silahkan klik Link ini :
http://adf.ly/eIh5H
untuk download Makalah Hubungan Penyelenggaraan Akuntansi, Pelapisan, Efektifitas Internal Control Terhadap Proses General Audit Pihak Kantor Akuntan Publik
KATA
PENGANTAR
Keanugrahan inspirasi
dari ALLAH SWT Sang Mahadaya Ilmu menjadi kekuatan kepada penulis dalam
pembuatan makalah. Oleh karena itu, tiada kata yang terindah selain ucapan
syukur tak terhingga kerna penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “ Hubungan Penyelenggaraan
Akuntansi, Pelapisan dan Efektifitas Internal Control Terhadap Proses General
Audit Pihak Kantor Akuntan Publik ”.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan Makalah ini masih jauh sempurna, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan dan kesempurnaan Makalah. Dengan segala ketulusan hati, Penulis
berharap semoga ALLah SWT memberikan rahmat-nya bagi semua pihak yang telah
membantu dan semoga Laporan Magang ini
dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak. Amin.
Bekasi, 28 Agustus 2009
( penulis )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akuntansi
merupakan disiplin ilmu yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan para
penggunanya. Tujuan akuntansi diarahkan untuk mencapai hasil tertentu, dan
hasil tersebut harus memiliki manfaat. Akuntansi digunakan baik pada sektor swasta
maupun sektor publik untuk tujuan-tujuan yang berbeda. Dalam beberapa hal,
akuntansi sektor publik berbeda dengan akuntansi pada sektor swasta. Perbedaan
sifat dan karakteristik akuntansi tersebut disebabkan karena adanya perbedaan
lingkungan yang mempengaruhinya. Dalam waktu yang relatif singkat, akuntansi
sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Fenomena yang
dapat diamati, dalam perkembangan sektor publik dewasa ini adalah semakin
menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas publik oleh organisasi sektor
publik (seperti: pemerintahan pusat dan daerah, unit-unit kerja pemerintah,
departemen dan lembaga-lembaga negara).
Tuntutan
akuntabilitas sektor publik terkait dengan perlunya dilakukan transparansi dan
pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak-hak publik. Audit
sektor publik merupakan salah satu bidang akuntansi sektor publik. Sebagai
salah satu bidang, audit sektor publik lebih merupakan pilar. Apabila pilar itu
runtuh, maka keberadaan akuntansi sektor publik pun akan dipertanyakan. Oleh
sebab itu, keseriusan pengembangan akuntansi sektor publik baik ditingkat
sistem maupun standar seharusnya diikuti dengan pengembangan audit. Selain itu,
berbagai stagnasi politik yang terjadi dalam reformasi manajemen keuangan
sektor publik akan dapat dipecahkan melalui implementasi opini audit, baik
untuk pemeriksaan keuangan maupun pemeriksaan.
Selaras
dengan amandemen UUD 1945 dan UU Keuangan Negara, Badan Pemeriksa Keuangan
telah diperkuat posisinya sebagai salah satu pilar kehidupan bernegara. Pilar
ini adalah auditor eksternal satu-satunya. Ini berarti, pilar audit sektor
publik telah mendapatkan pengakuan yang tegas dan jelas dalam
perundang-undangan .
Perkembangan
bisnis sekarang menuntut adanya transparansi manajemen dalam mengelola
perusahaan. Pihak manajemen harus menyajikan kondisi perusahaan secara jelas,
baik secara finansial maupun operasional. Transparansi manajemen ini tidak
lepas dari peran independen yaitu audit eksternal. Audit eksternal yang independen
adalah akuntan publik dan akuntan pemerintah. Akuntan publik sebagai badan
pemeriksa laporan keuangan perusahaan privat, sedangkan akuntan pemerintah
dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan sebagai Pemeriksa Perusahaan Publik atau
Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Oleh karena itu perusahaan Indonesia dapat
dipercaya masyarakat maupun investor jika sudah diperiksa laporan keuangan oleh
akuntan.
Dalam
tahun-tahun belakangan ini berbagai tuntutan dari masyarakat agar mendapatkan
pelayanan yang baik merupakan suatu gejala yang sulit dihindari baik disektor
pemerintahan maupun sektor swasta. Pada sektor swasta, mengingat sangat
terbatasnya stakeholder, jelasnya produk yang dihasilkan, dan banyaknya
perusahaan yang menyediakan barang dan jasa tingkat persaingan diantara
perusahaan akan memacu perusahaan untuk dapat melayani stakeholdernya dengan
baik. Lain hanya dengan sektor pemerintahan sebagai satu-satunya institusi yang
memberikan pelayanan terhadap kebutuhan barang publik dan jasa publik, upaya
pelayanan kepada para stakeholdernya relatif bersifat monopolistik, sehingga
kesadaran dan upaya-upaya untuk memberikan pelayaan terbaik kepada publiknya
agak tertinggal dibandingkan sektor swasta. Dalam rangka merespon apa
sebenarnya yang diinginkan warganya, badan-badan ini sedapat mungkin melibatkan
para stakeholder dalam merumuskan rencana strategisnya, terutama ketika mereka
merumuskan misi organisasinya. Dengan demikian nampak adanya perubahan yang
mendasar bagaimana pemerintah seharusnya melayani masyarakatnya (Tim Studi
Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah BPKP,
Sistem
akuntansi (accounting system) adalah metode dan prosedur untuk mengupulkan,
mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, dan melaporkan informasi operasi dan
keuangan sebuah perusahaan. Sistem akuntansi berkembang melalui tiga langkah
ketika perusahaan dan mengalami perubahan. Langkah pertama, Identifikasi
kebutuhan dari pihak-pihak yang membutuhkan laporan keuangan dan penentuan
bagaimana system akan menyajikan informasi tersebut. Langkah kedua, sistem
akuntansi didesain (desaigned) sehingga mampu memenuhi kebutuhan para pengguna.
Pada langkah terakhir, system akuntansi diterapkan (implemented) dan digunakan.
Pengendalian
internal dan metode pengolahan data merupakan hal yang mendasar dalam sistem
akuntansi. Pengendalian internal (internal control) adalah kebijakan dan
prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari kesalahan penggunaan,
memastikan bahwa informasi usaha yang disajikan akurat dan meyakinkan bahwa
hukum serta peraturan telah diikuti. Tujuan pengendalian internal adalah memberikan
jaminan yang wajar bahwa aktiva dilindungi dan digunakan untuk pencapaian
tujuan usaha.
Pengendalian
internal dapat melindungi aktiva dari pencurian, penggelapan, atau penempatan
aktiva pada lokasi yang tidak tepat. Salah satu pelanggaran serius terhadap
pengendalian internal adalah penggelapan oleh karyawan (employee fraud). pengendalian
suatu perusahaan mencakup seluruh sikap manajemen dan karyawan mengenai
pentingnya pengendalian yang faktornya antara lain dipengaruhi oleh falsafah
dan gaya operasi manajemen. Selain itu, struktur organisasi usaha yang
merupakan kerangka dasar untuk perencanaan dan pengendalian operasi juga
mempengaruhi lingkungan pengendalian. Kebijakan personalia meliputi perekrutan,
pelatihan, evaluasi, penetapan gaji, dan promosi karyawan juga mempengaruhi
lingkungan pengendalian.
1.2
Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut
:
1.
Apakah kualitas pengendalian internal
pada sistem informasi akuntansi yang terdapat pada BUMN Persero di kota Bandung telah
memadai.
2. Bagaimana pengaruh kualitas pengendalian
internal pada sistem informasi akuntansi
terhadap keandalan audit trail dalam sistem informasi.
3. Bagaimana Peran Auditor dalam menghadapi
krisis financial global.
1.3.
Maksud dan Tujuan
Berdasarkan
identifikasi masalahan tersebut di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk
mengumpulkan data yang diperlukan dalam meneliti pengaruh dari kualitas
pengendalian internal pada sistem informasi akuntansi terhadap keandalan audit
trail dalam sistem informasi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh antara kualitas pengendalian internal pada sistem informasi
akuntansi terhadap keandalan audit trail dalam sistem informasi pada
perusahaan-perusahaan yang diteliti.
1.4 Manfaat
Penulis
Penulisan ini diharapkan memberikan informasi yang berguna bagi:
1. Bagi penulis
Diharapkan untuk dapat melihat kualitas pengendalian internal pada sistem informasi akuntansi terhadap keandalan keandalan audit trail dalam sistem informasi bagi internal audit pada beberapa BUMN persero yang berada di kota Bandung dari segi penerapan disiplin ilmu yang penulis pelajari.
2. Bagi perusahaan
Diharapkan dapat menjadi masukan dalam merancang suatu pengendalian internal yang memadai pada sistem informasi akuntansi, dan pelaksanaan audit sistem informasi perusahaan.
3. Bagi pembaca
Diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih mendalam, serta memberikan solusi yang tepat pada pokok permasalahan yang diteliti.
Penulisan ini diharapkan memberikan informasi yang berguna bagi:
1. Bagi penulis
Diharapkan untuk dapat melihat kualitas pengendalian internal pada sistem informasi akuntansi terhadap keandalan keandalan audit trail dalam sistem informasi bagi internal audit pada beberapa BUMN persero yang berada di kota Bandung dari segi penerapan disiplin ilmu yang penulis pelajari.
2. Bagi perusahaan
Diharapkan dapat menjadi masukan dalam merancang suatu pengendalian internal yang memadai pada sistem informasi akuntansi, dan pelaksanaan audit sistem informasi perusahaan.
3. Bagi pembaca
Diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih mendalam, serta memberikan solusi yang tepat pada pokok permasalahan yang diteliti.
BAB II
PEMBAHASAN
Internal Control Culture
PP 60 tahun 2008 ini adalah langkah konkrit untuk membentuk built
in control artinya pengawasan by system. Siapapun pemegang amanah birokrasi
pemerintahan, maka dengan sendirinya sistem yang akan melakukan pengawasan guna
mencapai visi, misi dan tujuan organisasi dalam arti sempit dan mencapai visi,
misi dan tujuan bernegara dalam arti seluas-luasnya sebagaimana termaktub dalam
Pembukaan UUD 1945, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan seterusnya.
Ketika
internal control system yang dijabarkan dalam SPIP bekerja secara otomatis
melakukan fungsi pengawasan, maka setiap insan birokrasi pemerintah suka tidak
suka akan bekerja “under control”. Selanjutnya, apabila kondisi ini
dipertahankan maka terciptalah internal control culture, artinya sistem
pengendalian intern menjadi bagian dari budaya organisasi pemerintahan di
Indonesia.
Upaya
membudayakan SPIP tergambar dalam PP SPIP antara lain, dalam hal hal sebagai
berikut:
1.
Menjaring SDM yang capable dan berintegritas sebagai
modal awal
Mengingat
pentingnya SDM sebagai motor penggerak internal control, dalam pasal 10 PP ini
kebijakan SDM sangat diperhatikan melalui penyusunan dan penerapan kebijakan
yang sehat tentang SDM dengan memperhatikan penetapan kebijakan dan prosedur
sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai, penelusuran latar belakang
calon pegawai dalam proses rekrutmen serta supervisi yang memadai terhadap
pegawai.
Hal
ini selaras dengan pandangan yang mengatakan pentingnya the man behind the
system. Secanggih-canggihnya suatu sistem, maka masih tergantung kepada siapa
yang menjalankan sistem tersebut. Sistem yang handal bisa rusak oleh beberapa
gelintir orang yang menjalankan sistem tersebut. Contoh sudah cukup banyak,
salah satunya adalah pelelangan proyek-proyek pemerintah, yang notabene sudah
dipayungi peraturan, sistem dan mekanisme kerja yang rinci, namun tetap saja
terjadi “sandiwara lelang”, mark up, kualitas pekerjaan yang rendah, kebocoran
di sana-sini, dan sebagainya oleh orang-orang dalam birokrasi pemerintahan
sendiri. Upaya merekrut orang-orang yang berkemampuan baik dan memiliki
integritas diharapkan mampu menjaring good man untuk menjalankan good system.
Internal control culture hanya dapat tercipta oleh orang-orang yang memang
memiliki integritas serta komitmen yang kuat terhadap pencapaian visi, misi dan
tujuan organisasi.
2.
Budaya pengendalian intern melalui awareness akan
pentingnya berbagai risiko
PP
ini menekankan pentingnya penilaian risiko yang disajikan dalam Pasal 13
s.d.pasal 17 tentang penilaian risiko yang mewajibkan pimpinan instansi
pemerintah untuk melakukan penilaian risiko yang mencakup identifikasi dan
analisis risiko. Sebagaimana diketahui krisis dunia yang mendera perekonomian
global tentu saja berdampak pada perekonomian dan pemerintahan di Indonesia
pada umumnya termasuk munculnya berbagai risiko dalam birokrasi pemerintahan.
Langkah antisipatif sekaligus proaktif menyikapi dampak krisis harus diambil
dengan menerapkan manajemen risiko dalam setiap pengambilan keputusan, jika
tidak ingin gagal dalam menjalankan visi, misi dan tujuan organisasi. Dengan
pasal ini, setiap Kementerian/lembaga (K/L) sudah harus mengidentifikasikan dan
memetakan berbagai risiko yang dihadapi, melakukan analisis seberapa mungkin
risiko tersebut bakal terjadi, sekaligus melakukan action plan untuk mengatasi
jika risiko tersebut benar-benar terjadi. Departemen Kehutanan, misalnya, sudah
saatnya melakukan langkah-langkah konkrit untuk mengatasi risiko kebakaran
hutan, risiko pembalakan liar, risiko perusakan hutan sebagai hutan
lindung,dsb. Membudayakan manajemen risiko dalam manajemen pemerintahan adalah
salah satu bagian membudayakan sistem pengendalian intern pemerintah di Indonesia.
3.
Meningkatkan kualitas proses pengawasan sebagai bagian
dari upaya meningkatkan budaya pengendalian intern
pengawasan
lintas sektoral serta koordinasi antar instansi pemerintah PP ini mengangkat
ide baru dalam mekanisme proses pengawasan yakni pengawasan terhadap
akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan yang bersifat lintas sektoral serta
perlunya koordinasi antar instansi pemerintah.
Selama ini, pemeriksaan cenderung “selesai” pada tataran
sektoral artinya setelah diaudit oleh inspektorat di level masing-masing
dianggap permasalahan sudah selesai. Padahal beberapa permasalahan yang
mengemuka di suatu K/L seringkali terkait dengan beberapa K/L yang lain.
Sebagai contoh permasalahan angka kemiskinan dan pengangguran yang belum
kunjung surut merupakan permasalahan strategis nasional yang terkait dengan
beberapa K/L. Belum lagi masalah ketahanan pangan tentu juga melibatkan beberapa
K/L yang saling terkait. Inilah perlunya pengawasan lintas sektoral yang belum
tersentuh selama ini serta perlunya koordinasi integrasi, dan sinkronisasi
antar K/L terkait. Diharapkan, pengawasan terpadu lintas sektoral ini semakin
menyadarkan pada pimpinan instansi pemerintah untuk tidak simplify permasalahan
sehingga mengabaikan akar permasalahan secara nasional. Bisa jadi permasalahan
yang muncul di suatu K/L adalah fenomena “gunung es” yang ternyata muncul di
seluruh K/L.
Kualitas proses pengawasan yang lebih baik secara langsung
akan meningkatkan kualitas pengendalian intern dan pada gilirannya budaya
pengendalian intern juga akan meningkat seiring dengan peningkatan kesadaran
birokrat pemerintah terhadap hadirnya pengawasan yang holistis, integral dan
bersinambungan. Pengawasan lintas sektoral yang efektif serta adanya koordinasi
yang baik akan membangkitkan internal control culture di lingkungan instansi
pemerintah.
Kedua,
peningkatan mekanisme proses pengawasan Laporan Keuangan
Spirit PP SPIP untuk meningkatkan kualitas proses pengawasan
terjabar dalam Pasal 57, yakni masing-masing inspektorat baik di level
Pemerintah Daerah maupun di tingkat K/L wajib melakukan review secara internal
sebelum diaudit oleh pihak auditor eksternal. Secara teoritis, ini baik sekali
untuk peningkatan laporan keuangan sekaligus pada gilirannya akan meningkatkan
internal control culture dalam birokrasi pemerintahan di Indonesia.
4.
Pembinaan penyelenggaraan SPIP
Sebagai
upaya “membumikan” SPIP, PP ini juga mewajibkan BPKP sebagai Auditor Presiden
untuk melakukan pembinaan penyelenggaraan SPIP meliputi penyusunan pedoman
teknis, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan SPIP, termasuk pembimbingan dan
konsultansi serta peningkatan kompetensi auditor APIP, sebagaimana dinyatakan
dalam pasal 59. SPIP yang baru terbit dan belum genap 6 bulan tersebut,
tentunya perlu dilakukan sosialisasi/diseminasi tidak hanya ke dalam lingkungan
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) namun juga ke seluruh komponen
pelaku manajemen pemerintahan, tanpa terkecuali. Justru para key persons dalam
penyelenggaraan pemerintahan harus “melek” SPIP untuk melindungi agar tidak
terjerumus ke dalam salah urus manajemen atau bahkan “terpeleset” ke ranah
Tindak Pidana Korupsi.
Melalui
komitmen dan upaya nyata menerapkan SPIP secara konsisten dan berkesinambungan,
kiranya SPIP menjadi suatu kebutuhan dan bahkan suatu budaya. Masing-masing
pihak akan dengan senang hati menjalankan sistem pengendalian ini dan tunduk
pada “built in control” yang ada di dalam sistem ini. Efektivitas SPIP sangat
ditentukan oleh berhasil tidaknya SPIP menjelma menjadi internal control
culture organisasi pemerintahan di Indonesia guna menciptakan good
governance dan clean government.
Posisi
Auditor Internal
Posisi auditor internal (satuan pengawasan intern) di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah diatur dalam UU No. 19 tahun
2003 tentang BUMN. Selain itu juga diatur dalam SK Menteri BUMN No.
117/M-BUMN/2002 tentang Penerapan GCG di BUMN. Sedangkan untuk perusahaan publik
telah diatur melalui Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor : Kep-496/BL/2008 tanggal
28 Nopember 2008 tentang pembentukan dan pedoman penyusunan piagam
Unit Audit Internal. Sarbanes Oxley Act (2002) memberikan
kewenangan akses yang lebih luas kepada Departemen Audit Internal. Berdasarkan
aturan (regulasi) tersebut, saat ini posisi auditor internal di Perusahaan
merupakan pilar penting dan salah satu faktor kunci sukses (key success
factor) dalam sistem pengendalian manajemen (management control system)
agar pengelolaan perusahaan dapat berjalan sesuai prinsip–prinsip GCG.
Peran
Auditor Internal
Mengingat dampak KFG sangat mempengaruhi kelangsungan usaha (going
concern) serta dapat menurunkan kinerja perusahaan, maka auditor internal
tidak boleh hanya berpangku tangan saja menjadi penonton, namun diharapkan
dapat turut serta secara aktif membantu manajemen meminimalisasi dampak KFG
yang mungkin timbul di perusahaan. Paling tidak terdapat 3 (tiga)
peran yang dapat dilakukan oleh auditor internal dalam menghadapi
dampak KFG sbb :
1.
Mendorong terwujudnya GCG secara efektif.
Meskipun
GCG bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam reformasi bisnis, namun
komitmen perusahaan terhadap iplementasi prinsip-prinsip GCG merupakan salah
satu faktor kunci sukses (key succes factor) untuk
mempertahankan dan menumbuhkan kepercayaan para investor (terutama investor
asing) terhadap perusahaan di Indonesia. GCG saat ini sedang
menjadi trend dan isu sentral di kalangan bisnis. Berdasarkan hasil
penelitian, terjadinya skandal bisnis (business gate), misalnya Enron,
Worldcom, Tyco, Global Crosing dll ternyata salah satunya disebabkan
prinsip-prinsip GCG tidak dijalankan secara sungguh-sungguh, konsekuen dan
konsisten. Respon pihak Pemerintah, BUMN, perusahaan swasta maupun perusahaan
multinasional sangat positif atas upaya mewujudkan GCG tersebut. Perusahaan
yang tidak mengimplementasikan GCG, pada akhirnya dapat ditinggalkan oleh para
investor, kurang dihargai oleh masyarakat (publik) dan, dapat dikenakan sanksi
apabila berdasarkan hasil penilaian ternyata perusahaan tersebut melanggar
hukum. Perusahaan seperti ini akan kehilangan peluang (opportunity)
untuk dapat melanjutkan kegiatan usahanya (going concern) dengan
lancar. Namun sebaliknya perusahaan yang telah mengimplementasikan GCG dapat
menciptakan nilai (value creation) bagi masyarakat (publik), pemasok (supplier),
distributor, pemerintah, dan ternyata lebih diminati para investor sehingga
berdampak secara langsung bagi kelangsungan usaha perusahaan tersebut. Pada
saat ini GCG sudah bukan merupakan hal yang perlu diperdebatkan lagi,
melainkan sudah menjadi kebutuhan bagi setiap pelaku bisnis untuk
mengimplementasikan pada aktivitas operasional sehari-hari (day to day
operation).
Auditor
internal dapat berperan dalam mendorong terwujudnya GCG di perusahaan. Beberapa
hal yang perlu mendapat dukungan penuh dari auditor internal, misalnya :
·
Mendorong transparansi (transparency)
dan integritas (integrity) dalam pelaporan keuangan (financial
reporting) perusahaan.
·
Mendorong akuntabilitas (accountability)
dalam pengelolaan aset perusahaan.
·
Mendorong pertanggungjawaban (responsibility)
perusahaan kepada public melalui Corporate Social Responsibility /CSR,
Community Development atau Program Kemitraan & Bina Lingkungan (PKBL).
·
Mendorong independensi (independency)
perusahaan terhadap pihak-pihak terkait, termasuk pemegang saham minoritas.
·
Mendorong kewajaran (fairness)
dalam pengadaan barang & jasa termasuk dipastikannya tidak ada pelanggaran
terhadap UU anti monopoli & persaingan usaha yang sehat.
2.
Melaksanakan audit yang bernilai tambah dengan pendekatan audit berbasiskan
risiko.
Dalam
rangka menghadapi KFG yang saat ini masih berlangsung, maka auditor internal
hendaknya dapat melaksanakan audit yang bernilai tambah (value added
internal auditing/VAIA) dengan pendekatan audit berbasis risiko (Risk
Based Internal Auditing/RBIA). Auditor internal hendaknya dapat melakukan
assesment atas Operational & quality effectiveness, Business risk.,
Business & process control, Process & business efficiencies, Cost
reduction opportunities, Waste elimination opportunities, dan Corporate
governance efectiveness.
Tujuan
dari VAIA adalah agar auditor internal dapat :
·
Memberikan analisis operasional secara
obyektif & independen.
·
Menguji berbagai fungsi, proses dan
aktivitas suatu organisasi serta external value chain.
·
Membantu organisasi dalam merancang
strategi bisnis yang obyektif.
·
Melakukan assesment secara sistematis
dengan pendekatan multidisiplin.
·
Melakukan evaluasi & menilai efektivitas
risk management , control & governance processes.
Terdapat tiga aspek yang cukup penting dalam implementasi
RBIA, yaitu penggunaan faktor risiko (risk factor) dalam audit
planning, identifikasi independent risk & assesment dan
partisipasi dalam inisiatif risk management & processes. Ruang
lingkup RBIA termasuk dilakukannya identifikasi atas inherent business
risks (IBR) dan control risk (CR) yang potensial. Mengingat data
/ informasi dari Divisi Manajemen Risiko (Risk Management) sangat membantu
tugas auditor internal dalam pelaksanaan audit, maka perlu kerjasama dan
sinergi antar kedua unit kerja tersebut. Departemen Audit Internal (Satuan
Pengawasan Intern/SPI) dapat melakukan review secara periodik setiap tahun atas
RBIA dikaitkan dengan audit plan. Manajemen puncak (Board
of Director) dan Komite Audit (audit committee) dapat melakukan assessment
atas kinerja (performance) dari RBIA untuk mengetahui
realibilitas, keakuratan dan obyektivitasnya. Profil risiko (Risk profile)
atas RBIA didokumentasikan dalam audit plan yang dibuat oleh
Departemen Audit Internal. Risk profile tersebut dapat digunakan untuk
melakukan evaluasi apakah metodologi risk assesment telah
rasional dan up to date. Beberapa manfaat diimplementasikannya
pendekatan RBIA antara lain dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas internal auditor dalam melakukan audit, sehingga secara tidak
langsung dapat meningkatkan kinerjanya dan diharapkan dapat membantu manajemen
dalam upaya meminimalisasi dampak KFG terhadap perusahaan.
3.
Melaksanakan pencegahan, pendeteksian & penginvestigasian kecurangan.
Auditor internal berfungsi membantu manajemen dalam
pencegahan (prevention), pendeteksian (detection) dan
penginvestigasian (investigation) kecurangan (fraud) yang
terjadi di suatu organisasi (perusahaan). Sesuai Interpretasi Standar
Profesional Audit Internal (SPAI) – standar 120.2 tahun 2004, tentang
pengetahuan mengenai kecurangan, dinyatakan bahwa auditor internal harus
memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti dan menguji
adanya indikasi kecurangan. Selain itu, menurut Statement on Internal
Auditing Standards (SIAS) No. 3, tentang Deterrence, Detection,
Investigation, and Reporting of Fraud (1985), memberikan pedoman bagi
auditor internal tentang bagaimana auditor internal melakukan pencegahan,
pendeteksian dan penginvestigasian terhadap fraud. SIAS No. 3 tersebut juga
menegaskan tanggung jawab auditor internal untuk membuat laporan audit tentang fraud.
Pencegahan
Kecurangan
Salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah timbulnya fraud
adalah melalui peningkatan sistem pengendalian intern (internal
control system) selain melalui struktur / mekanisme pengendalian intern.
Dalam hal ini, yang paling bertanggung jawab atas pengendalian intern adalah
pihak manajemen suatu organisasi. Dalam rangka pencegahan fraud, maka
berbagai upaya harus dikerahkan untuk membuat para pelaku fraud tidak
berani melakukan fraud. Apabila fraud terjadi, maka dampak (effect)
yang timbul diharapkan dapat diminimalisir. Auditor internal bertanggungjawab
untuk membantu pencegahan fraud dengan jalan melakukan pengujian (test)
atas kecukupan dan kefektivan sistem pengendalian intern, dengan mengevaluasi
seberapa jauh risiko yang potensial (potential risk) telah
diidentifikasi.
Dalam pelaksanaan audit reguler (rutin), misalnya audit
kinerja (performance audit), audit keuangan (financial audit)
maupun audit operasional (operational audit), auditor internal
harus mengidentifikasi adanya gejala kecurangan (fraud symptom) berupa
red flag atau fraud indicator. Hal ini menjadi sangat
penting, sehingga apabila terjadi fraud, maka memudahkan auditor
internal melakukan audit investigasi.
Pendeteksian
Kecurangan
Deteksi fraud mencakup identifikasi
indikator-indikator kecurangan (fraud indicators)
yang memerlukan tindaklanjut auditor internal untuk melakukan investigasi.
Auditor internal perlu memiliki keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge)
yang memadai dalam mengidentifikasi indikator terjadinya fraud. Auditor
internal harus dapat mengetahui secara mendalam mengapa seseorang melakukan fraud
termasuk penyebab fraud, jenis-jenis fraud,
karakterisitik fraud, modus operandi (teknik-teknik) fraud
yang biasa terjadi. Apabila diperlukan dapat menggunakan alat bantu (tool)
berupa ilmu akuntansi forensik (forensic accounting) untuk
memperoleh bukti audit (audit evidence) yang kuat dan valid. Forensic
accounting merupakan suatu integrasi dari akuntansi (accounting),
teknologi informasi (information technology) dan keahlian investigasi
( investigation skill).
Penginvestigasian
Kecurangan
Investigasi merupakan pelaksanaan prosedur lebih lanjut bagi
auditor internal untuk mendapatkan keyakinan yang memadai (reasonable
assurance) apakah fraud yang telah dapat diidentifikasi tersebut
memang benar-benar terjadi. Pelaksanaan audit investigasi mengikuti work
instruction serta ketentuan yang telah ditetapkan oleh Standar Profesi Audit
Internal maupun organisasi Institute of Internal Auditor (IIA).
sistem informasi akuntansi merupakan perpaduan dari sistem
informasi akuntansi keuangan dan sistem informasi akuntansi manajemen. Azhar
(2002:112) mengungkapkan bahwa: “sistem informasi akuntansi adalah kumpulan
dari sub-sub sistem yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dan
bekerjasama secara harmonis untuk mengolah data keuangan menjadi informasi
keuangan yang diperoleh manajemen dalam proses pengambilan keputusan dibidang
keuangan”. Sistem informasi akuntansi keuangan menghasilkan informasi tentang
prestasi perusahaan untuk digunakan oleh pihak internal dan eksternal
perusahaan. Biasanya informasi ini disajikan dalam bentuk neraca, laporan laba
rugi, dan laporan arus kas. Laporan keuangan tersebut harus berdasarkan
prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum (generally accepted
accounting principles/ GAAP) atau di Indonesia dikenal sebagai Standar
Akuntansi Keuangan (SAK). Sedangkan sistem informasi akuntansi manajemen selain
menghasilkan informasi keuangan, juga menghasilkan laporan-laporan, dan
analisis-analisis yang lain, yang disusun sesuai dengan kebutuhan internal
perusahaan. Sistem informasi akuntansi manajemen ini tidak dibatasi oleh SAK.
Setiap sistem, termasuk sistem informasi akuntansi, memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, serta pengendalian operasi. Pengendalian di dalam suatu perusahaan dikenal dengan pengendalian internal.
Setiap sistem, termasuk sistem informasi akuntansi, memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, serta pengendalian operasi. Pengendalian di dalam suatu perusahaan dikenal dengan pengendalian internal.
Agar pihak manajemen perusahaan mempunyai keyakinan yang
memadai bahwa pengendalian internal perusahaan telah berjalan efektif dan
efisien sebagaimana mestinya, maka perlu dilakukan suatu penilaian dan evaluasi
yang dikenal dengan kegiatan pemeriksaan (audit). Melalui audit, internal audit
akan memberikan konsultasi internal sebagai nilai tambah (added value) atau
masukan bagi manajemen. Internal audit akan memberi jaminan bahwa pengendalian perusahaan
telah berjalan dengan sebagaimana mestinya, menjelaskan mengapa pengendalian
internal tidak berjalan, memaparkan risiko-risiko apa saja yang akan dihadapi
perusahaan jika pengendalian tidak berjalan, serta memberikan usulan perbaikan.
Audit dalam lingkungan sistem informasi akuntansi dikenal dengan audit sistem informasi (atau juga disebut computer audit atau information technology audit).
Audit dalam lingkungan sistem informasi akuntansi dikenal dengan audit sistem informasi (atau juga disebut computer audit atau information technology audit).
Di lingkungan sistem informasi akuntansi berbasis komputer
terdapat dua jenis pengendalian internal, yaitu pengendalian umum (general
control) dan pengendalian aplikasi (application control). Arens dkk.
(2003:312), mengemukakan bahwa: “Pengendalian umum adalah pengendalian atas
segala aktivitas dan sumber daya yang dipakai dalam pengembangan suatu sistem
informasi, pelaksanaan proses dan fungsi-fungsi pendukung lainnya. Adapun
pengendalian umum terdiri dari: pengendalian organisasi dan operasi,
pengendalian pengembangan dan dokumentasi sistem, pengendalian hardware, dan
pengendalian akses hardware serta data. Pengendalian aplikasi adalah
pengendalian atas suatu aplikasi tertentu untuk menjamin bahwa seluruh
transaksi telah terotorisasi, direkam dan diproses secara lengkap, akurat, dan
tepat waktu, yang meliputi pengendalian input, proses, dan output”.
Dalam pengendalian internal di lingkungan sistem informasi
akuntansi berbasis komputer terdapat suatu komponen yang penting, yaitu audit
trail. McLeod dan Schell (2001:221) mengemukakan bahwa: “Salah satu komponen
yang penting dalam Pengendalian internal pada sistem informasi akuntansi adalah
audit trail. Audit trail adalah suatu kronologis transaksi yang dapat
ditelusuri dari akhir ke awal transaksi tersebut dimulai dan sebaliknya”.
Dengan adanya pengendalian umum yang memadai, maka sistem
informasi akuntansi dapat dirancang dan dibangun dengan suatu fasilitas audit
trail yang memadai pula. Demikian pula dengan pengendalian aplikasi, suatu
pengendalian aplikasi yang baik akan menyediakan fasilitas audit trail yang
baik serta akan memberikan jaminan kelengkapan (completeness), keakuratan
(accuracy), dan otorisasi (authorization) pada suatu transaksi.
Audit trail tidak hanya digunakan oleh auditor pada saat pemeriksaan untuk memperoleh bukti (evidances), koreksi kesalahan yang terdeteksi, serta rekonstruksi arsip, namun manajemen juga berkepentingan terhadap audit trail. Porter dan Perry (1992:204) mengungkapkan bahwa: “Audit trail membantu manajemen untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan, pemasok, dan pemerintah atas status pembayaran, pengiriman, dan perpajakan”. Hal senada juga diungkapkan oleh Kell dkk. (2001:325), yaitu: “Penting bagi manajemen untuk memiliki keyakinan bahwa sistem informasi akuntansi perusahaan telah memiliki fasilitas audit trail yang memadai atas semua transaksi dan investigasi dalam sistem informasi akuntansi, baik pada sistem informasi akuntansi manual terlebih lagi untuk sistem informasi akuntansi berbasis komputer”.
Audit trail tidak hanya digunakan oleh auditor pada saat pemeriksaan untuk memperoleh bukti (evidances), koreksi kesalahan yang terdeteksi, serta rekonstruksi arsip, namun manajemen juga berkepentingan terhadap audit trail. Porter dan Perry (1992:204) mengungkapkan bahwa: “Audit trail membantu manajemen untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan, pemasok, dan pemerintah atas status pembayaran, pengiriman, dan perpajakan”. Hal senada juga diungkapkan oleh Kell dkk. (2001:325), yaitu: “Penting bagi manajemen untuk memiliki keyakinan bahwa sistem informasi akuntansi perusahaan telah memiliki fasilitas audit trail yang memadai atas semua transaksi dan investigasi dalam sistem informasi akuntansi, baik pada sistem informasi akuntansi manual terlebih lagi untuk sistem informasi akuntansi berbasis komputer”.
Dalam sistem informasi akuntansi manual, audit trail meliputi
dokumen sumber, jurnal, buku besar, kertas kerja, dan catatan lain. Sedangkan
dalam sistem informasi akuntansi berbasis komputer audit trail berupa log dan
listing yang mencatat semua usaha dalam menggunakan sistem yang biasanya
mencatat antara lain: tanggal dan waktu, kode yang digunakan, tipe akses,
aplikasi dan data yang digunakan. Kualitas pengendalian internal pada sistem
informasi akuntansi berpengaruh terhadap keandalan audit trail dalam sistem
informasi”.
Besarnya sampel untuk mengadakan estimasi terhadap populasi
harus diperhatikan dalam melaksanakan survai sampel. Terlalu besar berarti
pemborosan tenaga dan uang, sedangkan sampel yang terlalu kecil dapat menjurus
kepada besarnya error”. Maka, metode pengambilan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode simple random sampling, yang menurut Masri dan
Sofian (1989:155), adalah: “Sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga
tiap unit penelitian atau elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk dipilih”.
Populasi BUMN persero di kota Bandung adalah 26 perusahaan, yang beroperasi dibidang usahanya masing-masing. Sehingga, dengan menggunakan metode pengambilan data simple random sampling, dari populasi 26 BUMN persero akan didapatkan hasil 20,8 ≈ 21 sampel yang mewakili populasi.
pengaruh kualitas pengendalian internal pada sistem informasi akuntansi terhadap keandalan audit trail dalam sistem informasi bagi auditor internal pada 21 BUMN persero di kota Bandung yang telah menerapkan audit trail dalam sistem informasinya.
Populasi BUMN persero di kota Bandung adalah 26 perusahaan, yang beroperasi dibidang usahanya masing-masing. Sehingga, dengan menggunakan metode pengambilan data simple random sampling, dari populasi 26 BUMN persero akan didapatkan hasil 20,8 ≈ 21 sampel yang mewakili populasi.
pengaruh kualitas pengendalian internal pada sistem informasi akuntansi terhadap keandalan audit trail dalam sistem informasi bagi auditor internal pada 21 BUMN persero di kota Bandung yang telah menerapkan audit trail dalam sistem informasinya.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
1.
Dalam
rangka menghadapi KFG , auditor internal tidak hanya berpangku tangan saja
menjadi penonton, namun diharapkan turut serta secara aktif berperan sebagai Internal
Consultant dan membantu manajemen untuk mendorong terwujudnya GCG di
perusahaan secara efektif.
2.
Auditor internal juga diharapkan
dapat meminimalisasi dampak KFG, melalui pelaksanaan audit yang bernilai
tambah dengan pendekatan audit berbasis risiko.
3.
Mengingat kecurangan (fraud)
dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, maka auditor internal diharapkan
dapat melaksanakan pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian fraud.
4.
Populasi BUMN persero di kota Bandung
adalah 26 perusahaan, yang beroperasi dibidang usahanya masing-masing.
Sehingga, dengan menggunakan metode pengambilan data simple random sampling,
dari populasi 26 BUMN persero akan didapatkan hasil 20,8 ≈ 21 sampel yang
mewakili populasi.
5.
Auditor
internal maupun auditor independen bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan
(prevention), pendeteksian (detection) serta penginvestigasian
(investigation) terhadap computer fraud.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment