"selamatkan hutan kita dengan menumbuhkan budaya menanam pohon dan melestarikannya demi anak cucu kita nanti"
HUTAN merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap komponen mahkluk hidup yang ada di bumi saat ini, karena dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil. Namun, kini sumber daya hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman yang ada hampir sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami penurunan fungsi secara drastis di mana hutan tidak lagi berfungsi secara maksimal sebagai akibat dari ekploitasi kepentingan manusia dengan melakukan penebangan hutan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Babel sendiri luas hutannya berdasarkan SK No. 357/Menhut-II/04 sekitar 657.510,00 ha. Dari luas hutan Bangka Belitung tersebut hingga pertengahan Agustus 2010 terdapat 87 kasus aktivitas pertambangan dan kebun tanpa izin (http://alamendah.wordpress.com) dan bulan November 2011 penambangan ilegal terjadi pada 30 persen luas hutan di Provinsi Bangka Belitung (http://www.eramuslim.com). Ini menunjukkan tingginya kerusakan hutan yang terjadi di provinsi ini.
Kerusakan hutan yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah lingkungan yang serius. Pemandangan yang mengerikan sebagai akibat dari berkurangnya keragaman hayati, penurunan kualitas lahan/tanah, kenaikan suhu bumi, bencana alam seperti banjir dan longsor yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia mengingatkan tinggi dan pentingnya nilai hutan kepada kita. Ini berarti bahwa terdapat nilai-nilai kebaikan dan orientasi hidup dari alam yang harus mulai dihargai.
Perlindungan hutan sebagai mata rantai pemeliharaan hutan harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dan menjadi satu kesatuan yang utuh dalam pelestarian hutan. Upaya pelestarian hutan ini harus dilakukan apapun konsekuensi yang harus dihadapi, karena sebetulnya peningkatan produktivitas dan pelestarian serta perlindungan hutan sebenarnya mempunyai tujuan jangka panjang.
Namun, dalam upaya untuk memaksimalkan fungsi hutan terkadang muncul berbagai hambatan untuk tercapainya fungsi dan manfaat hutan secara optimal yaitu dari individu manusia itu sendiri. Karena individu ini memiliki sumberdaya, baik sumber daya ekonomi maupun sumberdaya politik, mereka bisa berbuat apa saja demi memanfaatkan sumber daya ini. Akhirnya, lingkungan alam seperti hutan kemudian menjadi obyek/sasaran perlakuan dan tidak jarang pula dikorbankan.
Selain dari faktor individu manusia tersebut, pola struktur sosial dan sistem sosial di mana terbentuk dari individu/kelompok berinteraksi merupakan produk gerak sistem yang terbukti anti-ekologis. Pengaruh dari aspek politik, aspek ekonomi, aspek pendidikan, aspek hukum dan aspek-aspek lain turut terlibat baik buruknya lingkungan alam kita. Kerusakan lingkungan dan kurangnya konservasi lingkungan secara baik merupakan salah satu aspek-aspek tersebut.
Peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia yang dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Indonesia yang dilanjutkan dengan bulan Desember sebagai Bulan Menanam Nasional menjadi suatu titik momentum yang tepat untuk memupuk kesadaran kita dalam menjaga kelestarian hutan.
Kegiatan menanam pohon tersebut merupakan momentum strategis bagi bangsa Indonesia dalam upaya mengantisipasi perubahan iklim global, degradasi dan deforestasi hutan dan lahan, serta kerusakan lingkungan lainnya yang mengakibatkan penurunan produktivitas alam dan kelestarian lingkungan sehingga memberikan dorongan kepada semua pihak untuk selalu melaksanakan gerakan nyata penanaman pohon secara massal sehingga menambah tutupan lahan dan mencegah terjadinya bencana banjir dan longsor, konservasi keanekaragaman hayati, pencegahan dampak perubahan iklim sehingga mendukung pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Karena itu,‘penyelamatan fungsi hutan dan perlindunganya sudah saatnya menjadi tumpuan harapan bagi kelangsungan jasa produksi ataupun lingkungan untuk menjawab kebutuhan manusia.
Upaya perbaikan lingkungan harus diawali dari keinginan bersama yang masuk dalam suatu sistem secara terintegrasi dan komprehensif. Namun, mengendalikan jalinan sistem bukan pekerjaan mudah. Selain membutuhkan kerjasama antar berbagai subsistem yang sinergis, moral juga memiliki andil yang sangat penting. Sebagai suatu contoh misalnya, jika suatu sistem telah berjalan sesuai dengan fungsi, status, dan peran, tetapi nilai-nilai yang mengarahkan justru menyimpang dan lain sebagainya, maka sangat mungkin rusaklah sistem itu.
Perlu diperhatikan bahwa berinteraksi dengan alam bukan merupakan konflik kepentingan, tetapi merupakan aktivitas yang saling mengisi. Karena itu, konteks teknologi dan norma atau tradisi terletak pada muatan-muatan kearifan-kearifan lokal perlu digali dan dikembangkan lagi. Membangkitkan kearifan lokal merupakan salah satu cara menjaga lingkungan dan meredam watak eksploitasi manusia atas alam.
Selain itu, mempertahankan hutan berarti pula mempertahankan kondisi ekosistem hutan yang ada. Tekad untuk tetap mempunyai kawasan hutan yang baik harus dilakukan secara turun-temurun dan berlangsung secara terus-menerus untuk memupuk kesadaran kita dalam memenuhi kebutuhannya tanpa mengurangi kesempatan generasi-generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena itu, mari kita selamatkan hutan kita dengan menumbuhkan budaya menanam pohon dan melestarikannya demi anak cucu kita nanti.
HUTAN merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap komponen mahkluk hidup yang ada di bumi saat ini, karena dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil. Namun, kini sumber daya hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman yang ada hampir sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami penurunan fungsi secara drastis di mana hutan tidak lagi berfungsi secara maksimal sebagai akibat dari ekploitasi kepentingan manusia dengan melakukan penebangan hutan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Babel sendiri luas hutannya berdasarkan SK No. 357/Menhut-II/04 sekitar 657.510,00 ha. Dari luas hutan Bangka Belitung tersebut hingga pertengahan Agustus 2010 terdapat 87 kasus aktivitas pertambangan dan kebun tanpa izin (http://alamendah.wordpress.com) dan bulan November 2011 penambangan ilegal terjadi pada 30 persen luas hutan di Provinsi Bangka Belitung (http://www.eramuslim.com). Ini menunjukkan tingginya kerusakan hutan yang terjadi di provinsi ini.
Kerusakan hutan yang tinggi mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah lingkungan yang serius. Pemandangan yang mengerikan sebagai akibat dari berkurangnya keragaman hayati, penurunan kualitas lahan/tanah, kenaikan suhu bumi, bencana alam seperti banjir dan longsor yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia mengingatkan tinggi dan pentingnya nilai hutan kepada kita. Ini berarti bahwa terdapat nilai-nilai kebaikan dan orientasi hidup dari alam yang harus mulai dihargai.
Perlindungan hutan sebagai mata rantai pemeliharaan hutan harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dan menjadi satu kesatuan yang utuh dalam pelestarian hutan. Upaya pelestarian hutan ini harus dilakukan apapun konsekuensi yang harus dihadapi, karena sebetulnya peningkatan produktivitas dan pelestarian serta perlindungan hutan sebenarnya mempunyai tujuan jangka panjang.
Namun, dalam upaya untuk memaksimalkan fungsi hutan terkadang muncul berbagai hambatan untuk tercapainya fungsi dan manfaat hutan secara optimal yaitu dari individu manusia itu sendiri. Karena individu ini memiliki sumberdaya, baik sumber daya ekonomi maupun sumberdaya politik, mereka bisa berbuat apa saja demi memanfaatkan sumber daya ini. Akhirnya, lingkungan alam seperti hutan kemudian menjadi obyek/sasaran perlakuan dan tidak jarang pula dikorbankan.
Selain dari faktor individu manusia tersebut, pola struktur sosial dan sistem sosial di mana terbentuk dari individu/kelompok berinteraksi merupakan produk gerak sistem yang terbukti anti-ekologis. Pengaruh dari aspek politik, aspek ekonomi, aspek pendidikan, aspek hukum dan aspek-aspek lain turut terlibat baik buruknya lingkungan alam kita. Kerusakan lingkungan dan kurangnya konservasi lingkungan secara baik merupakan salah satu aspek-aspek tersebut.
Peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia yang dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Indonesia yang dilanjutkan dengan bulan Desember sebagai Bulan Menanam Nasional menjadi suatu titik momentum yang tepat untuk memupuk kesadaran kita dalam menjaga kelestarian hutan.
Kegiatan menanam pohon tersebut merupakan momentum strategis bagi bangsa Indonesia dalam upaya mengantisipasi perubahan iklim global, degradasi dan deforestasi hutan dan lahan, serta kerusakan lingkungan lainnya yang mengakibatkan penurunan produktivitas alam dan kelestarian lingkungan sehingga memberikan dorongan kepada semua pihak untuk selalu melaksanakan gerakan nyata penanaman pohon secara massal sehingga menambah tutupan lahan dan mencegah terjadinya bencana banjir dan longsor, konservasi keanekaragaman hayati, pencegahan dampak perubahan iklim sehingga mendukung pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Karena itu,‘penyelamatan fungsi hutan dan perlindunganya sudah saatnya menjadi tumpuan harapan bagi kelangsungan jasa produksi ataupun lingkungan untuk menjawab kebutuhan manusia.
Upaya perbaikan lingkungan harus diawali dari keinginan bersama yang masuk dalam suatu sistem secara terintegrasi dan komprehensif. Namun, mengendalikan jalinan sistem bukan pekerjaan mudah. Selain membutuhkan kerjasama antar berbagai subsistem yang sinergis, moral juga memiliki andil yang sangat penting. Sebagai suatu contoh misalnya, jika suatu sistem telah berjalan sesuai dengan fungsi, status, dan peran, tetapi nilai-nilai yang mengarahkan justru menyimpang dan lain sebagainya, maka sangat mungkin rusaklah sistem itu.
Perlu diperhatikan bahwa berinteraksi dengan alam bukan merupakan konflik kepentingan, tetapi merupakan aktivitas yang saling mengisi. Karena itu, konteks teknologi dan norma atau tradisi terletak pada muatan-muatan kearifan-kearifan lokal perlu digali dan dikembangkan lagi. Membangkitkan kearifan lokal merupakan salah satu cara menjaga lingkungan dan meredam watak eksploitasi manusia atas alam.
Selain itu, mempertahankan hutan berarti pula mempertahankan kondisi ekosistem hutan yang ada. Tekad untuk tetap mempunyai kawasan hutan yang baik harus dilakukan secara turun-temurun dan berlangsung secara terus-menerus untuk memupuk kesadaran kita dalam memenuhi kebutuhannya tanpa mengurangi kesempatan generasi-generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena itu, mari kita selamatkan hutan kita dengan menumbuhkan budaya menanam pohon dan melestarikannya demi anak cucu kita nanti.
Sumber : www.bangkapos.com
No comments:
Post a Comment