Sponsor

Monday 28 November 2011

Indonesia Segera Miliki Data Besaran Biaya Kanker



Istimewa memang Kanker ditetapkan sebagai penyebab utama kematian global dengan angka yang mencapai 13% (atau 7,4 juta) dari semua kematian setiap tahunnya (WHO, 2010) dan 70% dari kematian akibat kanker terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Diperkirakan angka kematian akibat kanker akan meningkat secara signifikan selama tahun-tahun mendatang. Disinyalir angka tersebut akan mencapai sekitar 13 juta kematian per tahun di seluruh dunia pada tahun 2030. Kecenderungan  ini bahkan lebih mencolok di Asia di mana jumlah kematian per tahun pada tahun 2002 sebesar 3,5 juta diperkirakan meningkat menjadi 8,1 juta pada tahun 2020 (Lancet, 2010) Beban ekonomi pengobatan kanker tidak hanya berdampak terhadap sistem kesehatan tetapi semakin juga untuk individu dan rumah tangga mereka yang terkena kanker lalu Dampak ini akan dirasakan paling kuat di kelompok social ekonomi rendah, khususnya (meskipun tidak secara eksklusif) di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di mana jaring pengaman sosial, seperti asuransi kesehatan universal kurang tersedia. Sebagai konsekuensinya, kanker bisa menjadi penyebab utama kemiskinan.

Hasbullah Thabrany, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia mengungkapkan, beban biaya kanker tidak hanya dihitung dari penderita, namun juga melibatkan beban ongkos yang harus ditanggung keluarga untuk transportasi bahkan menginap. Mengingat pasien kanker membutuhkan perawatan jangka panjang dan belum tentu langsung bisa dilayani oleh pusat layanan kesehatan dengan berbagai alasan, maka biaya yang ditimbulkan bisa makin besar, karena Biaya yang timbul akan besar. Untuk itulah, penting mengetahui berapa besar biaya yang dihabiskan oleh pasien kanker dan keluarganya selama perawatan. Indonesia sejauh ini belum memiliki data,” ujar Hasbullah dalam diskusi bersama media di Jakarta, baru-baru ini.

Dalam upaya mendukung pemerintah negara-negara di ASEAN menyusun diprogram pengendalian kanker berbasis data yang memadai, akan dilakukan sebuah studi berskala regional ASEAN yaitu ACTION Study (Asean CosTs In Oncology) bekerja sama dengan the George Institute for Global Health dan lembaga-lembaga di tingkat nasional, salah satunya adalah Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia melalui Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan dan Kebijakan Kesehatan , Studi ACTION yang ada di Indonesia melibatkan survei yang dilakukan sepanjang 2012. Responden yang terlibat dalam studi tersebut adalah pasien yang didiagnosis menderita kanker pada Januari 2012. Indonesia akan menjadi kontributor terbesar, yaitu 2400 pasien kanker dari jumlah total yang dikaji 10.000 responden.

Hasbullah mengungkapkan biaya pengobatan yang dihitung dalam survei ini meliputi harga obat yang harus dibayar, perawatan di rumah sakit, serta biaya sosial ekonomi, seperti biaya transportasi dan nilai produktivitas yang hilang karena pasien dan keluarga harus menunggu selama perawatan saat ini Pusat perawatan kanker terbatas, makanya pasien harus mengeluarkan ongkos tak sedikit untuk mencapai rumah sakit. Biaya sosial ekonomi makin meningkat jika yang sakit adalah pencari nafkah utama dalam keluarga,Meskipun kampanye mengenai deteksi kanker gencar dilakukan, namun kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya diagnosis dini masih rendah. “Banyak yang bilang deteksi dini biayanya mahal. Padahal sikap semacam ini menyebabkan beban ekonomi berat, mempengaruhi tidak hanya para korban kanker sendiri tetapi juga keluarga mereka, dan bahkan ekonomi negara tersebut,” ulas Hasbullah.

Dengan survei  diharapkan Indonesia akan segera memiliki database secara terperinci mengenai beban ekonomi yang ditimbulkan oleh kanker. Dengan data yang ada diharapkan hal ini akan mendorong pemerintah mengambil kebijakan yang terarah mengenai biaya perawatan kesehatan kanker,” ujar Hasbullah, Survei akan dilakukan di delapan rumah sakit yang berisi jumlah tertinggi penderita kanker. Rumah sakit terdiri dari RS Cipto Mangunkusumo General Hospital (RSCM), yang Dharmais, dan RS Persahabatan di Jakarta, sedangkan RS Hasan Sadikin di Bandung, Jawa Barat; di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo di Makassar, Sulawesi Selatan; Rumah Sakit Pirngadi di Medan, Sumatera Utara; Rumah Sakit Karyadi di Semarang, Jawa Tengah, dan Dr Sutomo Hospital di Surabaya, Jawa Timur.

Terdapat delapan negara yang berkomitmen terlibat dalam studi ini yaitu Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand dan Vietnam. Studi ACTION akan melihat dampak ekonomi, sosial dan kualitas hidup dari berbagai jenis kanker di negara-negara ASEAN, Beban kanker terus memburuk di Asia Selatan dan Timur. Lebih dari 5,3 juta kasus kanker  didiagnosis setiap tahunnya.  Karena perawatan sebagian besar masih tidak tersedia atau sulit didapatkan, lebih dari 3,7 juta kematian akibat kanker terjadi setiap tahun, yang merupakan hampir 70 persen dari semua kasus kanker.  Dengan demikian, sangatlah penting untuk memobilisasi dan mendorong pemerintah di negara-negara tersebut menetapkan strategi pengendalian kanker sebelum kanker merusak perekonomian, Di antara pria, kanker paru merupakan jenis kanker yang paling mematikan, diikuti oleh kanker hati dan kanker kolorektal.  Pada perempuan, kanker payudara, paru dan leher rahim merupakan kasus kematian terbesar, Namun demikian, ada variasi geografis yang besar di antara masyarakat ASEAN. Sebagai contoh, tingkat kematian untuk kanker payudara di Indonesia mencapai kisaran tiga kali lebih tinggi daripada di Laos dan Vietnam, sementara kanker perut di Vietnam sekitar empat sampai lima kali lebih tinggi dari Laos, Filipina dan Thailand.

Menurut data Kementerian Kesehatan, di Indonesia prevalensi tumor/kanker adalah 4,3 per 1000 penduduk. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007) kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi, cedera, perinatal, dan DM.

Sedangkan berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia (16,85%), disusul kanker leher rahim (11,78%).

Berdasarkan data Riskesdas (2007), salah satu faktor risiko yang menyebabkan tingginya kejadian kanker di Indonesia yaitu prevalensi merokok 23,7%, obesitas umum penduduk berusia ? 15 tahun pada laki-laki 13,9% dan pada perempuan 23,8%. Prevalensi kurang konsumsi buah dan sayur 93,6%, konsumsi makanan diawetkan 6,3%, makanan berlemak 12,8%, dan makanan dengan penyedap 77,8%. Sedangkan prevalensi kurang aktivitas fisik sebesar 48,2%.

Dampak negatif dari kanker pada individu dan masyarakat dapat sangat dikurangi melalui program pengendalian kanker.  Lingkup pengendalian kanker meluas dari pencegahan dan penapisan, pengobatan, rehabilitasi dan perawatan paliatif. Pelaksanaan tindakan pengendalian kanker memerlukan kemauan politik, mobilisasi sumberdaya, dan strategi bersama yang melibatkan organisasi pemerintah dan non-pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat dan pasien. (Go4Healthy/*)

Sumber : metronews .com

No comments: