Sponsor

Sunday 2 September 2012

Riwayat Hidup Robert Mills Gagne













 



Gagne
1916 - 2002
Robert Mills Gagne (21 Agustus 1916 s.d 28 April 2002), Gagne lahir di Andover Utara, Massachusetts. Ia mendapatkan gelar A.B dari Universitas Yalepada tahun 1937 dan gelar Ph.D dari Universitas Brown pada tahun 1940. Dia adalah seorang Professor dalam bidang psikologi dan psikologi pendidikan di Connecticut College khusus wanita (1940-1949), Universitas Negara bagian Pensylvania (1945-1946), Professor di Departemen penelitian pendidikan di Universitas Negara bagian Florida di Tallahasse mulai tahun 1969. Gagne juga menjabat sebagai direktur riset untuk angkatan udara (1949-1958) di Lackland, Texas dan Lowry, Colorado. Ia pernah bekerja sebagai konsultan dari departemen pertahanan (1958-1961) dan untuk dinas pendidikan Amerika Serikat (1964-1966), selain itu ia juga bekerja sebagai direktur riset pada Institut penelitianAmerika di Pittsburgh (1962-1965). Hasil kerja Gagne memiliki pengaruh besar pada pendidikan Amerika dan pada pelatihan militer dan industri. Gagne dan L. J. Briggs ada diantara pengembangan awal dari teori desain sistem instruksional yang menunjukkan bahwa semua komponen dari pelajaran atau periode instruksi dapat dianalisis dan semua komponen yang dapat dirancang untuk beroperasi bersama-sama sebagai suatu rencana untuk pengajaran.

2.      Pokok-Pokok Teori Gagne
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksioanal pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Keterampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki Keterampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutnkan pada yang lebih kompleks (belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan­pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas (Winkel, 1996 : 53). Menurut Gagne (Dahar 1996 : 11) belajar merupakan suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Sama halnya dengan definisi belajar menurut Slameto (2003 : 2) bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar sebagai proses yang terbentuk dari pengalaman karena adanya interaksi individu dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan pada pribadi individu tersebut. Perubahan ini dapat berupa tingkah laku, pengetahuan, atau keterampilan. Sedangkan perubahan yang menjadi karakteristik perilaku belajar menurut Syah (2006 : 116) yaitu:
a.       Perubahan intensional. Perubahan yang terjadi karena proses belajar merupakan hasil dari pengalaman yang disengaja dan disadari.
b.      Perubahan positif dan aktif. Perubahan itu harus lebih baik dari sebelumnya, bermanfaat dan sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu perubahan tidak terjadi dengan sendirinya melainkan terjadi karena usaha siswa sendiri.
c.       Perubahan efektif dan fungsional. Perubahan tersebut membawa pengaruh, makna dan manfaat tertentu bagi siswa. Perubahan yang fungsional berarti relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan dapat dimanfaatkan.
Gagne (Slameto, 2003 : 22) mengemukakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari manusia terbagi menjadi lima kategori yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motor dan sikap. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan.
Dalam suatu artikel signifikan berjudul“ Teknologi Pendidikan dan Proses Pembelajaran” (peneliti pendidikan, 1974), Gagne mendefinisikan instruksi sebagai “serangkaian kegiatan yang direncanakan untuk kegiatan eksternal yang mempengaruhi proses pembelajaran dan itu mempromosikan pendidikan”. Gagne juga dikenal untuk teori stimulus-responnya yang muthakir dari delapan jenis pembelajaran yang dibedakan dalam hal kualitas dan kuantitas dari respon stimulus yang mempunyai keterkaitan. Dari yang paling mudah hingga yang paling sulit atau komplek, ini adalah Signal Learning (Pavlovian Conditioning) Stimulus Response Learning (operant conditioning) Chaining (Complex Operant Conditioning) Verbal Association, Discrimination Learning, Concept Learning, Rule Learning, Problem Solving. Gagne berpendapat bahwa banyak keterampilan bisa dianalisis dalam suatu perilaku hirarki yang disebut pembelajaran hirarki. Seorang instruktur akan mengembangkan pembelajaran hirarki untuk sesuatu yang diajarkan dengan menyatakan keahlian untuk dipelajari sebagai perilaku tertentu dan untuk kemudian bertanya dan menjawab pertanyaan “apa yang ingin anda ketahui tentang bagaimana cara untuk melakukan tugas ini, setelah diberikan suatu petunjuk”. Gagne menguji Teori pembelajaran hirarki belajar, terutama menggunakan keterampilan aritmatika sederahana. Temuannya cenderung mendukung gagasan hirarki pembelajaran dan menujukkan bahwa individu jarang mempelajari keterampilan yang lebih tanpa sebelumnya tahu keahlian atau keterampilan yang lebih rendah.
Pendekatan Gagne pada pembelajaran dan pengajaran, terutama pada pendekatan desain sistem pengajaran, yang kadang-kadang dikritik sebagai yang paling pantas untuk kemahiran belajar informasi dan obyek Keterampilan intellektual, tidak diragukan lagi untuk sikap dan strategi kognitif, hasilnya tidak diragukan lagi hasil kerja Gagne mempunyai dampak yang cukup besar pada teori dan pemikirannya di kalangan pendidikan. Teori hirarkinya tentang langkah-langkah prasyaratan dalam pembelajaran mempunyai banyak implikasi untuk peruntunan instruksi dan ia merasa banyak memberikan konstribusi untuk pengembangan pendekatan ilmu pengetahuan pada pengajaran. Dibidang bahasa Inggris, contohnya ia diijinkan guru bahasa Inggris untuk menjabarkan keterampilan bahasa Inggris kedalam komponen yang lebih sederahana dan untuk mengajarkan komponen ini kedalam suatu urutan, memperkuat tanggapan yang benar dalam sepanjang perjalanan. Gagne befokus pada instruksi sistematis yang tepat yang juga membantu meletakan dasar untuk pengajaran individual dan sekolah akuntasi di kalangan masyarakat Amerika.

3.      Hakikat Belajar
M. Gagne dalam bukunya: The Conditioning of Learning mengemukakan bahwa: Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam did dan keduanya sating berinteraksi.
Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah mekanisme di mana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas. Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh peserta didik dari: (1) stimulus dan lingkungan, dan (2) proses kognitif.
Menurut Gagne (1977), belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu sebagai hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan (kondisi).Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan). Selain itu, dalam usaha mengatur kondisi ekstemal diperlukan berbagai rangsangan yang dapat diterima oleh panca indera, yang dikenal dengan nama media dan sumber belajar (Miarso, 2004 : 245).
Pembelajaran menurut Gagne hendaknya mampu menimbulkan peristiwa belajar dan proses kognitif. Peristiwa pembelajaran (instructional events) adalah peristiwa dengan urutan sebagai berikut: (1) menimbulkan minat dan memusatkan perhatian agar peserta didik siap menerima pelajaran, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran agar peserta didik tahu apa yang diharapkan dalam belajar itu, (3) mengingat kembali konseplprinsip yang telah dipelajari sebelumnya yang merupakan prasyarat, (4) menyampaikan materi pembelajaran, (5) memberikan bimbingan atau pedoman untuk belajar, (6) membangkitkan timbulnya unjuk kerja (merespon) peserta didik, (7) memberikan umpan balik tentang kebenaran pelaksanaan tugas (penguatan), (8) mengukur/mengevaluasi hasil belajar, dan (9) memperkuat retensi dan transfer belajar (Miarso, 2004 : 245-246). Teori Robert M. Gagne, yang disebut dengan sembilan peristiwa pembelajaran (model nine instructional events Gagne) adalah peristiwa yang dirancang oleh pendidik (eksternal) untuk membantu proses belajar dalam diri peserta didik (internal). Bentuk seutuhnya dari setiap peristiwa tidak harus ditetapkan untuk semua mata pelajaran. Guru perlu mengembangkan sendiri sesuai dengan kompetensi dasar untuk dapat membantu proses belajar peserta didik (Suciati & Irawan, 2001 : 62). Sedangkan urutannya tidak harus seperti dalam tabel di bawah ini, demikian pula tidak semua peristiwa harus digunakan dalam satu kegiatan pembelajaran Menurut Gagne, belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah iaku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif (Gagne, 1968). Lebih lanjut is menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar bersifat kompleks.
Gagne (1985) mengkaji masalah belajar yang kompleks dan menyimpulkan bahwa informasi dasar atau keterampilan sederhana yang dipelajari mempengaruhi terjadinya belajar yang lebih rumit. Menurut Gagne ada lima kategori kemampuan belajar, yaitu:
1.      Keterampilan intelektual atau kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan lambang. Keterampilan itu meliputi:
  1. Asosiasi dan mata rantai (menghubungkan suatu lambang dengan suatu fakta atau kejadian,
  2. Diskriminasi (membedakan suatu lambang dengan lambang lain),
  3. Konsep (mendefinisikan suatu pengertian atau prosedur),
  4. Kaidah (mengkombinasikan beberapa konsep dengan suatu cara),
  5. Kaidah lebih tinggi (menggunakan berbagai kaidah dalam memecahkan masalah;
2.      Strategi/siasat kognitif yaitu keterampilan peserta didik untuk mengatur proses internal perhatian, belajar, ingatan, dan pikiran;
3.      Informasi verbal yaitu kemampuan untuk mengenal dan menyimpan nama atau istilah, fakta, dan serangkaian fakta yang merupakan kumpulan pengetahuan;
4.      Keterampilan motorik yaitu keterampilan mengorganisasikan gerakan sehingga terbentuk keutuhan gerakan yang mulus, teratur, dan tepat waktu; dan
5.      Sikap yaitu keadaan dalam diri peserta didik yang mempengaruhi (bertindak sebagai moderator atas) pilihan untuk bertindak. Sikap ini meliputi komponen afektif (emosional), aspek kognitif, dan unjuk perbuatan (Miarso, 2004 : 551).

Selanjutnya, Gagne mengatakan bahwa untuk dapat memperoleh dan menguasai kelima kategori kapabilitas tersebut dengan sebaik­baiknya ada sejumlah kondisi yang perlu diperhatikan oleh para pendidik. Ada kondisi belajar internal, yang timbul dari memori peserta didik sebagai hasii dari belajar sebelumnya, dan ada sejumlah kondisi eksternal ditinjau dari peserta didik. Kondisi eksternal ini bila diatur dan dikelola dengan baik merupakan usaha untuk membelajarkan. Misalnya pemanfaatan atau penggunaan berbagai media dan sumber belajar.
Gagne mengelompokan jenis media pembelajaran menjadi tujuh macam, yaitu 1) benda untuk didemonstrasikan, 2) komunikasi lisan, 3) media cetak, 4) gambar diam, 5) gambar gerak, 6) film bersuara, dan 7) mesin belajar. Ketujuh kelompok media ini dikaitkan dengan kemampuan memenuhi fungsi menurut tingkat hirarki belajar yang dikembangkannya (Sadiman, dkk, 1986 : 23).
Berdasarkan kondisi internal dan eksternal ini, Gagne menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi. Model proses belajar yang dikembangkan Gagne didasarkan pada teori pemrosesan informasi, yaitu sebagai berikut:
1.      Rangsangan yang diterima panca indra akan disalurkan ke pusat syaraf dan diproses sebagai informasi.
2.      Informasi dipilih secara selektif, ada yang dibuang, ada yang disimpan dalam memori jangka pendek, dan ada yang disimpan dalam memori jangka panjang.
3.      Memori-memori ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan dapat diungkap kembali setelah dilakukan pengolahan.
Hasil penelitian Gagne tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar (learning hierarchies) yaitu urut­urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks. Misalnya satu standar kompetensi diajarkan
mandahului standar kompetensi lainnya.
Pada dasarnya, pengetahuan yang lebih sederhana harus dikuasai peserta didik terlebih dahulu dengan balk agar is dapat dengan mudah mempelajari pengetahuan yang lebih rumit (komplek). Pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa suatu standar kompetensi harus diajarkan mendahului standar kompetensi lainnya? Atas dasar apa penentuan itu? Apakah hanya didasarkan pada kata hati para guru dan pakar saja? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Gagne memberikan alasan pemecahan dan pengurutan materi pembelajaran dengan selalu menanyakan pertanyaan ini: Pengetahuan apa yang lebih dahulu harus dikuasai peserta didik agar ia berhasil.
Implikasi konsep hirarki belajar dalam pembelajaran adalah perlunya melakukan analisis instruksional yaitu proses menjabarkan perilaku umum mendasi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis. Dari susunan ini akan kelihatan kedudukan atau susunan perilaku khusus mana yang dilakukan lebih dahulu dari perilaku yang lain karena kedudukannya sebagai perilaku prasyarat, perilaku yang menurut urutan gerak fisik berlangsung lebih dahulu, perilaku yang menurut proses psikologis muncul lebih dahulu atau secara kronologis terjadi lebih awal. Dengan melakukan analisis instruksional akan tergambar susunan perilaku khusus dari yang paling awal atau sederhana sampai dengan yang paling akhir atau komplek (Suparman, 2004 : 99). Misalnya dalam belajar Matematika, Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang dilakukan secara prosedural atau hirarkis. Kedelapan tipe belajar tersebut, yaitu:
1.      belajar sinyal (signal learning),
2.      belajar stimulus respon (stimulus response learning),
3.      belajar merangkai tingkah laku (behavior chaining learning),
4.      belajar asosiasi verbal (verval chaining learning),
5.      belajar diskrim inasi (discrimination learning),
6.      belajar konsep (concept learning),
7.      belajar aturan atau kaidah (rule learning), dan
8.      belajar memecahkan masalah (problem solving learning).
Hirarki belajar empat tipe pertama disebut sebagai tipe belajar sederhana (simple type of learning), sedangkan empat tipe terakhir disebut tipe belajar hipotetik deduktif (deductive hypothetic learning) (Hamzah B. Uno, 2007 : 131). Kedelapan tipe belajar ini disusun berdasarkan pada hasil belajar yang diperoleh, dan bukan proses belajar yang dilalui peserta didik untuk sampai pada hasil itu. Selain itu, Gagne mencoba untuk menempatkan kedelapan tipe belajar itu dalam suatu urutan hirarkis, yaitu tipe belajar yang satu menjadi dasar atau landasan tipe belajar berikutnya. Artinya tipe belajar yang satu harus dikuasai terlebih dahulu, sebelum peserta didik mampu menguasai tipe belajar berikutnya. Dengan demikian peserta didik yang tidak menguasai. tipe belajar yang mendahului, akan mengalami kesulitan dalam menguasai tepe belajar yang lebih atas.
Selanjutnya, Gagne menambahkan empat tipe belajar pertama (no. 1 s.d 4) kurang relevan untuk belajar di sekolah, sedangkan empat tipe kedua (no. 5 s.d 8) lebih menonjolkan pada belajar bidang kognitif yang memang diutamakan di sekolah (Winkel, 2005 : 100-101). Untuk lebih jelasnya, kedelapan tipe belajar ini disajikan dalam tabel berikut:











Bagan 1 – Delapan Tipe Belajar
No.
Tipe Belajar
Hasil Belajar
Contoh Prestasi
1.
Belajar sinyal (signal learning)
Memberikan reaksi pada perangsang (S-R)
Guru sejarah yang galak ditakuti siswa-siswa tidak senang pada sejarah.
2.
Belajar stimulus respon (stimulus response learning)
Memberikan reaksi pada perangsang (S- R)
Guru memuji tindakan siswa - cenderung siswa mengulang.
3
Belajar merangkai tingkah laku (behavior chaining learning)
Menghubungkan gerakan yang satu dengan yang lain
Membuka pintu mobil-duduk­ kontrol persenelling-menghi­dupkan mesin-mene-kan kopling-pasang perseneling1- menginjak gas
4
Belajar asosiasi verbal (verbal chaining learning)
Memberikan reaksi verbal pada stimulus-/perangsang.
Nomor teleponmu?
 (021)   617812
5
Belajar diskriminasi (discrimination learning)
Memberikan reaksi yang berbeda pada stimulus- stimulus yang mempunyai kesamaan.
Menyebutkan merek mobil-mobil yang lewat di jalan
6
Belajar konsep (concept learning)
Menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu
Manusia, ikan paus, kera, anjing adalah mahkluk menyusui.
7
Belajar kaidah (rule learning)
Menghubungkan beberapa konsep
Benda yang bulat berguling pada alas yang miring.
8
Belajar memecahkan masalah (problem solving)
Mengembangkan beberapa kaidah menjadi prinsip pemecahan masalah.
Menemukan cara memperoleh energi dari tenaga atom, tanpa mencemarkan lingkungan hidup.

Dengan demikian, ada beberapa prinsip pembelajaran dari teori Gagne, yaitu antara lain berkaitan dengan: (a) perhatian dan motivasi belajar peserta didik, (b) keaktifan belajar dan keterlibatan langsung/pengalaman dalam belajar, (c) pengulangan belajar, (d) tantangan semangat belajar, (e) pemberian balikan dan penguatan belajar, serta (f) adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar. Selain itu, yang terpenting menurut Gagne adalah penciptaan kondisi belajar, termasuk lingkungan belajar, khususnya kondisi yang berbasis media, yaitu meliputi jenis penyajian yang disampaikan kepada peserta didik dengan penjadwalan, pengurutan dan pengorganisasiannya (Gagne, 1990 : 3). Semua ini akan berpengaruh atau berimplikasi pada pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB) atau Learning Resource Center (LRC).
Selain itu, teori pembelajaran Gagne menekankan pada prosedur pembelajaran yang telah terbukti berhasil meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu:
1.      Belajar merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individu, yang merubah stimuli yang datang dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang. Hasil-hasil belajar ini memberikan kemampuan melakukan berbagai penampilan;
2.      Kemampuan yang merupakan hasif belajar ini dapat dikategorikan bersifat praktis dan teoritis.
3.      Peristiwa-peristiwa di dalam pembelajaran yang mempengaruhi proses belajar dapat dikelompokkan ke dalam kategori umum, tanpa memperhatikan hasil belajar yang diharapkan. Namun tiap-tiap hasil belajar memerlukan adanya peristiwa-peristiwa khusus untuk dapat terbentuk (Gagne, 1985).
Dari uraian di atas tampak bahwa teori pembelajaran merupakan suatu kumpulan prinsip yang terintegrasi dan memberikan deskripsi (petunjuk) untuk mengatur kondisi agar peserta didik mudah belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Prinsip-prinsip pembelajaran dapat diterapkan dalam pembelajaran tatap muka di kelas maupun pembelajaran terbuka/jarak jauh, pembelajaran terprogram, dan lain-lain. Teori pembelajaran juga memberi arahan dalam memilih metode pembelajaran yang paling tepat untuk suatu pembelajaran tertentu.

4.      Kondisi Pendukung Dalam Proses Belajar Efektif
Kesempatan untuk belajar harus dapat dinikmati oleh setiap anggota masyarakat, dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. Oleh karena itu layanan pendidikan harus dapat menjangkau seluas mungkin seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat seharusnya dapat belajar secara mudah kapan saja, di mana saja, dari siapa saja, dan mengenai apa saja.
Belajar tidak hanya dilakukan oleh dan untuk individu, melainkan oleh dan untuk kelompok, bahkan oleh organisasi secara keseluruhan. Belajar itu ada di mana saja, kapan saja dan pada siapa saja, mengenai apa saja, dengan cara dan sumber apa saja yang sesuai dengan kondisi dan keperluan atau kebutuhan (Miarso, 2004 : 193-194).
Konsep belajar sebagai suatu upaya atau proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai akibat interaksi individu yang bersangkutan dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya. Salah satu tanda seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan nilai sikap (afektif). Dengan demikian, belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap (Gredler, 1994 : 1). Proses belajar pada hakekatnya terjadi dalam diri individu yang bersangkutan, walaupun prosesnya berlangsung dalam kelompok, bersama orang lain.
Belajar merupakan suatu proses pribadi yang tidak harus dan atau merupakan akibat kegiatan mengajar. Guru melakukan kegiatan mengajartidak selalu diikuti terjadinya kegiatan belajar pada peserta didik. Sebaliknya, peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar tanpa harus ada guru yang mengajar. Namun dalam kegiatan belajar peserta didik ini ada kegiatan membelajarkan, yaitu misalnya yang dilakukan oleh penulis buku bahan belajar, atau pengembang paket belajar, dan sebagainya (Miarso, 2004 : 553-554). Dengan demikian, belajar yang sesungguhnya (the real learning) perlu adanya sumber belajar.
Konsep belajar adalah mengingat, Belajar adalah memahami. Belajar adalah menerapkan (melakukan, keterampilan, praktek). Belajar adalah pengembangan diri.Aspek yang perlu dikembangkan dalam belajar adalah semua aspek yang ada pada manusia. Sedangkan menurut Howard Gardner (1983), manusia mempunyai delapan kemampuan jamak (8 ways of knowing multiple intelligencis) yaitu; (1) verbal (linguistic), (2) logical (mathematical), (3) visual (spatial), (4) intrapersonal, (5) interpersonal, (6) musical (rhythmic), (7) bodily (kinesthetic), dan (8) naturalist. Selain itu juga ada kecerdasan spritual dan aksential. Setiap individu memiliki kedelapan kecerdasan tersebut, tetapi dalam tingkat yang berbeda-­beda. Sehingga masing-masing perlu dikembangkan.
Pembelajaran adalah usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu upaya untuk menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik (Sadiman, dkk, 1986 : 7). Pembelajaran disebut juga kegiatan pembelajaran (instruksional) adalah usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar peserta didik membentuk diri secara positif dalam kondisi tertentu (Miarso, 2004 : 528). Dengan demikian, inti dari pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para peserta didiknya.
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 20, mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Depdiknas, 2003 : 7). Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar (BSNP, 2006 : 16). Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Oleh karena itu, perlu diciptakan proses pembelajaran yang menantang dan merangsang otak (kognitif), menyentuh dan menggerakkan perasaan (afektif), dan mendorong peserta didik untuk melakukan kegiatan (motorik) serta bila memungkinkan peserta didik mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan dalam suasana konkrit (Soedijarto, 2000 : 84). Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi peserta didik jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik.
Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan supaya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Pasal 19, PP No. 19 th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
Dalam proses pembelajaran, seorang pendidik dituntut untuk dapat membangkitkan motivasi belajar pada diri peserta didik. Seseorang tidak akan pernah belajar jika tidak termotivasi untuk itu. Orang tidak dapat dipaksa untuk belajar. Artinya harus memiliki keinginan untuk belajar. Maksudnya peserta didik harus termotivasi untuk melibatkan diri dalam proses belajar. Motivasi dan usaha mempengaruhi belajar dan unjuk kerja peserta didik. Oleh karena itu, motivasilah peserta didik dengan tugas-tugas riil dalam kehidupan nyata sehari-hari dan kaitkan tugas dengan pengalaman pribadinya Kemudian, doronglah peserta didik untuk memahami kaitan antara usaha dan hasil yang dicapai. Untuk mewujudkan model pembelajaran ini diperlukan berbagai sumber belajar.
Proses belajar bersifat individual dan kontekstual. Artinya, proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya. Peserta didik seharusnya tidak hanya belajar dari guru atau pendidik saja, tetapi dapat pula belajar dengan berbagai sumber belajar yang tersedia di lingkungannya. Sumber belajar dapat berupa pesan (massage), orang (people), bahan (materials/software), alat (devices/hardware), teknik (technique), dan lingkungan (setting).
Pesan adalah informasi pembelajaran yang akan disampaikan, dapat berupa ide, fakta, ajaran, nilai dan data. Dalam sistem persekolahan, pesan ini berupa seluruh mata pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik.
Orang adalah manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan. Contohnya guru, dosen, tutor, pustakawan, laboran, instruktur, widyaiswara, pelatih olah raga, tenaga ahli, produser, peneliti dan masih banyak lagi, bahkan termasuk peserta didik itu sendiri.
Bahan adalah perangkat lunak (software) yang mengandung pesan-pesan pembelajaran yang biasanya disajikan melalui peralatan tertentu ataupun oleh dirinya sendiri. Contohnya, buku teks, modul, transparansi (OHP), kaset program audio, kaset program video, program slide suara, programmed instruction, CAI (pembelajaran berbasis komputer), film dan lain-lain.
Alat adalah perangkat keras (hardware) yang digunakan untuk menyajikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Contohnya, OHP, proyektor slide, tape recorder, video/ CD player, komputer, proyektor film, dan lain-lain.
Teknik adalah prosedur atau langkah-­langkah tertentu yang disiapkan dalam menggunakan bahan, alat, lingkungan dan orang untuk menyampaikan pesan. Misalnya demonstrasi, diskusi, praktikum, pembelajaran mandiri, sistem pendidikan terbuka/jarak jauh, tutorial tatap muka, dan sebagainya Latar/lingkungan adalah situasi di sekitar terjadinya proses pembelajaran di mans peserta didik menerima pesan pembelajaran. Lingkungan dibedakan menjadi dua macam, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Lingkungan fisik contohnya, gedung sekolah,
perpustakaan, laboratorium, aula, bengkel, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan non fisik contohnya, tata ruang belajar, ventilasi udara, cuaca, suasana lingkungan belajar dan lain-lain.
Sedangkan bahan dan alat yang sering disebut software dan hardware merupakan media pembelajaran (Sadiman, dkk, 1986 : 6-7). Dalam perkembangannya, bahan belajar itu sendiri ada yang bersifat on line, misalnya bahan belajar yang ditaruh di internet. Selain itu, ada pula yang bersifat off line, misalnya buku pelajaran, program audio, program video, VCD, modul, program multimedia, dan sebagainya. Dengan demikian media pembelajaran bisa dipahami sebagai media yang digunakan dalam proses dan tujuan pembelajaran.
Pada hakekatnya, alam semesta ini merupakan sumber belajar bagi manusia sepanjang masa. Jadi, konsep sumber belajar memiliki makna yang sangat luas meliputi segala yang ada di jagad raya ini. Menurut Assosiasi Teknologi Komunikasi Pendidikan (AECT), sumber belajar meliputi semua sumber (baik berupa data, orang atau benda) yang dapat digunakan untuk memberi fasilitas (kemudahan) belajar bagi peserta didik (Miarso, 1986).
Menurut Donal P. Ely (1978 : 3), sumber belajar adalah data, orang, dan atau sesuatu yang memungkinkan peserta didik melakukan belajar. Sumber belajar meliputi semua sumber yang berkenaan dengan data, manusia, barang-barang yang memungkinkan dapat digunakan secara terpisah atau kombinasi, yang oleh peserta didik biasanya digunakan secara optimal untuk memberikan fasilitas dalam kegiatan belajar (Silber Kenneth, 1977 : 8). Kemudian, sumber belajar disebut sebagai satu set bahan atau situasi yang dengan sengaja diciptakan untuk menunjang peserta didik belajar mandiri (Percival dan Ellington 1988 : 124). Dengan demikian, sumber belajar yang dimanfaatkan dalam pendidikan adalah suatu sistem yang terdiri dari sekumpulan bahan atau situasi yang diciptakan dengan sengaja dan dibuat agar memungkinkan peserta didik belajar secara individual. Sumber belajar inilah yang sering disebut dengan media pembelajaran.
Dalam pemilihan sumber belajar, ada beberapa kriteria, yaitu: (a) harus dapat tersedia dengan cepat, (b) harus memungkinkan peserta didik untuk memacu diri sendiri, dan (c) harus bersifat individual, dapat memenuhi berbagai kebutuhan peserta didik dalam belajar mandiri (Percival dan Ellington, 1988 : 125). Selain itu, sumber belajar adalah segala macam sumber yang ada di luar dirt seseorang (peserta didik) dan yang memungkinkan (memudahkan) terjadinya proses belajar. Oleh karena itu dalam pemilihan sumber belajar yang baik, perlu memperhatikan beberapa kriteria, yaitu: ekonomis, praktis dan sederhana, mudah diperoleh, bersifat fleksibel (luwes), dan komponen-komponennya sesuai dengan tujuan pembelajaran (Ahmad Rohani, 1997 : 112).
Ditinjau dari tipe atau asal-usulnya, sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1.      Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yaitu sum ber belajar yang secara khusus atau sengaja dirancang atau dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Contohnya, buku pelajaran, modul, program VCD pembelajaran, program audio pembelajaran, transparansi, CAI (Computer Asisted Instruction), programmed instruction, dan lain-lain.
2.      Sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang secara tidak khusus dirancang atau dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, tetapi dapat dipilih dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Contohnya: surat kabar, siaran televisi, pasar, sawah, waduk, pabrik, museum, kebun binatang, pabrik, terminal, pejabat pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama, olahragawan, dan lain-lain.
Konsepsi pembelajaran ini menuntut peserta didik aktif, responsif, dan aktif dalam mencari, memilih, menemukan, menganalisis, menyimpulkan, dan nnelaporkan hasil belajarnya. Sistem belajar semacam ini hanya dapat terlaksana dengan baik apabila tersedia sumber-sumber belajar yang memadai dan dikelola oleh suatu lembaga yaitu Pusat Sumber Belajar (PSB).
Gerakan pertumbuhan PSB secara historis merupakan suatu kemajuan yang bersifat graduil tetapi direncanakan, dari bentuknya yang pertama yaitu perpustakaan yang memberikan penekanan pada media cetak. Dalam melaksanakan kegiatannya, perpustakaan mereaksi atas permintaan­-permintaan dan memberikan layanan kepada para konsumen yang bervariasi secara luas. Selain itu, karena adanya pertumbuhan berikutnya berupa pengakuan akan semakin dibutuhkannya pelayanan dan kegiatan­kegiatan belajar non-tradisional, misalnya pembelajaran dengan modul, penggunaan metoda simulasi dan permainan, belajar sendiri dan bebas, dsb. Dengan demikian, salah satu alasan yang mendorong timbulnya PSB adalah adanya pengembangan sistem instruksional yang akan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran.
Pengembangan sistem instruksional adalah suatu proses yang sistematis dan terus­menerus yang akan mem bantu para pendidik dalam mengembangkan pengalaman­pengalaman belajar yang paling efektif dan efisien bagi peserta didik. Di dalam proses ini dapat diidentifikasi berbagai variasi pilihan kegiatan pembelajaran, di mana pilihan ditentukan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai.
Salah satu model pengembangan instruksional (Instructional System Design) (Gagne, 1979) yaitu: Tingkat Sistem: (1) analisis kebutuhan, tujuan umum, dan prioritas, (2) analisis sumber, hambatan, dan alternatif sistem peluncuran, (3) penentuan lingkup dan urutan kurikulum dan mata pelajaran, desain sistem peluncuran. Tingkat mata pelajaran: (4) menentukan struktur mata pelajaran dan urutan, (5) analisis tujuan mata pelajaran. Tingkat mata sajian/topik: (6) pendefinisian tujuan penampilan, (7) mempersiapkan rencana mata pelajaran, (8) mengembangkan, memilih media dan bahan belajar, dan (9) menilai/mengukur penampilan peserta didik (Suparman, 2004 : 62). Di sinilah letak hubungan yang penting antara PSB dengan Pengembangan Sistem Instruksional (instructional development).
Segala sumber dan bahan pembelajaran, segala macam peralatan audio visual, segala macam tipe personnel yang ada di dalam PSB, semuanya itu dimaksudkan untuk membantu mewujudkan pengembangan sistem instruksional untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Hakekat dari PSB adalah terpusat kepada kepentingan belajar peserta didik. Dalam rangka mengembangkan kepribadiannya dan untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran tertentu diperlukan lingkungan belajar tertentu, misalnya interaksi belajar dalam kelompok kecil, belajar mandiri, belajar babas, dan sebagainya.
Untuk dapat memilih macam lingkungan belajar yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan bahan tertentu yang kiranya sangat relevan, maka secara mutlak diperlukan adanya pengembangan sistem instruksional yang dilaksanakan secara sistematis dan sistemik. Sebaliknya, pengembangan sistem instruksional ini dapat dilaksanakan dengan balk bila ada perpustakaan bahan-bahan pembelajaran dan pelayanan peralatan yang relevan.
Sedangkan menurut Irving R. Merril dan Harold A. Drob, (1977 : 3) PSB dipandang sebagai suatu kegiatan yang terorganisasi yang terdiri dari Direktur PSB, staf, peralatan dan bahan-bahan pembelajaran yang ditempatkan dalam suatu lokasi yang mempunyai satu atau lebih fasilitas khusus untuk perencanaan, pembuatan, penyajian, pengembangan dan pelayanan perencanaan yang berhubungan dengan kurikulum dan pembelajaran pada suatu satuan pendidikan). Dengan demikian, PSB merupakan wahana yang memberikan fasilitas atau kemudahan pada proses pembelajaran, di mana berbagai jenis sumber belajar dikembangkan, dikelola, dan dimanfaatkan untuk membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran (Sukorini, 2007 : 96).
Perkembangan PSB mengalami beberapa tahapan, yaitu: tahap pertama, pemanfaatan dan pengembangan sumber belajar tidak dikelola dan diorganisir secara formal oleh suatu lembaga, melainkan hanya oleh orang perorang saja. Tahap kedua, dimulai dengan istilah perpustakaan yang mengoleksi sumber belajar berupa bahan cetak. Tahap ketiga, sesuai perkembangan peranan media audio visual dalam bidang pendidikan, timbulah perpustakaan yang dilengkapi dengan pelayanan audio visual.
Pada tahap keempat, perpustakaan semacam ini kemudian dilengkapi dengan ruang belajar non tradisional sehingga timbullah PSB yang terdiri dari perpustakaan, ruang belajar tradisional, dan pelayanan audio visual. Tahap kelima, di samping PSB terdiri dari perpustakaan, ruang belajar tradisional dan pelayanan audio visual juga ditambah dengan komponen kegiatan yang sangat penting, yaitu pengembangan sistem pembelajaran (Gary T. Peterson, 1975).
Dengan tahap perkembangan tersebut, PSB memberikan penekanan pada belajar peserta didik, balk sebagai hasil yang dicapai maupun proses yang dilalui untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

5.      Faktor-Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Masalah/Kesulitan Belajar
Dalam bukunya yang berjudul The Conditions of Learning” (1965), Gagne mengidentifikasikan mengenai kondisi mental seseorang agar siap untuk belajar. Ia mengemukakan apa yang dinamakan dengan ”nine events of instruction” atau sembilan langkah/peristiwa belajar. Sembilan langkah/ peristiwa ini merupakan tahapan-tahapan yang berurutan di dalam sebuah proses pembelajaran. Tujuannya adalah memberikan kondisi yang sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Agar kesembilan langkah/peristiwa itu berarti dan memberi makna yang dalam bagi siswa, maka guru harus melakukan apa yang memang harus dilakukan. Dengan kata lain menyediakan suatu pengalaman belajar atau apapun namanya agar kondisi mental siswa itu terus terjaga untuk kepentingan proses pembelajaran.
Apa yang dikemukan oleh Gagne itu akan berarti jika kita (guru) mampu menyediakan sesuatu (materi, sumber belajar, pengalaman belajar, aktivitas, dll.) yang memang dibutuhkan.
Tabel berikut ini memperjelas bagaimana kesembilan peristiwa belajar dan pembelajaran itu menjadi berarti karena proses mental yang seharusnya ada pada diri siswa telah difasilitasi oleh guru dengan langkah/tindakan kongrit. Jika diperhatikan secara mendalam, tabel di atas yang mencoba memperjelas penerapan model “nine events of instruction” yang dikemukakan oleh Gagne sudah mengimplementasikan teori pembelajaran yang bersifat perspektif dan teori belajar yang bersifat deskriptif. Dan yang paling esensial dari artikel ini adalah, bahwa di dalam proses pembelajaran guru harus paham benar seperti apa proses mental yang ada dalam diri siswa. Ketika guru menyadari akan hal itu, maka dengan mudah guru dapat memfasilitasi berbagai pengalaman belajar seperti apa yang cocok agar proses mental siswa tersebut terus berkembang.

LANGKAH PEMBELAJARAN
PROSES MENTAL SISWA
YANG DILAKUKAN
GURU
Menarik perhatian siswa
·         Merangsang daya penerimaan siswa.
·         Menciptakan curiosity siswa
·         Menciptakan efek-efek suara tertentu
·         Mengajukan pertanyaan yang menantang
Menyampaikan kepada siswa tentang tujuan pembelajaran
·         Membuat/menentukan tingkat harapan yang akan dicapai selama belajar
·         Menguraikan tujuan pada awal pelajaran, secara lisan maupun tertulis
Menstimulir/atau memanggil terlebih dahulu informasi atau pengetahuan yang sudah diperoleh sebelum proses pengajaran
·         Mendapatkan kembali atau dan menggiatkan short- term memory siswa
·         Bertanya, berdiskusi, melihat gambar/video, mendengarkan cerita sesuai topik yang dipelajari
Menyajikan isi pembelajaran
·         Siswa secara selektif menanggapi isi pelajaran
·         Menyampaikan materi pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode, pendekatan, strategi, dan alat bantu pelajaran.
Menyediakan pedoman atau petunjuk belajar
·         Siswa menulis berbagai hal untuk disimpan pada memori supaya bertahan lama.
·         Menyediakan pedomanpetunjuk belajar yang praktis
Memberi
kesempatan
untuk latihan/unjuk performance
·         Merespons pertanyaan, tugas, latihan, dll.
·         Memberi pertanyaan, tugas, latihan yang harus dilaksanakan
Memberi umpan balik
·         Mengetahui tingkat penguasaan materi dan tingkat kebenaran tugas yang dikerjakan
·         Memberi penguatan/ memuji
Melakukan penilaian
·         Mendapatkan/mempertegas kembali isi pelajaran sebagai bahan evaluasi akhir
·         Melakukan penilaian
Mengekalkan dan mengembangkan pengetahuan dan kemahiran siswa
·         Berlatih, mempraktikkan apa yang telah diperolehnya (kognitif, afektif, psikomotorik) dalam situasi yang baru
·         Menyediakan kesempatan yang luas bagi siswa untuk memanfaatkan berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan tersebut dalam situasi yang berbeda (praktikum, unjuk kerja, project, simulasi, dll).





Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:
a.       Mementingkan pengaruh lingkungan
b.      Mementingkan bagian-bagian
c.       Mementingkan peranan reaksi
d.      Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon
e.       Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
f.       Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
g.      Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.

