A.
Riwayat Tokoh
Pemikir Teori Gestalt
Perintis teori Gestalt
ini ialah Chr. Von Ehrenfels, dengan karyanya “Uber Gestaltqualitation“ (1890).
Aliran ini menekankan pentingnya keseluruhan yaitu sesuatu yang melebihi
jumlah unsur-unsurnya dan timbul lebih dulu dari pada bagian-bagiannya. Para Pengikut
aliran psikologi Gestalt mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan konsepsi
aliran-aliran lain. Bagi yang mengikuti aliran Gestalt perkembangan itu adalah
proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer ialah
keseluruhan, sedangkan bagian-bagiannya adalah sekunder. Bagian-bagian hanya
mempunyai arti sebagai bagian dari pada keseluruhan dalam hubungan fungsional
dengan bagian-bagian yang lain. Keseluruhan ada terlebih dahulu, baru disusul
oleh bagian-bagiannya.
Teori ini kemudian dikembangkan di Eropa
pada sekitar tahun 1920-an. Psikologi gestalt memperkenalkan suatu pendekatan
belajar yang berbeda secara mendasar dengan teori asosiasi (behaviorism).
Tepatnya lahir di
Jerman tahun 1912 dipelopori dan dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880 – 1943)
yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Hasil pengamatannya ia
menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan menghendaki agar murid
belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis. Sumbangannya ini
diikuti tokoh-tokoh lainnya, seperti Wolfgang Kohler (1887 – 1959) yang
meneliti tentang “insight” pada simpanse yaitu mengenai
mentalitas simpanse (ape) di pulau Canary. Kurt Koffka (1886 – 1941) yang
menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, dan Kurt Lewin
(1892 – 1947) yang mengembangkan suatu teori belajar (cognitif field) dengan menaruh
perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Penelitian-penelitian mereka
menumbuhkan psikologi gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi,
struktur, dan pemetaan dalam pengalaman.
B. Pokok-pokok
Teori
Istilah ‘gestalt’
merupakan istilah bahasa Jerman yang sukar dicari terjemahannya dalam
bahasa-bahasa lain. Arti gestalt bisa
bermacam-macam, yaitu form, shape (dalam bahasa Inggris) atau
bentuk, hal, peristiwa, hakikat, esensi, totalitas. Terjemahannya dalam bahasa
Inggris pun bermacam-macam antara lain shape
psychology, configurationism, whole psychology dan sebagainya. Karena
adanya kesimpangsiuran dalam penerjemahannya, akhirnya para sarjana di seluruh
dunia sepakat untuk menggunakan istilah ‘gestalt’
tanpa menerjemahkan ke dalam bahasa lain.
Esensi dari teori psikologi gestalt adalah bahwa pikiran
(mind) adalah usaha-usaha untuk menginterpretasikan sensasi dan
pengalaman-pengalaman yang masuk sebagai keseluruhan yang terorganisir
berdasarkan sifat-sifat tertentu dan bukan sebagai kumpulan unit data yang
terpisah-pisah (Orton, 1990:89). Para pengikut gestalt berpendapat bahwa
sensasi atau informasi harus dipandang secara menyeluruh, karena bila
dipersepsi secara terpisah atau bagian demi bagian, maka strukturnya tidak
jelas. Menurut Katona (dalam Resnick&Ford, 1981:139) penemuan struktur
terhadap sensasi atau informasi diperlukan untuk dapat memahaminya dengan
tepat.
Pokok-pokok pandangan
teori gestalt berangkat dari empat asumsi dasar (Mohamad Surya, 2004:31),
yaitu:
1.
Perilaku molar
hendaknya lebih banyak dipelajari dibandingkan dengan pandangan molecular. Perilaku molecular adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau
keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku moral
adalah perilaku dalam kaitannya dengan lingkungan luar.
2.
Hal terpenting dalam mempelajari perilaku adalah membedakan
antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis
adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral adalah
merujuk kepada sesuatu yang nampak.
3.
Organisme tidak mereaksi pada rangsangan lokal atau
unsur-unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap
keseluruhan obyek atau peristiwa.
4.
Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensori adalah
merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis.
Teori gestalt
dibangun dari data hasil eksperimen yang sebelumnya belum dapat dijelaskan oleh
ahli-ahli teori asosiasi. Meskipun pada awalnya psikologi gestalt hanya
dipusatkan pada fenomena yang dapat dirasa, tetapi pada akhirnya difokuskan
pada fenomena yang lebih umum, yaitu hakikat belajar dan pemecahan masalah (Resnick
& Ford, 1981:129-130).
Psikologi gestalt
bermula pada lapangan pengamatan (persepsi) dan mencapai sukses yang
terbesar juga dalam lapangan ini. Demonstrasinya mengenai peranan
latar belakang dan organisasinya terhadap proses-proses yang diamati
secara fenomenal demikian meyakinkan sehingga boleh dikatakan tidak dapat
dibantah. Ketika para ahli psikologi gestalt beralih dari masalah pengamatan ke
masalah belajar, maka hasil-hasil yang telah kuat/sukses dalam penelitian
mengenai pengamatan itu dibawanya dalam studi mengenai belajar. Karena asumsi
bahwa hukum–hukum atau prinsip-prinsip yang berlaku pada proses
pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami
proses belajar orang perlu memahami hukum-hukum yang menguasai proses
pengamatan itu. Pada pengamatan itu menekankan perhatian pada bentuk yang
terorganisasi (organized form) dan
pola persepsi manusia. Pemahaman dan persepsi tentang
hubungan-hubungan dalam kebulatan (entities)
adalah sangat esensial dalam belajar. Psikologi gestalt ini terkenal juga
sebagai teori medan (field) atau
lazim disebut cognitive
field theory. Kelompok pemikiran ini
sependapat pada suatu hal yakni suatu prinsip dasar bahwa pengalaman manusia
memiliki kekayaan medan yang memuat fenomena keseluruhan lebih dari pada
bagian- bagiannya.
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses
persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki
hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi
terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi
pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil. Menurut para ahli psikologi
gestalt manusia itu bukanlah hanya sekedar mahluk reaksi yang hanya berbuat
atau bereaksi jika ada perangsang yang mempengaruhinya. Manusia adalah
individu yang merupakan kebulatan jasmani dan rohani. Sebagai individu manusia
berinteraksi dengan dunia luar dengan kepribadianya dan dengan caranya yang
unik.
Selanjutnya
Wertheimer, seorang yang di pandang pendiri aliran ini mengemukakan
eksperimennya mengenai “Scheinbewegung“
(gerak semu) memberikan kesimpulan, bahwa pengamatan mengandung hal yang
melebihi jumlah unsur-unsurnya. Penelitian dalam bidang optik ini juga
dipandang berlaku (kesimpulan serta prinsip-prinsipnya) di bidang lain,
seperti misalnya di bidang belajar.
C.
Hakikat Belajar
Berpikir sebagai fenomena dalam cara
manusia belajar, diakui oleh para ahli psikologi gestalt sebagai sesuatu yang
penting. Menurut Kohler (dalam Orton, 1991:89) berpikir bukan hanya proses
pengaitan antara stimulus dan respon, tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai
pengenalan sensasi atau masalah secara keseluruhan yang terorganisir menurut
prinsip tertentu. Katona, seorang ahli psikologi gestalt yang lain, juga tidak
sependapat dengan belajar dengan pengaitan stimulus dan respon. Berdasarkan
hasil penelitiannya ia membuktikan bahwa belajar bukan hanya mengingat
sekumpulan prosedur, melainkan juga menyusun kembali informasi sehingga
membentuk struktur baru menjadi lebih sederhana (Resnick & Ford,
1981:143-144).
Menurut teori gestalt, belajar
merupakan suatu proses perolehan atau perubahan insait-insait (insight), pandangan-pandangan (outlooks), harapan-harapan, atau
pola-pola pikir (Ratna Wilis Dahar, 1988:24). Insight adalah pengamatan dan pemahaman
mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam suatu situasi
permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori gestalt, guru
tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi
selalu satu kesatuan yang utuh. Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau
bahan yang mengandung persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan
hubungan antar bagian, memperoleh insight
agar ia dapat memahami keseluruhan situasi atau bahan ajaran tersebut. Insight itu sering dihubungkan dengan
pernyataan spontan seperti “aha” atau “oh, see
now”. Menurut teori gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat
global terhadap objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari
keseluruhan, baru kemudian berproses kepada bagian-bagian.
Menurut aliran
teori belajar gestalt, bahwa seseorang dikatakan belajar jika mendapatkan insight. Insight ini diperoleh kalau seseorang melihat hubungan tertentu
antara berbagai unsur dalan situasi tertentu. Dengan adanya insight maka didapatlah pemecahan
problem, dimengertinya persoalan; inilah inti belajar. Jadi yang penting
bukanlah mengulang-ulang hal yang harus dipelajari, tetapi mengertinya,
mendapatkan insight. Adapun timbulnya
insight itu tergantung kepada
beberapa hal, yakni:
1.
Kesangupan, maksudnya
kesanggupan atau kemampuan intelegensi individu.
2.
Pengalaman, karena
belajar, berati akan mendapatkan pengalaman dan pengalaman itu mempermudah
munculnya insght.
3.
Taraf
kompleksitas dari suatu situasi, semakin komplek situasinya semakin sulit
masalah yang dihadapi.
4.
Latihan, dengan
banyaknya latihan akan dapat mempertinggi kesangupan memperoleh insight, dalam situasi-situasi yang
bersamaan yang telah dilatih.
5.
Trial and eror, sering seseorang itu tidak dapat memecahkan suatu masalah,
baru setelah mengadakan percobaan-percobaan, sesorang itu dapat menemukan
hubungan berbagai unsur dalam problem itu, sehingga akhirnya menemukan insight.
Menurut
Hilgard (1948 : 190-195) memberikan enam macam sifat khas belajar dengan insight:
1. Insight termasuk pada kemampuan dasar
Kemampuan dasar berbeda-beda dari individu yang satu ke
individu yang lain. Pada umumnya anak yang masih sangat muda sukar untuk
belajar dengan insight ini.
2. Insight itu tergantung pengalaman masa
lampau yang relevan.
3. Insight tergantung kepada pengaturan
secara eksperimental.
4. Insight itu didahului oleh suatu periode
coba-coba.
5. Belajar
dengan insight itu dapat diulangi.
6. Insight yang telah sekali didapatkan
dapat dipergunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.
Keseluruhan
ini memberikan beberapa prinsip belajar yang penting, antara lain :
1.
Manusia
bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara
intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional,sosial dan sebagainya
2.
Belajar adalah
penyesuaian diri dengan lingkungan.
3.
Manusia
berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan
segala aspek-aspeknya.
4.
Belajar adalah
perkembangan kearah diferensiasi ynag lebih luas.
5.
Belajar hanya
berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
6.
Tidak mungkin
ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi memberi dorongan yang menggerakan
seluruh organisme.
7.
Belajar akan
berhasil kalau ada tujuan.
8.
Belajar
merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang
diisi.
Jadi, menurut
pandangan psikologi gestalt dapat disimpulkan bahwa seseorang memperoleh
pengetahuan melalui sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara
menyeluruh kemudian menyusunnya kembali dalam struktur yang lebih sederhana
sehingga lebih mudah dipahami.
D.
Hukum-hukum Belajar Gestalt
Dalam
hukum-hukum belajar gestalt ini ada satu hukum pokok, yaitu hukum Pragnaz, dan
empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada hukum pokok itu, yaitu
hukum-hukum keterdekatan, ketertutupan, kesamaan, dan kontinuitas.
1. Hukum Pragnaz
Hukum Pragnaz
ini menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian, yaitu berarah kepada
Pragnaz. Hal ini mengandung arti suatu keadaan yang seimbang, yang
mencakup sifat-sifat keturunan, kesederhanaan, kestabilan, simetri, harmonis
dan sebagainya.
Medan
pengamatan, setiap hal yang dihadapi oleh individu, mempunyai sifat dinamis,
yaitu cendrung untuk menuju keadaan Pragnaz itu, keadaan seimbang. Keadaan yang
problematis adalah keadaan yang tidak Pragnaz, tidak teratur, tidak sederhana,
tidak stabil, tidak simetris, dan sebagainya. Pemecahan masalah tersebut adalah
mengadakan perubahan ke dalam struktur medan atau hal itu dengan
memasukkan hal-hal yang dapat membawa hal problematis ke sifat Pragnaz.
Untuk menemukan Pragnanz diperlukan
adanya pemahaman atau insight,
menurut Ernest Hilgard ada enam ciri dari belajar pemahamn ini yaitu:
1.
Pemahaman
dipengaruhi oleh kemampuan dasar.
2.
Pemahaman
dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu yang relevan.
3.
Pemahaman
tergantung kepada pengaturan situasi, sebab insight itu hanya mungkin terjadi
apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa sehingga segala aspek yang
perlu dapat diamati.
4.
Pemahaman
didahului oleh usaha coba-coba, sebab insight
bukanlah hal yang dapat jatuh dari langit dengan sendirinya, melainkan adalah
hal yang harus dicari.
5.
Belajar
dengan pemahaman dapat diulangi, jika sesuatu problem yang telah dipecahkan
dengan insight lain kali diberikan lagi kepada pelajar yang bersangkutan, maka dia
dapat langsung memecahkan problem itu lagi.
6.
Suatu
pemahaman dapat diaplikasikan atau dipergunakan bagi pemahaman situasi lain.
2. Hukum-hukum Tambahan
Ahli-ahli
psikologi gestalt telah mengadakan penelitian secara luas dalam bidang
penglihatan dan akhirnya mereka menemukan bahwa objek-objek penglihatan itu
membentuk diri menjadi gestalt-gestalt menurut prinsip-prinsip tertentu. Adapun
prisip-prinsip tersebut dapat dilihat pada hukum-hukum, yaitu :
1.
Hukum
keterdekatan, artinya yang terdekat merupakan gestalt.
2.
Hukum
ketertutupan, artinya yang tertutup merupakan gestalt.
3.
Hukum kesamaan,
artinya yang sama merupakan gestalt.
4.
Hukum
kontinuitas, artinya yang kontinu merupakan gestalt.
Teori gestalt
banyak dipakai dalam proses desain dan cabang seni rupa lainnya, karena banyak
menjelaskan bagaimana persepsi visual bisa terbentuk. Persepsi jenis ini bisa
terbentuk karena:
1.
Kedekatan
posisi (proximity)
2.
Kesamaan
bentuk (similiarity)
3.
Penutupan
bentuk (closure)
4.
Kesinambungan
pola (continuity)
5.
Kesamaan arah
gerak (common fate)
Faktor inilah
yang menyebabkan kita sering bisa merasakan keteraturan dari pola-pola yang
sebenarnya acak. Misalnya saat seseorang melihat awan, dia dengan mudah bisa
menemukan bentuk muka seseorang. Hal ini disebut pragnan.
E.
Kondisi Pendukung
Proses Belajar Efektif
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran seperti
dikutip Mohamad Surya (2004:34-35) antara lain:
1.
Pengalaman
tilikan (insight); bahwa tilikan
memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran,
hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
2.
Pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning);
kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam
proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif
sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan
masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya.
Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan
logis dengan proses kehidupannya.
3.
Perilaku
bertujuan (pusposive behavior); bahwa
perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan
stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin
dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal
tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan
sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami
tujuannya.
4.
Prinsip
ruang hidup (life space); bahwa
perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh
karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi
dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5.
Transfer
dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam
tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip
pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan
umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi
untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh
karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai
prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
F.
Faktor Determinan
yang Mempengaruhi Masalah Belajar
Faktor dominan
yang menghambat dalam belajar dapat digolongkan menjadi empat macam, seperti
yang dikemukan Oemar Hamalik dalam bukunya Metode Belajar dan Kesulitan Belajar (1982:83) yaitu :
1. Faktor-faktor yang bersumber dari diri anak
adalah sebagai berikut :
a. Kesehatan yang
sering terganggu
b. Kecakapan
mengikuti pelajaran
c. Kebiasaan
belajar
d. Kurangnya
penguasaan bahasa.
2. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan
sekolah :
a. Cara
memberikan pelajaran
b. Kurangnya
bahan-bahan bacaan
c. Bahan
pelajaran tidak sesuai dengan kemampuan
d.
Penyelenggaraan pengajaran terlalu padat
3. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan
keluarga :
a. Masalah broken
home
b. Rindu kampung
c. Bertamu dan
menerima tamu
d. Kurangnya
kontrol orang tua.
4. Faktor yang bersumber dari lingkungan
masyarakat :
a. Gangguan dari
jenis kelamin lain
b. Bekerja
disamping belajar di sekolah
c. Aktif
berorganisasi
d. Tidak dapat
membagi waktu, rekreasi dan waktu senggang
e. Tidak
mempunyai teman belajar
Keempat faktor di
atas, tidak jauh berbeda dengan faktor yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto
(2004) dalam bukunya, Psikologi
Pendidikan, yaitu:
1. Faktor pada diri
organisme itu sendiri yang disebut faktor individual. Termsuk ke dalam faktor
ini adalah kematangan/pertumbuhan, kecrdasan, latihan, motivasi, dan faktor
pribadi.
2. Faktor di luar individu
yaitu faktor sosial. Termasuk ke dalam faktor ini adalah keluarga/keadaan rumah
tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam
belajar-mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.
Upaya untuk
menghindari kesulitan belajar dalam proses belajar mengajar sudah menjadi
harapan setiap guru/pengajar agar siswanya dapat mencapai prestasi. Namun, pada
kenyataan tidak selalu seperti yang diharapkan. Beberapa siswa menunjukkan
nilai kurang meskipun sudah diusahakan dengan sebaik-baiknya. Kesulitan belajar
merupakan suatu gejala yang dapat dilihat dalam berbagai jenis kenyataan. Di
sini guru/pengajar sebagai orang yang bertanggung jawab dalam proses belajar
mengajar berperan untuk dapat memahami gejala-gejala kesulitan belajar. Bagi
seorang guru/pengajar yang memahami kesulitan belajar siswa merupakan dasar
dalam usaha memberi bantuan kepada siswa. Beberapa ciri tingkah laku kesulitan
belajar:
a.
Menunjukkan hasil belajar yang rendah.
b.
Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang
dilakukan.
c.
Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar.
d.
Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh,
suka menentang, dusta.
e.
Menunjukkan tingkah laku yang berlainan, seperti suka
membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR).
f.
Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti
perenung, rendah diri, sedih, menyesal, pemarah, mudah tersinggung, dan
sebagainya.
Tiap siswa tentu
memiliki keinginan supaya dalam belajar dapat berhasil sebaik-baiknya. Tidak
ada yang mengharapkan kegagalan dalam belajar. Kegagalan akan menimbulkan
kekecewaan, malas belajar, rendah diri atau bahkan mungkin dapat mempengaruhi
jiwanya. Demikian juga harapan pendidik dan pengajar menghendaki siswanya
berhasil belajar dengan baik tanpa mengalami hambatan. Dalam buku Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar
oleh Suparno, S. dan Koestoer, H. Partowisastro. (1986:54) dikatakan
bahwa salah satu tugas paling sulit bagi guru/pengajar dan penyuluh pendidikan
ialah mengadakan diagnosis dan membantu memecahkan kesulitan belajar yang
dihadapi siswa. Dengan demikian, tidak dapat diketahui dengan pasti apakah
suatu cara pemecahan kesulitan dapat dipergunakan untuk menolong memecahkan
kesulitan setiap siswa. Dalam pemecahan masalah diperlukan langkah-langkah yang
teratur agar pemecahan masalah dapat dilakukan dengan teliti. Langkah-langkah
tersebut terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu :
1.
Penelaahan status. Tahap ini merupakan tahap identifikasi
hakikat dan seberapa luas cakupan masalah kesulitan belajar yang dihadapi oleh
siswa.
2.
Perkiraan sebab. Tahap ini merupakan perkiraan alasan atau
sebab yang mendasari pola hasil belajar yang diperlihatkan oleh siswa yang
bersangkutan.
3.
Pemecahan dan penilaian. Tahap ini merupakan tahap usaha
menghilangkan sebab timbulnya kesulitan yang dihadapi siswa, dan apabila tidak
dapat disembuhkan, akan menjadi tahap untuk memberikan bantuan kepada siswa
sesuai dengan sebabnya.
G.
Analisa dan
Pembahasan
Teori gestalt merepukan
salah satu bukti penemuan yang dapat mengilhami dunia pendidikan. Teori ini
telah memperkaya teori-teori yang ada sebelumnya. Sehingga bagi kita memiliki
banyak pilihan referensi untuk mengaplikasikannya dalam proses belajar
mengajar.
Tidak ada satu
teori yang cocok untuk semua kondisi pembelajaran, sebab jeni-jenis belajar itu
berbeda-beda. Belajar ada yang bertahap rendah dan ada yang bertahap tinggi,
ada yang belajar dalam tingkat biologis dan ada yang belajar pada tingkat
rohaniah, ada belajar yang bersifat skills
atau kecekatan dan ada yang bersifat rasional (Ngalim Purwanto: 2004). Oleh
karena itu, kita perlu memilah-milah teori tersebut dan memandangnya sesuai
kebutuhan jenis-jenis belajar yang
diselidiki.
Namun, secara
umum proses belajar mengajar melibatkan beberapa komponen, yakni, pengajar,
pelajar, metode dan alat pembelajaran, materi, serta lingkungan. Proses
pembelajaran yang efektif adalah proses interaksi antara pelajar dan pembelajar
dalam situasi yang kondusif. Dalam
keseluruhan kegiatan belajar mengajar, faktor pengajar memegang peranan utama
atas keberhasilan pembelajaran. Salah satu yang paling strategis adalah
mengenal dan menerapkan berbagai aspek psikologis dalam keseluruhan kegiatan
pendidikan, khususnya proses belajar mengajar (Mohamad Surya: 2004).
Dalam mewujudkan
perilaku mengajar yang tepat, diperlukan karakteristik pengajar sebagai
berikut:
1.
Memiliki minat yang besar terhadap pelajaran dan mata
pelajaran yang diajarkannya.
2.
Memiliki kecakapan untuk memperkirakan kepribadian dan
suasana hati secara tepat serta membuat kontak dengan kelompok secara tepat.
3.
Memiliki kesabaran, keakraban, dan sensitivitas yang
diperlukan untuk menumbuhkan semangat belajar.
4.
Memiliki pemikiran yang imajinatif (konseptual) dan praktis
dalam usaha memberikan penjelasan kepada peserta didik.
5.
Memiliki kualifikasi yang memadai dalam bidangnya, baik isi
maupun metode.
6.
Memiliki sikap terbuka, luwes, dan eksperimental dalam metode
dan teknik.
Interaksi
pembelajaran terjadi proses saling mempengaruhi antara pembelajar dengan
pelajar dalam bentuk pencapaian hasil belajar. Agar proses pembelajaran tersebut
berlangsung efektif, pembelajar harus memperhatikan beberapa hal, yakni:
1.
Penjabaran tujuan
2.
Motivasi kepada siswa
3.
Penggunaan metode
4.
Urutan materi
5.
Bantuan dalamusaha pertama
6.
Pengaturan latihan secara efektif
7.
Masalah perbedaan individu
8.
Evaluasi dan bilbingan.
9.
Usaha menghapal, dan
10.
Bantuan dalam aplikasi hasil belajar.
Terpenting dari
semua itu adalah bagaimana pengajar dapat memberikan motivasi dan dorongan
kepada peserta didik untuk mampu mengkonstruksi pengalaman-pengalaman yang
dimiliki peserta didik. Sehingga seperti apa yang diharapkan oleh teori gestalt
belajar bukan menghapal tetapi memahami makna dari pengalaman-pengalaman yang
telah diperoleh, kemudian disusun kembali menjadi struktur yang sederhana.
H.
Kesimpulan dan
Saran
1.
Kesimpulan
Teori gestalt
merupakan salah satu teori belajar yang dikembangkan oleh para ahli pendidikan.
Teori ini dapat diaplikasikan pada proses pembelajaran, namun perlu disesuaikan
dengan karakteritik kegiatan belajar.
Menurut teori
gestalt belajar adalah suatu proses rentetan penemuan dengan bantuan
pengalaman-pengalaman yang sudah ada. Belajar terjadi karena adanya pengertian
(insight) yang muncul apabila
seseorang setelah beberapa saat mencoba memahami suatu masalah, tiba-tiba
muncul adanya kejelasan, keterkaitan hubungan, dipahami sangkut pautnya dan
dimengerti maknanya. Dengan demikian, manusia belajar memahami lingkungan
sekitarnya dengan jalan mengatur menyusun kembali pengalaman-pengalamannya yang
banyak dan berserakan menjadi suatu struktur dan kebudayaan yang berarti dan
dipahami olehnya.
2.
Saran
Teori gestalt
menginginkan adanya pengertian dalam belajar yang ditemukan dari
pengalaman-pengalaman yang diperoleh siswa sebelumnya. Oleh karena itu, proses
pembelajaran harus memberikan banyak pengalaman dan penelitian pada siswa,
sehingga mereka dapat mencari sendiri (pengertian) makna dari apa yang
dipelajarinya.
Tantangan bagi
para pendidik diharapkan agar kreatif menggali dan memahami karakteristik
pembelajaran, sehingga tidak salah dalam menentukan dan menerapkan teori, metode
dan pemilihan media belajar. Karakteristik yang perlu diperhatikan antara lain:
1.
Karakteristik dan kebutuhan pembelajar/siswa, kebutuhan siswa
Sekolah Dasar berbeda dengan Sekolah Menengah, siswa berkebutuhan khusus tentu
berbeda dengan siswa biasa, kemungkinan siswa perempuan dengan laki-laki
memerlukan perlakuan yang berbeda, begitu juga latar belakang siswa sangat
berpengaruh.
2.
Materi pelajaran, materi satu pelajaran dengan pelajaran yang
lain berbeda, pelajaran biologi akan berbeda dengan matematika, begitu juga
denan pelajaran lainnya.
3.
Lingkungan pendidikan, di sekolah yang ada di daerah
perkotaan dengan daerah di pedesaan bebeda karakteristiknya.
4.
Karakteristik media dan alat pembelajaran, media dan alat
pembelajaran juga mempengaruhi teori mana yang perlu digunakan, sebaliknya
teori yang dipakai mempengaruhi pada media dan alat apa yang digunakan.
Daftar Pustaka
Mudassir. (2006). Cara Belajar Efektif dan Bermakna dan
Beberapa Faktor Kesuitan Belajar Akuntansi. IQRA’4 3 Volume 2 Juli –
Desember 2006.
Mohamad Surya. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran.
Bandung: Pustaka Bani Quaraisy.
Ngalim Purwanto. (2004).
Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Ratna Wilis Dahar. (1988). Teori Belajar. Jakarta: P2LPTK.
1 comment:
Teori Gestalt: Memahami Fenomena Visual ~ BiteBrands http://bit.ly/10nN6Ox
Post a Comment