai-nilai dan norma-norma sebagai acuan tentang bagaimana
selayaknya hidup kehidupan dikembangkan, dinikmati dan disyukuri, sehingga
bermakna atau bermanfaat bagi individu yang bersangkutan, sesama, dan
lingkungannya sesuai dengan situasi kondisi dan tuntutan yang ada pada saat
itu. Dengan demikian, kontroversi dan desintegrasi dalam kehidupan sosial
senantiasa dapat dihindari
2.12
Kehidupan
Makna kehidupan, erat
kaitannya dengan suatu kondisi yang
memuat aspek manusia, benda, peristiwa,
ruang dan waktu yang
memberikan akses dalam pengembangan kualifikasi pada eksistensi manusia itu
sendiri agar tetap survive di permukaan bumi ini, baik dalam skala individu
maupun dalam skala kelompok. Makna survive
disini adalah ketahanan dan keberlangsungan
menjalani kehidupan sesuai dengan kualifikasi setiap individu dan
kelompok atau satuan sosialnya masing-masing
2.13
Masyarakat
Masyarakat adalah, suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan (Soekanto, 1985). Dirumuskan juga, bahwa
masyarakat adalah sekelomppok manusia yang secara nisbi mampu menghidupi
kelompoknya sendiri, bersifat independent dan mendiami suatu wilayah tertentu,
memiliki kebudayaan, serta kebanyakan kegiatannya berlangsung di dalam
kelompoknya it sendiri (Horton dan Hunt, 1991).
Atas dasar definisi-definisi tadi, maka spessifikasi masyarakat dapat
ditampilkan sebagai berikut, (1) sekelompok manusia yang hidup bersama, (2)
berinteraksi (bergaul) dalam rentang waktu yang relatif lama, (3) setiap
anggotanya sangat menyadari bahwa mereka adalah satu kesatuan, (4) dan secara
bersama pula mereka membangun kebudayaan yang membuat keteraturan dalam
kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat dan kebudayaan
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, sehingga tak ada masyarakat tanpa
kebudayaan, dan sebaliknya, tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai
pencipta dan pemiliknya.
2.2. Kerangka Pemikiran
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Kebudayaan memiliki peran antara lain sebagai 1) Suatu
hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya 2) sebagai pembimbing kehidupan
dan penghidupan manusia 3) petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus
bertindak dan berprilaku dalam pergaulan
4) pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak ,
berbuat , menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain .
Kebudayaan yang dimiliki dan hidup dalam suatu komunitas
sosial terbentuk dengan pengaruh lingkungan dan berimplikasi pada lingkungan
tempat kebudayaan itu berkembang . Suatu lingkungan tertentu akan menghasilkan
suatu budaya tertentu yang berbeda pula . Dengan demikian dapat dikatakan ,
bahwa kebudayaan yang berlaku dan dikembangkan dalam lingkungan tertentu
berimplikasi terhadap pola tata laku , norma , nilai , dan aspek kehidupan
lainnya yang akan menjadi ciri khas suatu masyarakat .
Suatu sistem budaya beradaptasi terhadap
lingkungan totalnya. Adaptasi
merupakan proses yang menghubungkan sistem budaya dengan lingkungannya. Budaya
dan lingkungan berinteraksi dalam sesuatu sistem tunggal tidaklah berarti bahwa
pengaruh kausal dari budaya ke lingkungan niscaya sama besar dengan pengaruh
lingkungan terhadap budaya. Dengan kemajuan teknologi, maka faktor dinamik
dalam kepaduan budaya dan lingkungan makin lama makin didominasi oleh budaya
dan bukannya oleh lingkungan sebagai lingkungan itu sendiri.
Kebudayaan
lokal adalah kebudayaan yang dimiliki masyarakat lokal
di dalam negara Indonesia.Masyarakat lokal atau sering disebut masyarakat
setempat adalah masyarakat yang mendiami suatu wilayah dengan batas-batas
geografis seperti gunung, laut, sungai, lembah, hutan, bukti, selat,
persawahan. Atau batas-batas buatan manusia seperti tugu, palda gapura. Keberadaan
budaya tersebut kemudian tercakup dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Perubahan
sosial merupakan bagian dari perubahan budaya.Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang
meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya.Akan
tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan
lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian
dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat
sulit untuk
dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan
kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial.Pendapat tersebut dikembalikan pada
pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti
hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara
berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif
seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan
karena keturunan
(Davis, 1960).
Dengan demikian patut diduga bahwa nilai-nilai
kearifan lokal berupa adat istiadat dan
sistem sosial warisan budaya Sunda yang
terkait dengan nilai kebersamaan dalam
keberagaman kurang terwariskan dengan baik sehingga fenomena konflik sosial dalam masyarakat bangsa
Indonesia yang majemuk kerap
muncul .
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1.
Objek Penelitian
Yang
menjadi objek dalam penelitian ini ialah nilai –nilai budaya dan sistem
sosial pada komunitas Sunda wiwitan di
Cigugur Kabupaten Kuningan .
1.2.
Metode Penelitian
Sebelum melakukan penelitian di lapangan sudah seharusnya
dibuat suatu metode penelitian sehingga langka-langkah yang akan ditempuh telah
terencana dengan baik dan terhindar dari kesulitan. Berikut ini beberapa
pendapat tentang metode penelitian itu sendiri.
Menurut Winarno Surakhmad (1998:131):
Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk
mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa, dengan
mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama itu digunakan setelah
penyelidik memperhitungkan kewajarannya ditinjau dari tujuan penyelidikan serta
dari situasi penyelidikan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
yang ditujukan untuk mengkaji permasalahan pada saat penelitian dilakukan.
Penelitian deskriptif diarahkan untuk mengidentifikasi situasi pada waktu
penyelidikan dilakukan, melukiskan variabel atau kondisi apa yang ada dalam
suatu situasi (Winarno, 1980; Best, 1981; Donald, 1982; Nana Sudjana dan
Ibrahim, 1989). Lebih lanjut Best (1978: 116) mengemukakan bahwa:
"A descriptive study describes and
interprets what is. It is concerned with condition or relationship that exist,
opinion that are held, processes that are going on, affects that are evident,
or trend that are developing"
Model deskriptif bersifat menjabarkan,
menguraikan, dan menafsirkan kondisi peristiwa, proses yang sedang terjadi
dalam konteks permasalahan. Untuk kepentingan tersebut ditempuh langkah-langkah
sebagai berikut :
1.
Memilih lokasi
penelitian. Sesuai dengan masalah penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, sekolah merupakan
lokasi penelitian.
2.
Setelah
menetapkan lokasi penelitian, peneliti berusaha memasuki lapangan melalui
hubungan formal dan informal sebelumnya.
3.
Mengidentifikasi
informan, yang terdiri dari pendukung
budaya yang akan diteliti ( emik ) dan
pengamat budaya yang bukan bagian dari pendukung kebudayaan
tersebut ( etik ).
Mencatat segala sesuatu yang terjadi di lokasi penelitian
berdasarkan dokumen, observasi dan wawancara. Pencatatan dilakukan apa adanya
secara segera setelah suatu kegiatan berlangsung.
Penelitian
ini menempuh tahapan-tahapan baku
penelitian kualitatif yaitu
penggalian data, display data, reduksi data,
dan pengambilan kesimpulan yang
dilakukan secara berulang dan berkesinambungan. S.
Nasution (1989: 12), merumuskan batasan tentang penelitian kualitatif sebagai
berikut: "Penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah mengamati orang
dalam lingkungannya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan
tatsiran mereka tentang dunia sekitarnya". Stuart A. Schegel (1984) dalam
Lexy Moleong (1990:34), menegaskan bahwa "tahap akhir dari penelitian
adalah peneliti harus menafsirkan
hasil-hasil penelitiannya".
Sesuai dengan kedalaman informasi yang ingin penulis peroleh dari
lapangan, penelitian ini memilih rancangan studi kasus. Studi kasus berupaya
mencari kebenaran ilmiah dengan cara mempelajari
secara mendalam dan dalam jangka waktu yang lama. Di dalam studi kasus, menurut
Muhadjir (2000), bukan banyaknya individu dan juga bukan rerata yang menjadi
dasar penarikan kesimpulan, melainkan didasarkan ketajaman peneliti melihat
kecenderungan, pola, arah, interaksi banyak faktor dan hal lain yang memacu
atau menghambat perubahan.
Sesuai dengan prinsip penelitian kualitatif,
selama berada di lapangan peneliti
berusaha untuk tidak mengganggu suasana. Meskipun pada mulanya kehadiran peneliti akan menjadi pusat
perhatian, terutama ketika mengadakan
pengamatan di lapangan ,
Namun hal ini akan dapat diatasi karena kegiatan dilakukan berulang-ulang
sehingga terjadi pembiasaan.
Dalam referensi yang disampaikan oleh Lexy J.
Moleong (1990) dikatakan abhwa “penelitian kualitatif berakar pada latar
alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif, dan mengadakan
analisis data secara induktif.
Dalam rangka mengumpulkan data
penelitian, peneliti melakukan kontak langsung (face to face) dengan
responden agar dapat mengamati perilaku, pendapat, sikap, dan pendayagunaanya
berdasarkan pandangan subjek penelitian, Penelitian yang bersifat deskriptif
lebih mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi dengan fokus,
memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, sasaran
penelitian diarahkan kepada usaha menemukan teori-teori dasar, responden dapat
menilai kembali data dan informasi yang diberikan perlu direvisi atau untuk
metengkapi data dan informasi baru.
Bogdan CR dan Biklen CK, (1982:
29), mengemukakan lima karakteristik penelitian kualitatif, sebagai berikut:
1.
Qualitative
research has the natural setting as the direct source of data and the
researchers is the key instrument.
2.
Qualitative
research is descriptive.
3.
Qualitative researchers are concerned with process rather
than simply with outcomes or product.
4.
Qualitative
researcliers tend to analyze their data inductively.
5.
Meaning
is of essential concern to the Qualitative approach.
Dari pernyataan di atas, dapat dimaknai bahwa penelitian
kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Peneliti
sebagai instrumen utama langsung mendatangi sumber data,
2.
Data
yang dikumpulkan cenderung berbentuk kata-kata daripada angka-angka.
3.
Peneliti
lebih menekankan pada proses, bukan semata-mata pada hasil.
Metode deskriptif kualitatif digunakan dalam
penelitian ini dengan pertimbangan sebagai berikut:
1.
Peneliti
bermaksud mengembangkan konsep pemikiran, pemahaman pola yang terkandung dalam
data, melihat secara keseluruhan suatu keadaan, proses individu dan kelompok
tanpa mengurangi variabel, tetapi variabel digambarkan secara keseluruhan,
sensitif terhadap orang yang diteliti, mendeskripsikan dan menganalisanya
secara induktif.
2.
Peneliti bermasud
menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa yang berkaitan
dengan nilai kebersamaan dalam keragaman dalam kehidupan
masyarakat Kuningan .
3.
Bidang
kajian peneliti merupakan
kajian nilai adat istiadat dan sistem sosial yang berkepentingan dengan peningkatan nilai kebersamaan dalam keragaman dalam kehidupan
masyarakat Kuningan .
4.
Peneliti
melakukan analisis induktif cenderung mengungkapkan makna dari keadaan yang
diamati.
5.
Kedekatan
peneliti (dengan responden) sangat penting dalam penelitian.
B.
Penjajagan Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang
permasalahan yang dapat diteliti sehubungan dengan tema yang dipilih, peneliti
lebih dahulu mengadakan penjajagan lokasi penelitian. Penjajagan dilakukan
untuk mengetahui lebih jauh hal-hal yang ada hubungannya dengan kegiatan
penelitian, mengenali konsep dasar masalah yang mungkin dapat dikembangkan, dan
melihat kemungkinan tersedia tidaknya sumber data yang diperlukan dan dapat
dikembangkan dalam penelitian.
Penjajagan lokasi penelitian dilakukan pada komunitas masyarakat Sunda Wiwitan di desa Cigugur ,
Kabupaten Kuningan . serta mengamati berbagai fenomena –fenomena konflik sosial budaya di Kabupaten
Kungan .
C.
Subjek Penelitian
Pada penelitian kualitatif, menurut Lincoln dan Cuba (Lexy J.
Moleong, 1997:165), peneliti mulai dengan asumsi bahwa konteksnya sendiri.
Selain itu dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat kaitannya dengan
faktor-faktor kontekstual. Dalam hal ini sampling diharapkan mampu menjaring
sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber. Tujuannya adalah untuk
merinci kekhususan yang ada dalam rumusan konteks yang unik dan menggali
informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Sampel diambil secara purpossive (bertujuan), yaitu
pengambilait subyek sebagai sampel penelitian yang didasarkan kepada adanya
tujuan tertentu. Teknik sampling tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
(Lexy J. Moleong, 1997:165-166):
1.
Sampel
tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.
2.
Pemilihan
sampel secara berurutan, teknik "Snowball Sampling", dengan
cara responden diminta menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi dan
responden berikutnya diminta pula menunjuk lagi dan begitu seterusnya, sehingga
makin lama sampling akan semakin banyak.
3.
Penyesuaian
berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya setiap sampel dapat sama kegunaannya,
Pada saat informasi semakin banyak diperoleh dan semakin mengembangkan hipotesis kerja,
sampel dipilih atas dasar fokus penelitian.
4.
Pemilihan
berakhir jika sudah terjadi pengulangan, jika tidak ada lagi informasi yang
dapat djjaring, maka penarikan sampel dihentikan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
adalah kata-kata atau ungkapan dan tindakan dari masyarakar pendudukung budaya Sunda Wiwitan serta berbagai dokumen dan peristiwa-peristiwa
yang berkaitan dengan peningkatan semangat kebersamaan dalam keberagaman dalam kehidupan masyarakat
Sesuai dengan data yang dikumpulkan, sumber
data dalam penelitian ini ditetapkan sebagai berikut:
1.
Berbagai dokumen
yang berkaitan dengan penguatan
nilai-nilai adat istiadat dan sistem sosial yang berkaitan dengan kokohnya
semangat kebersamaan dalam keragaman di Kabupaten Kuningan .
2.
Masyarakat
pendukung budaya Sunda Wiwitan di Cigugur , Kabu[paten Kuningan .
3.
Para
pemerhati budaya dan budayawan Sunda di Kabupaten Kuningan .
Berbagai sumber data di atas, khususnya yang
berkaitan dengan subjek penelitian telah dipertimbangkan kelayakannya sesuai
dengan kriteria yang dikemukakan Sanafiah (1990: 57), bahwa, "dalam
menentukan subjek penelitian perlu dipertimbangkan hal-hal berikut: (a) subjek
sudah cukup lama dan intensif menyatu dalam kegiatan atau bidang yang menjadi
kajian penelitian; (b) subjek masih aktif atau terlibat penuh dengan kegiatan
atau bidang tersebut; dan (c) subjek memiliki waktu yang cukup baik untuk
dimintai informasi.
D.
Teknik Pengumpulan data
Sesuai dengan jenis pendekatan penelitian yang digunakan yaitu
penelitian kualitatif, maka peneliti sendiri merupakan instrumen utama
penelitian. Dalam hal ini, Lincoln dan Cuba (1985:39) dalam Imron Arifin
(1996:119), mengemukakan bahwa "seorang peneliti naturalistik memilih
menggunakan sendiri sebagai human instrument pengumpul data primer.
Dalam kedudukannya sebagai instrumen utama, maka peneliti dapat menangkap
secara utuh situasi yang sesungguhnya serta dapat memberikan makna atas apa
yang diamatinya itu".
Terdapat di atas, diperkiiat dengan penyataan Nasution (1988:
55-56) tentang cirt-ciri mainusia (peneliti) sebagai instrumen penelitian,
yaitu:
1.
Peneliti
sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan
yang harus diperkirakan bermakna;
2.
Peneliti
sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat
mengumpulkan aneka data sekaligus;
3.
Tiap
situasi merupakan suatu keseluruhan. Tidak ada suatu mstrumen berupa tes atau
angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi kecuali manusia;
4.
Suatu
situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami dengan
pengetahuan semata-mata. Untuk memahami, kita perlu merasakannya, menyelaminya
berdasarkan penghayatan kita;
5.
Peneliti
sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh dan
menafsirkannya;
6.
Hanya
manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang
dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk
memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan dan penolakan.
Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan melalui teknik berikut:
1.
Observasi
Observasi dilakukan dengan mendatangi lokasi tempat hidupnya budayaa Sunda Wiwitan di Cigugur , Kabupaten Kuningan .
Sehingga peneliti
berada bersama subjek penelitian selama kegiatan berlangsung. Selama observasi,
peneliti memperhatikan berbagai hal yang dilakukan para pendukung budayaa Sunda Wiwitan di Cigugur ,
Kabupaten Kuningan . Selama kegiatan
berlangsung, dicacat berbagai hal yang dianggap penting dan berkaitan langsung
dengan masalah penelitian. Observasi dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh
data yang cukup untuk menjawab permasalahan penelitian.
Observasi juga dilakukan di luar masyarakat pendukung budaya tersebut.
Data diperoleh dari aktivitas pergaulan dan pembicaraan subjek penelitian,
serta komentar komentar mereka berkaitan dengan nilai-nilai adiluhung yang akan dikaji .
Hal ini biasanya dilakukan pada waktu-waktu luang misalnya saat istirahat, oleh
karena itu peneliti berusaha untuk mendekati subjek penelitian tanpa mereka
mencurigai bahwa proses penelitian sedang berlangsung, sebab hal ini akan
menghambat penelitian.
2.
Wawancara
Dalam penelitian ini, wawancara digunakan
untuk mengumpulkan data melalui kata-kata atau ungkapan subjek penelitian,
berkaitan nilai-nilai adat
istiadatdan sistem sosial yang guna laksana untuk menguatkan semangat
kebersamaan dalam keberagaman . Wawancara
dilakukan untuk menemukan informasi tentang sesuatu yang diketahui oleh
responden yang menjadi sumber data lisan. Dengan komunikasi dua arah,
penggunaan wawancara akan memudahkan para responden untuk memahami jawaban atau
informasi yang diinginkan oleh pewawancara (peneliti) melalui
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
3.
Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam penelitian ini
dilakukan untuk menelusuri dan menemukan informasi tentang nilai-nilai adat istiadatdan sistem sosial yang guna
laksana untuk menguatkan semangat kebersamaan dalam keberagaman pada lingkungan, melalui berbagai dokumen yang
bersifat permanen dan tercatat agar data yang diperoleh lebih absah.
Seluruh data yang diperoleh melalui observasi,
wawancara dan studi dokumentasi dicatat dalam Catatan lapangan yang memuat deskripsi
yang luas tentang peenguatan
semangat kebersamaan dalam keberagaman
di Kabupaten Kuningan .
Pencatatan dilakukan secara selektif sesuai
tujuan penelitian. Penelitian memilih
fakta dan informasi mana yang harus diperhatikan dan mana yang harus diabaikan.
Fakta dan informasi yang dicatat itulah yang dijadikan data.
E. Proses Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan desain dalam bentuk funnel (cerobong) sebabagaimana
dikemukakan Bogdan dan Biklen (1982). Bentuk cerobong yang dikemukakan tersebut
melukiskan proses penelitian yang berawal dari eksplorasi yang bersifat luas
dan dalam, kemudian berlanjut dengan aktivitas mengumpulkan dan analisis data
yang lebih menyempit dan terarah pada suatu topik tertentu.
Proses pengumulan data dimulai dengan
wawancara, diikuti dengan observasi, studi dokumentasi dan kembali dengan
wawancara yang mendalam. Meskipun demikian, pada beberapa kesempatan di
lapangan, ketiga teknik pengumpulan data tersebut digunakan secara simultan.
F.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan
cara memilah dan mengelompokan data berdasarkan klarifikasi data dengan tahapan
: (1) menelusuri data guna melihat kemungkinan keteraturan pola, tema atau
topik yang mencakup data, (2) mencatat kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan
rangkaian peristiwa guna menampilkan pola, tema atau topik tersebut.
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan bersamaan dan
setelah pengumpulan data melalui pengorganisasian data dengan cara memilah
serta mengelompokan data berdasarkan klasifikasi data. Mencatat kata-kata,
ungkapan-ungkapan dalam menelusuri data guna menampilkan pola, tema atau topik
yang mencakup data inilah yang dimaksudkan sebagai kategori koding (Bogdan dan
Biklen, 1982: 156)
2.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari responden melalui teknik observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi merupakan deskripsi tentang pendapat,
pengetahuan, pengalaman, dan aspek lainnya untuk dianalisis dan disajikan
sehingga memiliki makna. Analisis dan interpretasi dilakukan dengan merujuk
pada landasan teoritis dan berdasarkan consensus judgement.
Menurut Lexy J. Moleong (1990:112) yang mengutip pendapat Patton
bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif adalah "proses mengatur
urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan situasi
uraian data". Pada dasarnya dalam penelitian kualitatif belum ada metode
yang baku dalam menganalisis data.
Subino Hadisubroto (1988:20) mengemukakan bahwa:
... dalam analisis data
kuantitatif itu metodenya sudah jelas dan pasti, sedangkan dalam analisis data
kualittaif, metode seperti ini belum tersedia. Oleh sebab itu ketajaman dan
ketepatan analisis data kualitatif ini sangat tergantung ketajaman melihat data
oleh peneliti serta kekayaan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki
peneliti.
Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, Analisis data ini dilakukan
secara berulang-ulang (cyclical) untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang dirumuskan dalam penelitian ini. Dengan demikian, secara teoritis analisis
dan pengumpulan data dilaksanakan secara berulang-ulang guna memecahkan
masalah.
G. Keabsahan Hasil
Penelitian
Menurut Lincoln dan Cuba (1981) dan S. Nasution (1988:114-124),
menjelaskan kriteria keabsahan data, sebagai berikut:
1.
Kredibilitas,
untuk menunjukkan
seberapa jauh kebenaran hasil penelitian
dapat dipercaya. Derajat kepercayaan (credibility) menggantikan
konsep validitas internal pada penelitian non kualitatif. Kredibilitas dalam
penelitian kualitatif akan
rnenggambarkan kecocokan konsep peneliti dengan yang ada pada responden. Untuk
mencapai kredibilitas akan digunakan teknik: (a) triangulasi, yaitu proses pengecekan
kebenaran data yang
diperoleh dengan cara
membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, (b) peer-debriefing
(pembicaraan dengan kolega), yaitu kegiatan untuk mcmbahas dan
membkrarakan hasil-hasil penelitian
di lapangan dengan teman; dan (c) penggunaan bahan referensi.
2.
Transferabilitas,
yaitu untuk mcngetahui
sejauhmana hasil penelitian dapat diaplikasikan dalam situasi lain, hal ini
diserahkan kepada pembaca dan pemakai.
Unluk dilakukan melakukan pengalihan seorang peneliti hendaknya mencari dan
mengumpulkan kejadian-kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dalam hal ini,
peneliti bertanggungjawab untuk menyediakan data deskriptif untuk membuat
keputusan tentang pengalihaan tersebut. Untuk itu peneliti memverifikasi
hasil-hasil penelitian. Maka transferabilitas dari hasil penelitian ini
kemungkinan dapat diterapkannya hasil temuan tentang mutu kepala sekolah dasar
yang dijadikan obyek penelitian di atas pada situasi lain dengan mengadakan
penyesuaian tanpa mengabaikan asumsi-asumsi yang mendasarinya.
3.
Dependabilitas,
akan berguna untuk
melihat sejauhmana hasil penelitian bergantung pada keandalan. Dependability
ini dapat diusahakan dengan melakukan "audit trial", yaitu
dengan mempelajari laporan-laporajn lapangan dan laporan-laporan selanjutnya,
sampai laporan penelitian sclesai untuk mengetahui kekonsistenan peneliti dalam
setiap aspek penelitian.
4.
Confirmabilitas,
yaitu sejauhmana hasil
penelitian dapat dibuktikan kebenarannya, sejauhmana hasil penelitian cocok dan
sesuai dengan data yang telah dikumpulkan, dan sejauhmana kebulatan hasil
penelitian tanpa mengandung unsur-unsur yang bertentangan.
H.
Validitas Data
Untuk memperoleh data yang sahih dan absah,
terutama yang diperoleh lewat observasi dan wawancara diperlukan teknik
pemeriksaan. Salah satu teknik yang digunakan adalah memeriksa derajat kepercayaan
atau kredibilitasnya. Kredibilitas data dapat dipercaya melalui berbagai cara,
sedangkan cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah memperpanjang waktu
keikutsertaan, melakukan pengamatan secara tekun, triangulasi, mengupayakan
referensi yang cukup dan melakukan membercheck.
1.
Melakukan
pengamatan secara seksama
Pengamatan secara seksama dilakukan untuk
menemukan ciri-ciri data yang sesuai dengan situasi yang diteliti secara lebih
mendalam. Hal tersebut berkaitan dengan ciri-ciri atau unsur data yang sesuai
dengan peningkatan keterampilan kepemimpinan kepala sekolah dasar dalam
pengelolaan sekolah.
Melalui pengamatan secara seksama, peneliti
dapat membedakan hal-hal yang bermakna dan yang tidak bermakna.
2.
Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan
keabsahan data dengan membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber
dengan pendekatan yang
berbeda, untuk mengecek atau membandingkan data penelitian yang telah
dikumpulkan. Hal ini dilakukan dengan cara, antara lain ; untuk mendapatkan
data tentang
nilai-nilai adat istiadat dan sistemsosial yang dapat
meperkuat semangat kebersamaan dalam keberagaman digunakan wawancara dengan pola pertanyaan
yang berbeda atau diambil dari satu sumber yang berbeda seperti dari
dokumen dan observasi. Jika terdapat
perbedaan, maka pendapat kepala sekolah yang dijadikan pedoman atau acuan.
4.
Mengupayakan
referensi yang cukup
Upaya ini dilakukan untuk menlngkatkan
keabsahan informasi yang diperlukan dengan menggunakan dukungan bahan referensi
secukupnya, baik dari media cetak maupun media elektronika. Mengupayakan
referensi yang cukup adalah menyediakan semaksimal mungkin sumber data dari
media cetak (buku, jurnal, majalah , koran dan makalah), serta realitas di
lapangan seperti catatan observasi dan foto dokumentasi.
5.
Melakukan membercheck
Seperti halnya pemeriksaan data yang lain, membercheck
juga dimaksudkan untuk memeriksa keabsahan data. Membercheck dilakukan
pada setiap akhir kegiatan wawancara, kepada pendukung kebudayaan Sunda Wiwitan di Cigugur , Kabupaten Kuningan ,
pengamat budaya dan budayawan Sunda di Kabupaten Kuningan. Dalam hal ini, peneliti berusaha
mengulangi kembali dalam
garis besarnya, berdasarkan catatan
peneliti, apa yang
telah dikatakan oleh responden tentang nilai-nilai adat istiadat dan sistemsosial yang dapat meperkuat semangat
kebersamaan dalam keberagaman di Kabupaten Kuningan .
Melalui membercheck mereka bisa
memperbaiki jika ada kekeliruan dan dapat menambahkan jika terdapat kekurangan.
Dengan membercheck dimaksudkan agar informasi yang diperolehdan
digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud dengan
responden.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahman Sya . Metode penelitian budaya (pendidikan) , Catatan Perkuliahan , 2011.
Koentjaraningrat .
Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan
, Jakarta: Djambatan , 1994.
Maleong
, Lexy J . Metode Penelitian Kualitatif , Bandung : Remaja Rosda Karya , 1999
Nasutin
, S . Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif , Bandung : Tarsito , 1996.
Setiadi , Elly M . dkk .Ilmu Sosial dan Budaya Dasar ( Edisi kedua ) ,
Jakarta: Prenada Media Group , 2007.
Tilaar , H.A.R. ,
Pendidikan , Kebudayaan , dan Masyarakat Madani Indonesia , Jakarta:
Kerjasama PT Remaja Rosda Karya dengan Yayasan AdikaryaIKAPI dan
Ford Foundation , 1999.
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong
guru untuk merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya
belajar dapat dimodifikasi. Keterampilan paling rendah menjadi dasar bagi
pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki Keterampilan
intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan.
Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkan pada yang lebih
kompleks (belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar
konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan
masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus
respon.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Belajar
merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuanpemahaman,
keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan
berbekas (Winkel, 1996 : 53). Menurut Gagne (Dahar 1996 : 11) belajar merupakan
suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman. Sama halnya dengan definisi belajar menurut Slameto (2003 : 2)
bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman dalam
berinteraksi dengan lingkungan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar sebagai proses yang terbentuk dari pengalaman karena adanya interaksi
individu dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan pada pribadi
individu tersebut. Perubahan ini dapat berupa tingkah laku, pengetahuan, atau
keterampilan. Sedangkan perubahan yang menjadi karakteristik perilaku belajar
menurut Syah (2006 : 116) yaitu:
a.
Perubahan intensional.
Perubahan yang terjadi karena proses belajar merupakan hasil dari pengalaman
yang disengaja dan disadari.
b.
Perubahan positif dan aktif.
Perubahan itu harus lebih baik dari sebelumnya, bermanfaat dan sesuai dengan
yang diharapkan. Selain itu perubahan tidak terjadi dengan sendirinya melainkan
terjadi karena usaha siswa sendiri.
Aliran psikologi belajar yang
sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Hakikat belajar menurut teori behavioristik adalah perubahan perilaku yang dapat diamati,
diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan
(stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan
hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak,
baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan
respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan,
asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku
S-R (stimulus-Respon).
Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut.
Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru
(stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati
dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu
hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.
Prinsip belajar
dalam teori behavioristik,
meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary
Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5)
Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage,
Berliner, 1984).
Reinforcement
and Punishment
Dengan model hubungan
stimulus-responnya, orang yang belajar didudukkan
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu diperoleh dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan (reinforcement)
dan akan menghilang bila dikenai hukuman
(punishment ).Dengan kata lain ,bila penguatan ditambahkan
(positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila penguatan dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement)
maka respon juga semakin kurang.
Primary
and Secondary Reinforcement
Dalam pengelompokan waktu , teori
belajar behavioristik adalah teori belajar abad ke-20
yang muncul semasa dengan teori belajar Gestalt-field . Sementara teori-teori
sebelum abad ke -20 , yang dikembangkan berdasarkan pemikiran filsafat tanpa
dilandasi eksperimen , yaitu teori disiplin mental , teori pengembangan alamiah
, dan teori apersepsi .
Karakteristik
Teori Behavioristik:
- Mementingkan faktor lingkungan
- Menekankan pada faktor bagian
- Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
- Sifatnya mekanis
- Mementingkan masa lalu
Teori belajar behavioristik meliputi
teori-teori stimulus - respon dan teori belajar Gestalt-field meliputi
teori-teori kognitif .
Teori belajar behavioristik adalah
teori belajar yang menjelaskan bahwa belajar itu adalah perubahan perilaku yang
dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan
belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab
belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik
terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da
kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
No comments:
Post a Comment