6.      Analisis dan Pembahasan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pasal 1 dinyatakan bahwa konsep pembelajaran adalah suatu interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Ketentuan ini membawa implikasi terjadi proses pembelajaran berbasis aneka sumber yang memungkinkan terciptanya suatu situasi pembelajaran yang “hidup” dan menarik. Selanjutnya di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa, proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fi sik serta psikologis peserta didik.
Ketentuan yang tercantum di dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut adalah sebuah kemajuan atau lompatan yang jauh akan konsep proses pembelajaran. Karena selama ini sebelum konsep pembelajaran yang hakiki seperti rumusan diatas dikumandangkan bahkan diundangkan dunia pendidikan (sekolah) masih mengenal konsep teaching (pengajaran). Konsep pengajaran terlalu teacher oriented (berorientasi ke guru), guru satu-satunya sumber informasi, komunikasi berjalan satu arah dari guru ke siswa. Sedangkan konsep pembelajaran dalam pratiknya kebalikan dari konsep pengajaran. Menerapkan proses pembelajaran seperti yang diamanatkan didalam dua ketentuan yuridis tersebut.
Menurut hemat penulis tidaklah terlalu sulit. Mengapa? Karena saat ini dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet, seorang pembelajar (guru) dapat mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan. Informasi tersebut tidak hanya berhenti pada tataran konseptual, melainkan sampai ke contoh­contoh model pembelajaran aplikatif, baik di kelas atau di luar kelas. Belum lagi berbagai intitusi menawarkan seminar, training, workshop untuk para pembelajar bagaimana mengelola sebuah proses pembelajaran yang efektif, efisien, menarik, inovatif, dan menyenangkan. Reigeluth dan Merril (1983) menguraikan tentang tiga variabel dalam proses pembelajaran. Ketiga variabel itu yaitu: (1) kondisi pembelajaran; (2) metode pembelajaran; dan (3) hasil pembelajaran. Kondisi pembelajaran di dalamnya meliputi karakteristik materi ajar, karakterisitik kendala/ hambatan, dan karakteristik siswa. Metode pembelajaran di dalamnya meliputi strategi pengorganisasian materi, strategi penyampaian materi, dan strategi pengelolaan. Jika dua variabel dan berbagai sub variabel di dalamnya diperhatikan maka hasil pembelajaran (yang menekankan proses, misalnya bagaimana siswa menemukan dan mengatasi masalah atau menekankan hasil tan pa memperhatikan proses) dapat dicapai secara efektif dan efisien.

7.      Kesimpulan dan Saran
Sebagai penutup berikut ini beberapa kesimpulan, yaitu:
a.       Teori belajar Robert. M. Gagne ini membantu kita untuk memahami proses belajar yang terjadi di dalam diri peserta didik, mengerti kondisi-kondisi dan faktor­-faktor yang dapat mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar peserta didik sehingga dapat bertindak secara tepat.
b.      Belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan.
c.       Menurut Gagne, ada lima kemampuan belajar, yaitu: (1) keterampilan intelektual, (2) strategi kognitif, (3) informasi verbal, (4) keterampilan motorik, dan (5) sikap.
d.      Hirarki belajar (learning hierarchies) adalah urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks.
e.       Ada delapan tipe belajar Gagne yaitu: (1) belajar sinyal (signal learning), (2) belajar stimulus respon (stimulus response learning), (3) belajar merangkai tingkah laku (behavior chaining learning), (4) belajar asosiasi verbal (verbal chaining learning), (5) belajar diskriminasi (discrimination learning), (6) belajar konsep (concept learning), (7) belajar kaidah (rule learning), dan (8) belajar memecahkan masalah (problem solving learning).
f.       Sumber belajar meliputi semua sumber (baik berupa data, orang maupun benda) yang dapat digunakan untuk memberi fasilitas (kemudahan) dan menunjang belajar bagi peserta didik.
g.      Segala sumber dan bahan pembelajaran, segala macam peralatan audio visual, segala macam tipe personel yang ada di dalam PSB, semuanya itu dimaksudkan untuk membantu mewujudkan pengembangan sistem instruksional untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
h.      Fungsi dan kegiatan PSB akan sangat tergantung pada tujuan pembelajaran, fasilitas, peralatan, media dan bahan belajar yang dimiliki, staf pengelola PSB yang bersangkutan. Tetapi yang pasti bahwa kelima fungsi tersebut akan selalu ada dalam setiap PSB sebagai suatu lembaga yang berusaha untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Selain itu berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:
a.       Dalam kegiatan pembelajaran tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi supaya menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu misalnya teori Robert. M. Gagne agar bisa bertindak secara tepat Teori belajar Robert M. Gagne ini supaya dijadikan acuan atau landasan dalam melakukan intervensi dengan
mengembangkan PSB, sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan dan proses pembelajaran melalui pengembangan sistem instruksional.
b.      Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan supaya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
c.       Peserta didik supaya tidak hanya belajar dari guru atau pendidik saja, tetapi dapat belajar dengan berbagai sumber belajar berupa pesan (massage), orang (people), bahan (materials/software), alat (devices/ hardware), teknik (technique), dan lingkungan (setting) yang dikelola oleh suatu lembaga yaitu Pusat Sumber Belajar (PSB).

DAFTAR PUSTAKA

Bell Gredler, Margaret E. Belajar dan Pembelajaran. Terjemahan Munandir, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada bekerjasam a dengan PAU-UT, 1994.

Depdiknas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas, 2003.

Gagne, Robert M., The Conditions of Learning. NewYork: Holt, Rinehartand Winston, 1977.

-----------------------------------, The Cognitive Psychology of School Learning, Boston Toronto: Little, Brown and Company, 1985.

Merril, Irving R., Harold A. Drob, Criteria for Planning the Collage and University Learning Resource Center. Washington Dc,: Association for Educational Communication and Technology, 1977.

Miarso, Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Prenada Media, 2004.

Mudjiono, Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Penerbit Kerjasam a Pusat Perbukuan, Depdiknas dan PT. Rineka Cipta, 2002.

Peterson, Gary T., Conceptualizing the Learning Center. Washington Dc: Planning and Operating Media Centers, Association for Educational Communication and Technology, 1975.

Sadiman, Arief S., R. Rahardjo, Anung Haryono, Hardjito. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Penerbit CV. Rajawali, 1986.

Soedijarto, Pendidikan Nasional, Sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara-Bangsa (Sebuah Usaha Memahami Makna UUD 1945), Jakarta: Penerbit CINAPS, 2000.

Suparman, M. Atwi, Desain lnstruksional. Jakarta: Penerbitan Universitas Terbuka, 2004.

Suciati, Irawan, Prasetya, Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta: Depdiknas, Ditjen PT. PAU­UT, 2001.

Uno, Hamzah B., Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara, 2007.

Winkel, W.S., Psikologi Pengajaran. (Cetakan Ketujuh), Yogyakarta: Penerbit Media Abadi, 2005.

No comments: